Kasus Rebecca Klopper, Jangan Gunakan Istilah Revenge Porn

Kasus Rebecca Klopper, Jangan Gunakan Istilah Revenge Porn

Berita Utama | BuddyKu | Rabu, 7 Juni 2023 - 10:34
share

AKURAT.CO, Beberapa waktu belakangan, warganet dihebohkan dengan tersebarnya video intim nonconsensual durasi 47 detik yang diduga dilakukan artis muda Rebecca Klopper. Video tersebut diasumsikan tersebar tanpa izin dari artis perempuan tersebut dan menuai berbagai reaksi dari warganet.

Karena penyebarannya yang dilakukan tanpa persetujuan, banyak yang menyebut kasus ini dengan istilah Revenge Porn . Istilah ini bahkan sampai trending di berbagai sosial media, sebut saja Twitter dan Instagram.

Bukan Revenge Porn!

Istilah ini berawal pada tahun 1888 saat fotografer New York, Le Grange Brown menjual ratusan foto nude perempuan tanpa izin atau persetujuan korban. Seiring berjalannya waktu, aksi ini banyak dilakukan oleh mantan pasangan mereka ketika hubungan berakhir.

Meskipun istilah Revenge Porn sudah banyak beredar, namun ternyata istilah tersebut sangat tidak tepat, lho.

Dilansir dari akun twitter @safenetvoice, kata revenge mempunyai arti balas dendam. Karenanya, Revenge Porn mempunyai kesan bahwa pada kasus ini pelaku sedang melakukan upaya balas dendam kepada korban.

Hal tersebut memberikan pandangan victim blaming (menyalahkan korban) kepada orang-orang. Karena mereka akan menganggap korban telah melakukan kesalahan besar pada pelaku dan pantas mendapat hukuman dengan tersebarnya konten intim milik korban.

Sementara kata porn atau pornografi mengacu pada industri hiburan, padahal konten intim pada kasus ini biasanya tidak ditujukan untuk hiburan khalayak ramai, namun atas dasar intimasi sebagai pasangan.

Dengan problematikanya istilah Revenge Porn , maka istilah tersebut akan lebih tepat diganti dengan dengan Non-Consensual Intimate Images Violence atau Penyebaran Konten Intim Non-Konsensual.

Mengenal istilah yang tepat

Istilah Non-Consensual Intimate Images Violence yang kerap kali disingkat menjadi NCII diajukan pertama kali oleh Coding Rights dan Internet Lab . NCII merupakan salah satu kasus Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO), di mana pelaku memanfaatkan konten intim korban dengan tujuan mengancam dan mengintimidasi korban agar menuruti kemauan pelaku.

Penggunaan istilah ini lebih memihak korban dapat menjadi langkah awal untuk memahami kasus serta menumbuhkan empati terhadap korban. Karena semua korban pelecehan seksual baik itu secara daring maupun langsung akan meninggalkan luka yang mendalam bagi mereka.

Apalagi saat ini media sosial sudah menjamur di masyarakat luas serta dapat diakses dengan mudah dan kapan saja.

Bentuk lain dari NCII adalah produksi konten intim yang dilakukan secara non-konsensual, seperti merekam korban secara diam-diam, dengan paksaan, ataupun dengan memanfaatkan teknologi seperti deepfake.

Kasus NCII yang dialami arti Rebecca Klopper merupakan bentuk kejahatan dengan hukuman pidana dibawah UU TPKS Pasal 14 ayat 1 (kekerasan seksual berbasis elektronik).

Berikut hal yang bisa dilakukan apabila seseorang mengalami kasus seperti Rebecca Klopper. Meski konteks dan situasi yang dialami berbeda-beda, namun secara umum korban dapat melakukan hal berikut ini:

1. Simpan barang bukti

Korban bisa menyimpan bukti berupa screenshot (tangkapan layar) atas ancaman yang diberikan oleh pelaku. Masukkan link postingan media sosial yang digunakan pelaku untuk melakukan tindak kekerasan.

Simpan barang bukti tersebut dengan membuat catatan kronologi kejadian. Hal ini dapat memudahkan jika suatu saat korban ingin melapor ke pihak berwenang.

2. Putus komunikasi dengan pelaku

Usahakan untuk menutup semua jalur komunikasi dengan pelaku. Caranya dengan memblokir, deaktivasi akun sementara waktu, atau mengganti/menghapus akun secara permanen.

Jangan turuti permintaan pelaku apabila dia masih terus menghubungi dan mengancam.

3. Membuat pemetaan risiko

Pemetaan risiko ini dapat digunakan untuk antisipasi kejadian selanjutnya. Pemetaan risiko dapat ditanyakan pada diri sendiri mengenai kekhawatiran apabila konten intim disebarkan, apa saja data pribadi yang dimiliki pelaku, serta apakah konten intim tersebut dapat dengan mudah mengidentifikasi diri.

4. Melaporkan ke platform digital

Gunakan fitur report yang ada di setiap media sosial terhadap akun dan postingan yang dibuat pelaku. Report terus menerus akan membuat pelaku diblokir secara permanen oleh media sosial.

Topik Menarik