Ketentuan Mengganti Puasa bagi Orang Sakit, Wajib Membayar Fidyah
JAKARTA, celebrities.id - Ketentuan mengganti puasa bagi orang sakit perlu diketahui umat Muslim. Pasalnya, hutang berpuasa sama saja kita hutang pada Allah SWT.
Puasa merupakan ibadah yang dilakukan umat Muslim di bulan Ramadan dengan menahan diri dari makan, minum, hawa nafsu serta segala hal yang membatalkan puasa, dari mulai matahari terbit hingga matahari tenggelam.
Namun, tidak semua orang mampu menjalankan ibadah puasa karena berbagai hal. Dalam Islam, beberapa orang yang tidak mampu menjalankan puasa diperbolehkan untuk tidak berpuasa seperti halnya orang sakit.
Ketentuan mengganti puasa bagi orang sakit
Mengutip berbagai sumber, Selasa (30/5/2023), mereka yang tidak mampu menjalankan ibadah puasa juga tidak harus mengganti puasa di lain waktu. Namun, mereka diwajibkan untuk membayar fidyah sebagai pengganti puasa Ramadan yang dilewatkan.
Sinopsis Mencintai Ipar Sendiri Eps 10: Shilla Desak Rafki Bersumpah Tak Akan Cinta pada Ayuna
Membayar fidyah berarti mengganti hutang puasa dengan cara memberi makan orang yang miskin. Namun, sebelum membahas bagaimana cara membayar fidya puasa untuk orang sakit, sebaiknya telaah dulu siapa yang boleh membayar fidya tersebut.
Allah SWT berfirman: "... dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur". ( QS Al-Baqarah : 185).
Sementara itu, menurut Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin pada bukunya yang bertajuk Fushul fi Shiyam, orang yang sakit terdiri atas dua kelompok.
Untuk kelompok pertama, yakni orang yang sakit terus menerus dan tidak mungkin diharapkan kesembuhannya, seperti orang yang mengidap penyakit kanker.
Orang tersebut tidak wajib untuk berpuasa, karena tidak ada kesempatan yang bisa diharapkan untuk bisa melaksanakan puasa. Namun, pengidap kanker wajib memberikan makanan kepada orang miskin dari setiap hari puasa yang dia tinggalkan.
Caranya, bisa dilakukan dengan mengumpulkan orang-orang miskin sejumlah hari-hari yang dia tinggalkan, kemudian memberi mereka makan siang atau makan malam, sebagaimana yang dilakukan oleh Anas bin Malik ketika masa tuanya.
Selain itu, bisa juga dilakukan dengan cara menyerahkan makanan pada orang miskin sejumah hari-hari yang dia tinggalkan. Seperti halnya kelompok tersebut merupakan lansia yang tidak mampu lagi untuk melaksanakan puasa.
Selanjutnya, kelompok kedua yakni orang yang sakitnya tidak terus-menerus dan dapat diharapkan untuk sembuh. Seperti halnya sakit demam dan sebagainya. Kelompok tersebut memiliki tiga keadaan.
Di mana keadaan pertama yaitu bila tidak memberatkan dan membahayakannya bila berpuasa. Maka tetap wajib baginya untuk berpuasa karena tidak ada uzur baginya.
Kemudian keadaan kedua, yakni memberatkannya jika berpuasa tapi tidak membahayayakannya, maka hukumnya makruh bila melaksanakan puasa. Karena itu dia telah meninggalkan rukhshah (keringanan)dari Allah dan memberatkan diri sendiri.
Lalu, keadaan ketiga, yaitu membahayakan dirinya bila melaksanakan puasa. Keadaan tersebut haram hukumnya bila dia melaksanakan puasa, karena bisa menimbulkan kecelakaan bagi dirinya sendiri.
Allah Taala telah berfirman: Dan janganlah kalian membunuh diri kalian sendiri, sesungguhnya Allah Maha Pemurah kepada kalian. ( An-Nisa/4 :29)
Dan Allah Taala berfirman: Dan janganlah kalian melemparkan diri kalian sendiri ke dalam kebinasaan. ( QS Al-Baqarah : 195)
Kemudian, dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda: "Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membahayakan orang lain," Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Al Hakim.
Sementara itu, untuk menjawab banyaknya pertanyaan seputar kewajiban membayar fidyah dengan makanan pokok atau harus diganti uang, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menjelaskan bahwa orang yang tidak mampu berpuasa secara permanen (orang tua renta, orang sakit parah yang tidak bisa diharapkan kesembuhannya) dan lain-lain mendapat keringanan meninggalkan puasa. Dia juga tidak diharuskan mengqadha di waktu lain.
Sebagai gantinya, orang-orang tersebut diwajibkan membayar fidyah/karafat (denda). Menurut mazhab Syafii, fidyah yang wajib dikeluarkan adalah satu mud (675 gram/6,75 ons) per hari puasa yang ditinggalkan, berupa makanan pokok daerah setempat. Dalam konteks di Indonesia adalah beras. Jadi, apabila satu bulan penuh berarti 30 mud (20.250 gram atau 20,25 kilogram) beras.
Menurut mazhab Maliki, Syafii dan Hanbali, tidak diperbolehkan menunaikan fidyah dalam bentuk uang. Fidyah menurut pendapat mayoritas tersebut harus ditunaikan dalam bentuk makanan pokok daerah setempat. Adapun pendapat tersebut berlandashkan pada nash-nash syariat yang secara tegas memang memerintahkan untuk memberi makan fakir miskin, bukan memberi uang.










