Nenek Pembentuk Karakter Raja Saleh

Nenek Pembentuk Karakter Raja Saleh

Gaya Hidup | BuddyKu | Jum'at, 9 Juni 2023 - 06:05
share

SUSUHUNAN Paku Buwono (PB) I berkuasa sekitar 15 tahun. Raja ketiga Mataram semasa di Ibu Kota Negara (IKN) Kartasura wafat pada 1719. PB I naik takhta pada 1705 setelah menyingkirkan keponakan dan mantan menantunya Amangkurat III.

Selama memimpin Mataram, PB I didampingi sosok permaisuri yang hebat. Namanya Ratu Balitar. Kelak populer dengan sebutan Kanjeng Ratu Paku Buwono. Asalnya dari Madiun. Ratu Balitar ini masih keturunan Panembahan Juminah. Salah satu putra Panembahan Senopati dengan Retno Dumilah.

Dari perkawinan ini lahir tiga orang anak laki-laki. Putra sulungnya bernama Raden Mas (RM) Suryaputra. Kedua, Pangeran Purbaya, dan anak ketiga, Pangeran Balitar. Kelak Suryaputra diangkat menjadi putra mahkota. Gelarnya Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Amangkunagara.

Suryaputra menjadi pewaris takhta Mataram. Pewarisan takhta itu menguatkan terjadinya pergeseran trah Amangkurat II kepada Paku Buwono I. Sekaligus memperteguh keberlanjutan trah Ki Ageng Giring. Penguasa Mataram tak lagi utuh dari keturunan Ki Ageng Pemanahan. Namun ada darah dari Ki Ageng Giring.

Setelah Amangkurat III diasingkan ke Sri Lanka, situasi politik Kartasura relatif stabil. Sukses PB I mengendalikan situasi sosial dan politik Mataram itu tak bisa lepas dari peran permaisurinya. Ratu Paku Buwono cukup menghiasi ketatanegaraan Mataram.

Mulai penataan kelembagaan, penempatan pejabat, hingga persiapan suksesi. Semua berjalan mulus. Siasat politik Ratu Paku Buwoni diakui kawan maupun lawan. Ibu Suri ini juga menciptakan sejumlah buku penting. Semua berakar pada tradisi suci Islam. Dia disebut ingkang yasa atau menciptakan naskah Serat Menak yang ditulisnya pada 1715. Kini serat tersebut masih tersimpan di Perpustakaan Nasional RI.

Serat Menak sebagian dari tradisi suci mengenai para nabi Islam. Sekitar 1720-an, Ratu Paku Buwono juga menciptakan Babad Tanah Djawi . Bercerita sejarah Jawa. Dari Nabi Adam hingga era Kartasura. Menjelang akhir pemerintahan suaminya, Ratu Paku Buwono masih punya pengaruh yang sangat kuat.

Ratu Paku Buwono juga menulis buku dalam Carita Sultan Iskandar pada 1729. Dia juga menulis Cerita Nabi Yusuf. Dari sekian karyanya yang luar biasa berjudul Kitab Usulbiyah . Mulai ditulis pada Desember 1729. Buku ini bercerita tentang sejarah para nabi versi Jawa. Ratu Paku Buwono juga membuat karya Suluk Garwa Kencana . Isinya mengenai pengaruh Islam dalam kehidupan dan kebudayaan kerajaan Jawa.

Pengaruh politik Ratu Paku Buwono terjadi bukan pada masa anaknya, Amangkurat IV, berkuasa. Namun di era cucunya, Paku Buwono II. Raja ini berkuasa di bawah pengaruh sang nenek. Terutama dalam membentuk karakter raja yang saleh sesuai ajaran-ajaran Islam.

Paku Buwono II merupakan anak dari Amangkurat IV atau Sunan Amangkurat Jawi. Meski bergelar Amangkurat IV, raja ini bukan anak Amangkurat III. Tapi putra mahkota dari Paku Buwono I. Saat naik takhta, memilih gelar seperti kakeknya, Amangkurat I atau Hamangkurat Agung. Sebaliknya, penerus Amangkurat IV enggan memakai gelar seperti ayahnya. Sebutan yang dipakai merujuk gelar kakeknya. Paku Buwono II.

Ratu Paku Buwono wafat pada 1732. Perempuan berpengaruh, permaisuri Paku Buwono I, ibunda Amangkurat IV, dan nenek dari Paku Buwono II itu tidak dimakamkan di kompleks Imogiri. Makamnya ada di Kampung Nitikan, Umbulharjo Jogja. Padahal di Imogiri ada kompleks bernama Pakubuwanan.

Di sini bersemayam jasad suaminya, Paku Buwono I beserta putranya Amangkurat IV dan cucunya, Paku Buwono II. Mereka adalah raja Mataram Kartasura ketiga, keempat, dan kelima.

Makam Nitikan letaknya tak jauh dari Masjid Panitikan. Sekarang bernama Masjid Sultonain. Masjid Panitikan menjadi tetenger pecahnya Mataram menjadi dua. Di masjid itu ada ciri warna Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta.

Itu ditunjukkan dengan warna lantainya. Di sisi utara berwarna abu-abu dengan tembok berwarna biru muda (Kasunanan). Sedangkan di lantai selatan berwarna merah dengan tembok putih (Kasultanan). Makam di dekat masjid juga dibagi dua. Sebelah barat milik Kasunanan dan timur milik Kasultanan. Kompleks makam dirawat abdi dalem kedua kerajaan keturunan Ratu Paku Buwono tersebut. (laz)

Topik Menarik