Diponegoro: Tan Jin Sing Sangat Berjasa Terhadap Sultan Ketiga

Diponegoro: Tan Jin Sing Sangat Berjasa Terhadap Sultan Ketiga

Gaya Hidup | BuddyKu | Jum'at, 25 Agustus 2023 - 12:18
share

YOGYAKARTA, NETRALNEWS.COM- Dalam kisah terdahulu sudah disampaikan, ketika Diponegoro bercakap-cakap dengan Letnan Knoerle, Diponegoro mengeluh tentang lambatnya perjalanan sehingga perjalanan melintasi lautan luas itu sangat menjenuhkan.

Di sela-sela obrolannya itu, Diponegoro bercerita tentang masa-masa dirinya di Tegalrejo sebelum Perang Jawa (1825-1830).

Di Tegalrejo, Diponegoro memiliki banyak karyawan yang menjadi abdinya. Ada 60 perawat kuda dan sekitar 200 karyawan lain yang mengurusi segala kebutuhan di Tegalrejo.

Semua orang ini langsung di bawah perintah Diponegoro dan juga di bawah perlindungannya. Untuk gaji dan biaya akomodasi mereka, Diponegoro mendelegasikan kepada Tumenggung Sumodipuro.

Dari semua karyawan itu tidak semua ikut ke pengasingan. Hanya Joyosuroto dan Banteng Wareng saja punakawan Diponegoro yang setia menemani Diponegoro ke pengasingan (kisah tersebut bisa dibaca DI SINI ).

Pembaca yang budiman, hari itu masih hari Jumat, tanggal 21 Mei 1830. Di mala m hari sekitar pukul 7 malam, Letnan Knoerle mengunjungi Diponegoro di kabinnya. Pertemuan di malam hari itu, Diponegoro bercerita tentang Madura dan bagaimana Sultan Sumenep bisa mendapat gelar panembahan pada zaman Daendels berkuasa.

Setelah bercerita tentang Sumenep, Diponegoro bercerita tentang Kapiten Cina Tan Jin Sing (menjabat sebagai kapiten Cina 1803-1813). Diponegoro bercerita bahwa dahulu dia akrab dengan Tan Jin Sing, karena Tan Jin Sing bekerja sebagai penerjemah untuk Diponegoro serta bertugas untuk menyampaikan pesan-pesan dan bertindak atas nama Diponegoro untuk residen Yogyakarta.

Diponegoro bercerita tentang Sumenep karena dalam perjalanan itu kapal masih berlayar di sekitar Sumenep Madura. Gelar panembahan di Sumenep memang pernah dipakai.

Gelar ini pertama kali dipakai oleh Panembahan Semolo atau Pangeran Asirudin yang bergelar Notokusumo I (menjabat 1762-1811). Nama Notokusumo disini memang sama dengan Notokusumo pendiri Pakualaman, tetapi nama ini dipakai oleh pejabat di Sumenep Madura.

Gelar panembahan diberikan Gubernur Jenderal Daendels (menjabat 1808-1811) kepada Notokusumo I sebagai hadiah atas jasa Notokusumo I dalam menyediakan pasukan tentara Sumenep untuk mempertahankan Jawa terhadap serangan Inggris.

Sebenarnya, permintaan Daendels untuk meminta pasukan dari kerajaan-kerajaan dan kadipaten bukan hanya Sumenep saja, tetapi juga meminta kepada Surakarta, Yogyakarta, Mangkunegaran dan kerajaan lain di Jawa.

Walaupun Daendels meminta bantuan pasukan dari kerajaan-kerajaan di Jawa, tentara Prancis-Belanda di bawah kepemimpinan Gubernur Jenderal Jan Willem Janssens (menjabat 1811-1812) tetap tidak dapat membendung pasukan Inggris dalam menguasai Jawa.

Daendels diganti oleh Janssens pada 1811 karena ditarik pemerintah Prancis-Belanda untuk bertugas di Eropa.

Mengenai Tan Jin Sing, Kapiten Cina ini awalnya menjabat sebagai kapiten Cina di Kedu, tetapi kemudian dia pindah ke Yogyakarta dan menjabat juga sebagai kapiten Cina Yogyakarta.

Istilah kapiten di sini bukan pangkat kemiliteran, tetapi sebuah jabatan bagi orang-orang Cina yang tugasnya mengurusi komunitas orang-orang Cina di wilayah pengaruh kekuasaannya.

Di Surabaya, Semarang dan Medan dijabat seorang mayor. Tugasnya adalah mengurusi kematian, kelahiran, pernikahan, perceraian dan sebagainya yang menyangkut segala administrasi orang-orang Cina.

Tan Jin Sing termasuk orang cerdas dan luwes dalam bergaul. Dia menguasai bahasa Cina, Jawa, Belanda, dan Inggris. Untuk itulah John Crawfurd dan Raffles sangat kagum kepadanya.

Kepintaran dia dalam bergaul dan berbahasa Inggris sehingga mendapat kepercayaan kolonial termasuk juga Residen Yogyakarta, John Crawfurd (menjabat 1811-1816) dan Letnan Gubernur Sir Thomas Stamfort Raffles (menjabat 1811-1816).

Sebelum penyerangan Inggris ke keraton Yogyakarta, Tan Jin Sing merupakan sosok penting sebagai duta Putra Mahkota, Pangeran Suraja, ayahanda Diponegoro dengan John Crawfurd.

Saat itu, Putra Mahkota mengutus Diponegoro sebagai penghubung dengan Tan Jin Sing untuk melancarkan segala sesuatunya apabila Inggirs jadi menyerang Keraton Yogyakarta. Tentu saja koneksitas ini tidak diketahui Sultan kedua.

Ketika Inggris mencoba menggulingkan Sultan kedua dari takhtanya, karena Sultan kedua tidak tunduk kepada aturan Inggris, Putra Mahkota ragu dengan masa depannya.

Saat itu, walaupun Putra Mahkota sudah ditetapkan sebagai pengganti raja, tetapi konflik politik di dalam keraton terus meruncing. Rivalitas pengganti Sultan kedua tetap tajam.

Ada pesaing Putra Mahkota yang juga berambisi menjadi raja Yogyakarta yaitu Pangeran Notokusumo, adik Sultan kedua, dan Pangeran Mangkudiningrat, putra Sultan kedua yang juga lahir dari permaisuri.

Untuk itulah Putra Mahkota menghubungi Tan Jin Sing untuk agar bertemu dengan John Crawfurd dengan tujuan Inggris menjamin jika Yogyakarta dapat ditaklukkan maka Putra Mahkota diangkat sebagai Sultan ketiga.

Dengan kelihaian dan kepintaran Tan Jin Sing, John Crawfurd dan Raffles menjamin kelak jika Yogyakarta di taklukkan oleh Inggris, Putra Mahkota didaulat sebagai Sultan ketiga.

Saat terjadi Geger Sepoy, Tan Jin Sing juga sangat berjasa dengan Putra Mahkota, karena disaat Putra Mahkota dan pengikutnya ingin menyelamatkan diri, Putra Mahkota tertangkap oleh pasukan Inggris di Plengkung Tamansari (terletak di sebelah barat Alun-alun Utara Keraton Yogyakarta).

Di saat-saat genting itu, Tan Jin Sing hadir di lokasi sehingga dia menjamin akan mempertemukan Putra Mahkota dengan Raffles di Benteng Vredeburg.

Kehadiran Tan Jin Sing di tengah-tengah pertempuran itu menjadikan Putra Mahkota aman dan tidak kena sasaran tantara Inggris, hingga akhirnya Putra Mahkota dapat bertemu dengan Raffles di Benteng Vredeburg sebelum Sultan kedua takluk, ditangkap dan di keragkeng di Benteng Vredeburg.

Setelah Putra Mahkota bertakhta, sebagai imbalan dari kerja keras Tan Jin Sing, maka pada 6 Desember 1813, Tan Jin Sing diangkat sebagai seorang tumenggung atau bupati miji Keraton Yogyakarta dengan gelar Raden Tumenggung Secodiningrat dan tanah apanage (lungguh) sebesar 1000 cacah (sumber lain menyebut 800 cacah). Meredupnya peranan Tan Jin Sing seiring dengan meninggalnya Putra Mahkota (sultan ketiga) yang begitu cepat dan mendadak.

Gelar Tan Jin Sing atas keputusan keraton akhirnya tidak diturunkan kepada anak-anak Tan Jin Sing sehingga kelak tanah apanage itu dicabut oleh keraton sehingga keturunan Tan Jin Sing tidak dapat merengkuh apanage yang dulu diberikan Tan Jin Sing.

Makam Tan Jin Sing ada di Regocolo (dahulu lungguhnya, sekarang sebelah selatan Pabrik Madukismo). Tan Jin Sing dimakamkan bersama dengan dua istrinya dari keturunan Jawa dan Cina.

Bagaimana kisah-kisah berikutnya saat Sang Pangeran di Kapal Pollux? Ikuti terus artikel ini yang tentunya ditemukan kisah-kisah menarik lainnya. Tunggu episode berikutnya, ya!

Penulis: Lilik SuharmajiFounder PUSAM (Pusat Studi Mataram) tinggal di Yogyakarta.

Bacaan Rujukan
Carey, Peter. 2022. Percakapan dengan Diponegoro . Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Lilik Suharmaji. 2020. Geger Sepoy, Sejarah Kelam Perseteruan Inggris dengan Keraton Yogyakarta 1812-1815. Yogyakarta: Araska.

Topik Menarik