Temani Soekarno di Saat Akhir, Tangis Hatta Pecah Kala Genggam Tangan Sang Sahabat

Temani Soekarno di Saat Akhir, Tangis Hatta Pecah Kala Genggam Tangan Sang Sahabat

Gaya Hidup | BuddyKu | Selasa, 20 Juni 2023 - 06:11
share

JAKARTA Soekarno dan Mohammad Hatta bukan hanya pasangan proklamator kemerdekaan RI, tetapi juga sahabat dekat yang memiliki hubungan teramat erat. Persahabatan kedua tokoh perjuangan Indonesia itu terlihat dari momen-momen terakhir hidup Bung Karno.

Pada Februari 1970, kondisi Bung Karno yang telah menjadi tahanan politik, semakin parah karena penyakit ginjal yang dideritanya. Beliau dirawat di Wisma Yaso setelah putrinya Rachmawati memohon untuk memindahkan Sang Ayah dari Istana Bogor.

Di Wisma Yaso, Bung Karno tergolek lemah di sebuah ruang perawatan yang sangat sederhana untuk ukuran seorang mantan presiden.

Mendengar kabar tentang kondisi Soekarno, Hatta pun berbicara kepada istrinya Rachmi. Sambil menangis, Hatta mengatakan bahwa dia bermaksud menemui Bung Karno. Namun, keinginan Hatta itu ditolak sang istri, yang mengatakan bahwa Bung Karno saat itu telah menjadi tahanan politik dan tidak dapat ditemui.

"Soekarno adalah orang terpenting dalam pikiranku. Ia sahabatku. Kami pernah dibesarkan dalam suasana yang sama agar negeri ini merdeka. Bila memang ada perbedaan di antara kami, itu lumrah. Tapi aku tak tahan mendengar Sukarno disakiti seperti ini, tegas Hatta seperti dikutip pada buku Soekarno Fatmawati Sebuah Kisah Cinta Klasik.

Hatta kemudian menulis surat kepada Soeharto menyampaikan keinginan untuk bertemu dengan Soekarno. Uniknya, surat itu langsung disetujui oleh Soeharto dan Hatta diperbolehkan Bung Karno.

Saat Hatta datang ke kamar perawatan, Bung Karno yang sudah hampir tidak sadar, tubuhnya tidak kuat menahan sakit. Dia menghampiri pembaringan Bung Karno dengan hati-hati, tanpa bisa menyembunyikan kesedihannya.

Menyadari kehadiran Hatta, Soekarno pun membuka matanya dengan menahan sakit dan menyapanya. Hatta berusaha menjawab Soekarno dengan wajar, karena tidak ingin sahabatnya itu tahu bahwa dia sedang bersedih.

Sambil sedikit tersenyum menghibur Hatta hanya bisa menjawab dengan menanyakan kondisi Soekarno.

Hatta menyapanya dengan No, sebutan yang digunakannya di masa lalu. Tangannya memegang lembut tangan Soekarno. Panasnya menjalari jemarinya. Ia ingin memberikan kekuatan pada orang yang sangat dihormatinya ini.

Hoe gaat het met jou ? (Bagaimana keadaanmu?) ucap Soekarno.

Hatta memaksakan diri tersenyum. Tangannya masih memegang lengan Soekarno. Soekarno kemudian terisak bagai anak kecil. Lelaki perkasa itu menangis di depan kawan seperjuangannya, bagai bayi yang kehilangan mainan. Hatta tidak lagi mampu mengendalikan perasaannya. Pertahanannya bobol. Air matanya juga tumpah. Ia ikut menangis.

Kedua teman lama yang sempat berpisah itu saling berpegangan tangan seolah takut berpisah. Hatta tahu, waktu yang tersedia bagi orang yang sangat dikaguminya ini tidak akan lama lagi.

Ia juga tahu, betapa kejamnya siksaan tanpa pukulan yang dialami sahabatnya ini. Sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh manusia yang tidak punya nurani.

"No," hanya itu yang bisa terucap dari mulut Hatta. Ia tidak mampu mengucapkan lebih. Bibirnya bergetar menahan kesedihan sekaligus kekecewaannya. Jauh di lubuk hatinya, Hatta sangat marah kepada penguasa baru yang sampai hati menyiksa Bung Karno. Walau prinsip politik di antara dirinya dan Soekarno tidak bersesuaian, namun hal itu sama sekali tidak merusak persahabatannya yang demikian erat dan tulus.

Hatta masih memegang lengan Soekarno ketika kawannya ini kembali memejamkan matanya. Jarum jam terus bergerak.

Merambati angka demi angka. Sisa waktu bagi Soekarno kian tipis. Sehari setelah pertemuan dengan Hatta, kondisi Soekarno yang sudah buruk, terus merosot. Putera Sang Fajar itu tidak mampu lagi membuka kedua matanya. Suhu badannya terus meninggi. Soekarno kini menggigil. Peluh membasahi bantal dan piyamanya.

Dengan sisa kekuatan yang masih ada, Soekarno menggerakkan tangan kanannya, memegang lengan dokternya. Mardjono merasakan panas yang demikian tinggi dari tangan yang amat lemah ini. Tiba-tiba tangan yang panas itu terkulai.

Detik itu juga Soekarno menghembuskan nafas terakhirnya. Kedua matanya tidak pernah mampu lagi untuk membuka. Tubuhnya tergolek tak bergerak lagi. Kini untuk selamanya.

Situasi di sekitar ruangan sangat sepi. Udara sesaat terasa berhenti mengalir. Suara burung yang biasa berkicau tiada terdengar. Kehampaan sepersekian detik yang begitu mencekam. Sekaligus menyedihkan. Dunia melepas salah seorang pembuat sejarah yang penuh kontroversi.

Banyak orang menyayanginya, tapi banyak pula yang membencinya. Namun semua sepakat, Soekarno adalah seorang manusia yang tidak biasa. Yang belum tentu dilahirkan kembali dalam waktu satu abad.

Manusia itu kini telah tiada. Dokter Mardjono segera memanggil seluruh rekannya, sesama tim dokter kepresidenan. Tak lama kemudian mereka mengeluarkan pernyataan resmi: Soekarno telah meninggal. Berita kematian Bung Karno dengan cara yang amat menyedihkan menyebar ke seantero Pertiwi. Bangsa ini benar-benar berkabung.

Putera Sang Fajar telah pergi dengan status tahanan rumah. Padahal dia merupakan salah satu proklamator kemerdekaan bangsa ini dan menghabiskan 25 tahun usia hidupnya mendekam dalam penjara penjajah kolonial Belanda demi kemerdekaan negerinya.

Topik Menarik