Cerita Jaka Tarub dan Bidadari Cantik, Misteri Pakaian Merah yang Berujung Pernikahan
SEMARANG, iNews.id - Cerita Jaka Tarub dan Bidadari Cantik merupakan kisah legenda asal Jawa Tengah yang cukup familiar. Cerita ini mengisahkan seorang pemuda Jaka Tarub yag dikenal sakti bertemu dengan 7 bidadari cantik sedang mandi di telaga.
Namun akhir pertemuan Jaka Tarub dan para bidadari cantik, kurang menyenangkan. Dihimpun dari berbagai sumber, cerita Jaka Tarub dan bidadari cantik ini berawal ketika Jaka Tarub tinggal bersama ibunya bernama Mbok Milah.
Cerita Jaka Tarub dan Bidadari Cantik
Jaka Tarub hidup hanya dengan ibunya, karena sang ayah sudah lama meninggal. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, Jaka Tarub dan Mbok Milah bertani di sawah.
Pada suatu malam, Jaka Tarub bermimpi bertemu dan menikah dengan seorang perempuan yang sangat cantik, bahkan seperti seorang bidadari. Saat Jaka Tarub terbangun, ia tersenyum karena merasa senang dengan mimpinya semalam.
Hingga di siang hari, Jaka Tarub masih memikirkan mimpi indahnya itu. Jaka Tarub duduk di halaman rumahnya sambil termenung bahagia.
Mbok Milah merasa bingung dengan apa yang sedang dipikirkan Jaka Tarub. Apa yang sedang ada di pikiranmu, nak? Tanya Mbok Milah penasaran. Namun, Jaka Tarub masih termenung dan seperti tidak mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh ibunya itu.
Mbok Milah pun berpikir mungkin Jaka Tarub sedang memikirkan seorang perempuan dan ingin menikah. Akhirnya, Mbok Milah berniat untuk mencarikan Jaka Tarub seorang istri dari desanya.
Seketika itu, saat Mbok Milah sedang berada di sawahnya, Pak Ranu, pemilik sawah sebelah menghampirinya. Dia bertanya apakah Jaka Tarub sudah menikah atau setidaknya sudah memiliki rencana untuk menikah.
Mbok Milah berkata tidak ada, ia pun juga merasa sedikit bingung mengapa Pak Ranu menanyakan hal itu padanya. Ternyata, Pak Ranu berniat untuk menjodohkan Jaka Tarub dengan anak perempuannya, Laraswati.
Mbok Milah terkejut dan senang di saat yang bersamaan, karena anak Pak Ranu adalah gadis yang baik hari dan lemah lembut, tapi sebelum ia menerima tawaran Pak Ranu, Mbok Milah merasa harus bertanya dan memastikannya dulu pada anaknya
Sinopsis Sinetron Cinta Sepenuh Jiwa Eps 56: Hasbi Paksa Meisya Aborsi Ilegal di Dukun Beranak
Sesampainya di rumah, Mbok Milah berniat untuk langsung menanyakan hal tadi pada anaknya. Namun, dia mengurungkan niatnya karena takut anaknya tersinggung atau ternyata Jaka Tarub sudah memiliki calon, hanya saja belum memperkenalkannya. Akhirnya, Mbok Milah menunda melontarkan pertanyaan itu hingga berhari-hari kemudian, hingga lupa.
Jaka Tarub dikenal senang dan andal berburu seperti ayahnya dahulu. Kemudian pada suatu pagi ia memutuskan untuk pergi berburu, bukan ke sawah. Jaka Tarub pun mempersiapkan segala macam peralatan berburu seperti busur, panah, pisau, dan pedang.
Dia pun pamit izin pergi pada ibunya. Setelah Jaka Tarub pergi, Mbok Milah masuk kembali ke kamarnya untuk beristirahat karena ia tiba-tiba merasa lelah.
Di hutan, Jaka Tarub berhasil memanah seekor menjangan. Hatinya merasa senang dan puas karena menjangan ini bisa ia masak bersama ibunya selama beberapa hari ke depan. Saat sedang jalan pulang, tiba-tiba ada seekor macan tutul yang menghampirinya.
Jaka Tarub pun panik dan ia melepaskan menjangan yang ada di panggulnya agar ia bisa melarikan diri dengan cepat. Macan tutul itu pun langsung memakan menjangan hasil buruan Jaka Tarub.
Dia pun merasa kesal dan merasa harinya sangat sial karena sekarang ia akan pulan dengan tangan kosong. Pertanda apa ini, ya, tanyanya dalam hati. Dia pun berjalan kembali pulang ke rumah dengan rasa lapar karena tak menemukan hewan buruan apa pun juga di sepajang perjalanan.
Saat memasuki daerah desanya, Jaka Tarub melihat banyak warga yang berjalan tergesa-gesa menuju arah yang sama dengannya. Semakin ia mendekati rumahnya, semakin banyak warga yang berkumpul.
Jaka Tarub tampak semakin bingung, ia tidak tahu apa yang terjadi. Saat memasuki rumahnya, Pak Ranu dan banyak orang yang menepuk pundaknya untuk mengatakan ia harus bersabar dan menerima nasibnya.
Ternyata, ibu Jaka Tarub telah meninggal dunia. Mbok Milah sudah berbaring kaku di ruang tengah rumah mereka tidak tersadarkan diri. Jaka Tarub pun lemas dan tangisannya mengisi ruangan. Jaka Tarub hanya bisa termenung melihat tubuh ibunya. Pak Ranu pun bercerita bahwa yang menemukan ibunya meninggal pertama adalah istrinya.
Setelah ibunya dimakamkan dan semua orang sudah pulang, ia merasa kesepian, karena kini ia hanya tinggal sendirian. Jaka Tarub juga merasa bersalah karena ia belum memenuhi keinginan ibunya, yaitu melihat anaknya menikah dan menggendong cucu.
Di hari-hari selanjutnya, Jaka Tarub menghabiskan waktunya dengan berburu dan membagikan hasil buruannya pada warga. Hanya dengan berburu Jaka Tarub bisa melupakan kesedihannya sejenak. Hingga pada suatu pagi, saat ia sedang berburu di Hutan Wanawasa ia merasa bosan karena ia tidak mendapatka hewan apa pun.
Karena merasa haus dan lelah, ia pun pergi ke arah telaga yang disebut dengan Telaga Toyawening. Saat hampir sampai, ia mendengar suara beberapa wanita yang sedang berbincang sambil tertawa kecil, tapi ia berpikir mungkin ini semua hanya khayalannya saja.
Namun, suaranya semakin jelas dan semakin kencang saat Jaka Tarub mendekati telaga. Ternyata, ada tujuh orang gadis cantik yang sedang mandi di telaga itu. Jaka Tarub tekejut bukan main dan jantungnya berdetak kencang.
Jaka Tarub memperhatikan satu per satu gadis di telaga itu. Semuanya berparas sangat cantik. Dari percakapan mereka, Jaka Tarub tahu kalau tujuh gadis itu adalah bidadari yang turun dari kayangan.
Jaka Tarub melihat tumpukan pakaian bidadari di atas sebuah batu besar. Semua pakaian itu memiliki warna yang berbeda-beda. Jaka Tarub pun berpikir jika ia mengambil salah satu pakaian ini, ia tidak akan bisa kembali ke kayangan. Akhirnya, ia diam-diam mengambil salah satu pakaian yang berwarna merah.
Saat mendekati terbenamnya matahari, para bidadari ini ingin kembali ke kayangan. Namun, salah satu bidadari tidak bisa menemukan pakaiannya. Keenam bidadari yang lain mencoba membantu mencari pakaiannya tapi tidak juga berhasil.
Dari kejadian ini, Jaka Tarub mendengar bahwa bidadari yang bajunya ia ambil bernama Nawangwulan. Nawangwulan menangis panik karena tanpa pakaian dan selendangnya, ia tidak akan bisa kembali ke kayangan. Dengan terpaksa, para bidadari yang lain harus pergi meninggalkan Nawangwulan karena hari akan semakin gelap.
Nawangwulan kelihatan putus asa. Tiba-tiba tanpa sadar, ia berucap Barangsiapa yang bisa memberiku pakaian akan, aku jadikan saudara bila ia perempuan, tapi bila ia laki-laki, akan aku jadikan suamiku, Jaka Tarub pun buru-buru pulang untuk menyembunyikan pakaian Nawangwulan dan membawa baju mendiang ibunya untuk dipinjamkan pada Jaka Tarub.
Setelah sampai kembali ke telaga, Jaka Tarub menghampiri Nawangwulan dan memberikannya pakaian. Setelah Nawangwulan berpakaian, ia memenuhi janji yang sudah ia ucap, ia akan menikahi Jaka Tarub. Pernikahan mereka pun berlangsung lama dan mereka dikaruniai seorang anak yang mereka namakan Nawangsih.
Sejak menikah, Jaka Tarub akhirnya bisa menemukan kebahagiaannya kembali, tapi ada satu hal yang masih mengganjal di pikirannya. Ia merasa heran mengapa padi di lumbung mereka tidak berkurang walau dimasak setiap hari. Bahkan, panen yang diperoleh secara teratur membuat lumbung mereka hampir tidak muat lagi.
Lalu, di suatu pagi saat Nawangwulan ingin pergi mencuci ke sungai, ia menitipkan anaknya pada Jaka Tarub. Ia juga mengingatkan suaminya agar tidak membuka tutup kukusan nasi yang sedang ia masak. Karena terasa sudah lama, Jaka Tarub ingin melihat apakah nasi itu sudah matang, membukanya hingga lupa dengan pesan Nawangwulan.
Betapa terkejutnya Jaka Tarub demi melihat isi kukusan itu. Nawangwulan hanya memasak setangkai padi. Ia langsung teringat akan persediaan padi mereka yang semakin lama semakin banyak. Terjawab sudah pertanyaannya selama ini.
Saat Nawangwulan sampai ke rumah, ia melihat suaminya dengan amarah karena suaminya telah melupakan titipannya. Hilang sudah kesaktianku untuk mengubah setangkai padi menjadi sebakul nasi, ucap Nawangwulan. Mulai saat itu Nawangwulan harus menumbuk nasi untuk dimasak dan suaminya harus menyediakan lesung untuknya.
Sejak hari itu, persediaan padi mereka semakin lama semakin menipis. Bahkan sekarang padi itu sudah tinggal tersisa di dasar lumbung. Seperti biasa, di pagi selanjutnya, Nawangwulan ke lumbung yang terletak di halaman belakang untuk mengambil padi.
Ketika sedang menarik batang-batang padi yang tersisa sedikit itu, Nawangwulan merasa tangannya memegang sesuatu yang lembut. Karena penasaran, Nawangwulan terus menarik benda itu. Wajah Nawangwulan seketika pucat karena terkejut melihat benda yang baru saja berhasil diraihnya adalah baju bidadari dan selendangnya yang berwarna merah.
Nawangwulan merasa kecewa dan marah pada Jaka Tarub karena ia merasa sudah ditipu selama ini. Saat ia bertemu Jaka Tarub ia memutuskan untuk kembali ke kayangan dan meninggalkan suami dan anaknya.
Namun, Nawangwulan tidak akan melupakan anaknya, jika Nawangsih ingin bertemu ibunya, Jaka Tarub harus membakar batang padi dan diletakkan di dekat Nawangsih. Tentunya, dengan syarat Jaka Tarub tidak boleh ada di dekatnya. Jaka Tarub hanya bisa meratapi ini semua. Ia tahu bahwa ini semua adalah salahnya dan ia harus menanggung segala akibatnya.
Begitulah cerita Jaka Tarub dan bidadari cantik. Pesan moral yang bisa diambil dari cerita ini adalah sepintar apa pun kita menyembunyikan sesuatu, pada akhirnya akan terbongkar juga.






