Rahmat Menolak Bertakhta di Istana Pleret

Rahmat Menolak Bertakhta di Istana Pleret

Gaya Hidup | BuddyKu | Sabtu, 27 Mei 2023 - 06:06
share
RADAR JOGJA Trunajaya sempat menjadi raja bergelar Panembahan Maduretna sudah dilumpuhkan. Susuhunan Amangkurat II turun tangan sendiri. Raja Mataram itu mengeksekusi mantan sohib politiknya itu dengan tusukan keris. Trunajaya tewas setelah beberapa kali kena tikam keris Kyai Balabar. Eksekusi berlangsung di Payak, Kediri, Jawa Timur, pada 2 Januari 1680.
Sebelum dihukum mati, Trunajaya sebenarnya telah mengibarkan bendera putih. Tanda menyerah. Kejadiannya berlangsung pada 26 Desember 1679. Trunajaya berharap Rahmat memberikan grasi. Mengampuni tindakannya memimpin aksi turun ke jalan berujung aksi people power mendongkel kekuasaan Amangkurat I.
Trunajaya berpikir Amangkurat II bersedia memberikan pintu maaf. Alasannya, aksi demo yang dimulai dari Madura dan Surabaya, idenya sebenarnya dari Rahmat. Kejadiannya saat dirinya kali pertama bertemu dengan putra mahkota Mataram itu di Kajoran, Klaten, Surakarta. Keduanya dipertemukan oleh mertua Trunajaya, Panembahan Rama.
Rahmat tak menduga ide demo itu mendapatkan sambutan luar biasa. Didukung banyak elemen. Terutama dari kalangan ulama Kajoran dan Giri, Gresik, Jawa Timur. Dia semakin kaget dengan tindakan Trunajaya. Berani memproklamasikan diri menjadi raja Jawa.
Trunajaya juga memboyong beberapa putri Keraton Mataram. Selir-selir ayahnya, Amangkurat I tak luput dari sasaran. Semua ikut diangkut ke Kediri. Singkat kata Trunajaya dianggap telah lupa diri. Komitmen pertemuan Kajoran diingkari. Beberapa hal itu menjadikan Amangkurat II sulit memaafkan dan melupakan tindakan sahabatnya itu. Tindakan keras harus diambil.
Usai mengendalikan situasi, Sunan mulai menyeriusi gagasan membangun ibu kota negara (IKN) yang baru. Selama tiga tahun sejak penobatannya pada 1677, Amangkurat II belum memiliki istana. Dia raja Mataram pertama yang bertakhta tanpa istana.
Amangkurat II juga dikenal dengan sebutan Sunan Amral. Asalnya dari kata admiral atau laksamana. Lidah orang Jawa lebih gampang mengatakan amral dibandingkan admiral. Penobatan Rahmat diumumkan di atas kapal VOC. Saat itu Amangkurat II dalam perjalanan dari Tegal menuju Jepara. Dia mengenakan pakaian militer laksamana.
Usai penobatan, Rahmat itu tidak langsung kembali ke Istana Pleret. Bersama pasukan VOC, Amangkurat II konsentrasi memburu Trunajaya ke Kediri. Butuh waktu tiga menumpas gerakan Trunajaya. Pertengahan 1680, kelompok Trunajaya benar-benar telah berhasil dilumpuhkan. Situasi berangsur-angsur kondusif.
Tiba saatnya Amangkurat menentukan kabinetnya. Para bupati yang berjasa membantu menumpas Trunajaya dikukuhkan kembali. Sunan menerbitkan piagam kedudukan. Isinya para bupati tersebut tetap pada kedudukannya.
Bupati-bupati di pesisir dan pedalaman mengeluarkan maklumat. Ikrar setia mendukung Negara Kesatuan Kerajaan Mataram (NKKM) di bawah kepemimpinan Amangkurat II. Raja juga mengangkat sejumlah orang penting di kabinet. Di antaranya, pepatih dalem atau perdana menteri, panglima Tentara Nasional Mataram (TNM), menteri keuangan dan menteri urusan pangan.
Ada dua posisi sentral lainnya. Menteri pekerjaan umum dan kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kerajaan (Bappeka) Mataram. Kepada dua pembantunya itu, Amangkurat II memerintahkan mencari calon ibu kota baru.
Istana Pleret dianggap sudah tidak layak menjadi ibu kota. Pertimbangannya karena pernah diduduki musuh. Pleret dianggap telah tercemar. Sunan memutuskan membangun istana baru. IKN Mataram harus dipindahkan dari Pleret.
Kemudian dibentuklah tim. Tugasnya, nitik (observasi) dan nitis (survei). Amangkurat II menunjuk tiga pejabat senior. Tumenggung Mangu Oneng mengajukan Tingkir, Salatiga. Daerahnya cukup air dan hawanya sejuk. Sedangkan Ki Wiradigda mengusulkan Logender di kaki Gunung Merapi. Sekitar Desa Bangsalan, Teras, Boyolali.
Adipati Wurawan mengusulkan istana baru di bangun di Hutan Wanakerta. Pertimbangannya, tanahnya datar, subur dan strategis. Air cukup mudah tersedia dari Umbul Pengging, Boyolali. Lokasinya juga mudah dijangkau dari Pajang dan Mataram. Tak jauh dari Hutan Wanakerta ada daerah Delanggu. Dikenal tanahnya subur. Sampai sekarang dikenal sebagai penghasil beras.
Hutan Wanakerta ini diajukan sesuai wangsit yang diterima kakek Rahmat, Pangeran Pekik. Saat tetirah di Astana Butuh, makam Sultan Hadiwijaya, Pekik bermimpi cucunya bakal menjadi raja besar. Membangun istana di Hutan Wanakerta, dekat Pajang. Kerajaan yang dulu dipimpin Hadiwijaya.
Tiga usulan itu calon ibu kota dilaporkan ke Amangkurat II yang tengah berada di Semarang. Plus minusnya dibahas secara maraton. Kepala Bappeka Mataram Adipati Wurawan menyampaikan presentasi alasan dipilihnya Wanakerta. Amangkurat II menyetujui. Sunan berpesan agar pola ibu kota dan istana baru mengikuti Keraton Pleret.
Pembangunan ibu kota baru memerlukan waktu tujuh bulan. Sedikit berbeda dengan Pleret, di IKN baru Mataram ini memiliki dua lapangan luas. Alun-alun utara dan selatan. Sedangkan di Pleret baru punya satu alun-alun utara. Amangkurat II memasuki istana baru pada 11 September 1680. Dia memutuskan mengganti nama Wanakerta menjadi Kartasura Hadiningrat.
Meski sudah menempati istana baru di Kartasura, Amangkurat II masih punya ganjalan. Adiknya Pangeran Poeger belum bersedia mengakui kekuasaannya. Poeger bertakhta dengan gelar Susuhunan Ing Ngalaga. Dia masih menempati istana Pleret. Kini dua raja kembar yang sama-sama bertakhta di Mataram. (laz)

Topik Menarik