Keadaan dan Pilihan Serba Sulit Anggota Gerakan DI/TII
KOTA MALANG, NETRALNEWS.COM - Perang mempertahankan Kemerdekaan RI tahun 1945-1950 telah usai, meninggalkan sebuah paradigma baru bagi pejuang-pejuang yang terlibat dalam revolusi fisik.
Era itu adalah masa-masa yang menyeret berbagai kalangan dalam panggung drama hidup dan mati demi tanah air. Berbagai golongan tumpah ruah menjadi satu dalam semangat mengusir para penjajah. Tidak peduli dari golongan santri, nasionalis, komunis, dan republik, tua hingga muda bergerak dalam mobilisasi sosial dengan tujuan yang sama
Dalam situasi damai Amid, Kiram, dan Jun berencana bergabung dalam kesatuan resmi di bawah pemerintahan republik setelah berjuang mati-matian membela tanah air dibawah komando panji-panji Hizbullah. Namun, sejarah malah membawa Amid dalam situasi yang tidak benar-benar diinginkan.
Sebuah kereta yang seharusnya membawa laskar Hizbullah untuk dilantik menjadi tentara secara resmi malah memberondong rentetan peluru yang mengantarkan teman-temannya pada kematian yang tragis.
Berbagai spekulasi bermunculan dugaan-dugaan didasari rasa marah dan benci membuat suasana menjadi semakin kalut. Laskar Hizbullah yang merasa dikhianati oleh golongan republik lebih-lebih komunis memutuskan bergabung dengan Khilafah Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo membentuk gerakan DI/TII
Keputusan Amid beberapa tahun kemudian tidak benar-benar ia yakini sebagai keputusan yang tepat. Kemudian hari Amid menyadari bahwa situasi semakin sulit saat ia dan teman-temannya berhasil menembak seorang Letnan yang sedang berpatroli.
Letnan itu bisa dipastikan seorang republik, tentara resmi milik pemerintah Indonesia yang diakui secara sah. Hal yang benar-benar membuat Amid bimbang adalah sang Letnan menyembah Tuhan yang sama seperti Amid, bisa dilihat dari Al-Quran dan tasbih yang ditemukan diskusi Letnan
Sebagai seorang sastrawan yang kerap kali mengambil tema yang berhubungan dengan individu subordinat atau orang-orang yang terpinggirkan, cerita yang ditulis oleh Ahmad Tohari tentu bukan sebuah cerita yang kosong tanpa data pendukung. Novel Lingkar Tanah Lingkar Air menunjukkan situasi yang serba sulit bagi simpatisan DI/TII.
Aku merasakan adanya dua kekuatan tarik-menarik, suatu pertentangan yang mulai mengembang dalam hatiku. Seorang lelaki, militer yang baru kubunuh itu, agaknya ingin selalu merasa dekat dengan Tuhan. Dan ia telah ku habisi nyawanya. Sementara itu aku harus percaya bahwa Tuhan yang selalu ingin diingatkan melalui tasbih dan Quran-nya itu pastilah Tuhanku juga, Yakni Tuhan kepada siapa gerakan Darul Islam ini mengatasnamakan hikmahnya. Hatiku terbelah oleh ironi yang terasa sulit.
Ahmad Tohari
Sedikit banyak kutipan ini menggambarkan situasi Amid yang serba sulit di mana ia harus berperang dengan orang yang sama-sama menyembah Tuhan yang disembah DI/TII.
Cerita menjadi lebih kompleks saat Amid menyadari ia sudah tidak bisa kembali dengan cara damai, Amid dihadapkan pada pilihan jika ia kembali maka bukan hanya dia saja yang mati tapi juga Emak, Ayah, Umi (Istri Amid), Sri (Anak Amid), Kyai Ngumar, dan orang-orang yang memiliki hubungan dengan Amid.
Sejarah membawa Amid pada pilihan terus bertahan di gunung demi nyawa orang-orang disekitarnya, atau kembali memihak republik dengan taruhan resiko yang tidak bisa ia bayangkan.
Bukan hanya persepsi individu
Sepanjang cerita kita disuguhkan kegagalan individu dalam mengambil keputusan yang tepat sehingga membawanya dalam situasi yang tidak diinginkan. Sejarah memaksa anggota DI/TII untuk mengangkat senjata dan melawan saudara seiman mereka sendiri dari golongan republik.
Secara sederhana, setiap tokoh percaya bahwa yang mendorong mereka mengambil keputusan demikian adalah keinginan dan motivasi pribadi.
Tanpa sadar sering kali peraturan-peraturan yang tidak kita sadari akan menentukan cara kita mengambil keputusan. Meminjam pemikiran Michel Foucault yang pada intinya menyampaikan Jika kita ingin memahami kenapa seseorang melakukan tindakan tertentu, maka tidak hanya memahami keinginan, kepercayaan, motivasi individu tersebut melainkan peraturan yang tidak disadari menentukan apa yang dianggap penting dan tidak penting.
Bisa jadi keterlibatan Amid dalam perang kemerdekaan tahun 1945-1950 bukan karena keinginannya untuk mempertahankan tanah air. Namun fatwa membela tanah air adalah hukum-nya wajib dan termasuk dalam jihad menjelma menjadi sebuah aturan abstrak yang memanggil hati setiap muslim pada kala itu untuk turun perang.
Bahkan keterlibatan Amid dalam DI/TII bisa jadi bukan karena spekulasi dan dugaan pengkhianatan kaum komunis yang ada dalam tubuh republik namun mobilisasi golongan islam daerah Priangan yang secara umum membuatnya menjadi aturan tidak kasat mata namun diikuti tanpa sadar.
Lebih dalam mungkin saja Ahmad Tohari menulis novel ini tidak didasari dari semangat untuk menuliskan sastra orang-orang terpinggirkan melainkan aturan lain yang tidak disadari entah itu berhubungan dengan ekonomi, politik, kebudayaan, dan sebagainya.
Bukan satu-satunya contoh
Secara singkat penulis tertarik memahami hubungan antara Novel Lingkar Tanah Lingkar Air dengan pemikiran Michel Foucault, kita tidak bisa menyimpulkan terjadinya sejarah semata-mata adalah karena dorongan semangat, motivasi, dan keinginan individu.
Aturan-aturan yang tanpa sadar membangun pemikiran kita sering kali dilupakan sebagai salah satu aspek bergeraknya sejarah hal demikian secara sederhana disebut sebagai Episteme.
Episteme: aturan yang tidak disadari yang menggawangi diskursus keilmuan dalam masyarakat dan waktu tertentu; serta menentukan apa yang dianggap serius dan tidak dalam komunitas keilmuan tersebut.
Jika kita berfikir secara liar bisa saja sebenarnya munculnya simpatisan gerakkan-gerakkan separatis dari periode kemerdekaan sampai sekarang bukan didorong dari motivasi yang berasal dari diri sendiri melainkan berbagai macam peraturan atau keadaan yang memaksa seseorang mengangkat senjata dan melakukan aksi-aksi pemberontakan
Jika benar hal demikian melatarbelakangi munculnya sebuah pemberontakan maka DI/TII bukan satu-satunya kelompok yang melakukan sebuah pemberontakkan tanpa sebuah keadaan/aturan yang memaksa. Bisa saja sering-nya PKI melakukan pengkhianatan dikarenakan situasi tertentu memaksa PKI untuk memberontak.
Jangan lupakan berbagai pemberontakan bersenjata di republik ini bisa jadi bukan karena motivasi individu melainkan keadaan yang serba sulit sehingga memaksa terjadinya sebuah pemberontakan bersenjata. Sebut saja PRRI, Permesta, APRA, Andi Aziz, RMS, GAM, hingga yang masih terjadi semacam OPM bisa jadi karena situasi tertentu yang memaksa namun tidak disadari.
Faktanya gerakan DI/TII yang dilihat dari kacamata Amid tokoh karangan Ahmad Tohari bukan satu-satunya individu yang terjebak dalam situasi yang serba sulit. Bisa jadi seperti kasus Amid sejarah tercipta bukan karena keinginan dan motivasi individu belaka melainkan adanya sebuah peraturan yang memaksa dan tidak disadari.
Lantas apakah mungkin sebenarnya terjadinya pemberontakkan sekarang karena adanya sebuah keadaan yang memaksa dan tidak disadari?
Penulis: Ian Iradatillah Muhtarom








