Kisah Kecerdikan Mantan Wadanjen Kopassus, Berhasil Tumpas PGRS/Paraku Tanpa Pertumpahan Darah

Kisah Kecerdikan Mantan Wadanjen Kopassus, Berhasil Tumpas PGRS/Paraku Tanpa Pertumpahan Darah

Gaya Hidup | BuddyKu | Jum'at, 27 Januari 2023 - 06:16
share

JAKARTA Letjen TNI (Purn) Sutiyoso terkenal dengan keberanian dan kelihaiannya dalam menjalankan setiap operasi di lapangan. Sejumlah operasi berbahaya pernah dilakukannya, terutama saat bertugas di Korps Baret Merah Kopassus.

Mengutip Sindonews , saat pertama kali diterima menjadi perwira pasukan Para Komando, lulusan Akademi Militer (Akmil) 1968 yang ketika itu baru berpangkat Letnan Dua (Letda) mendapat tugas BKO ke Yonif 323 Banjar Patronan.

Sutiyoso langsung diterjunkan dalam operasi penumpasan pemberontak Pasukan Gerilya Rakyat Serawak (PGRS)/Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku) di pedalaman belantara hutan Kalimantan sebagai Komandan Pleton (Danton) combat intelligence atau intelijen tempur.

PGRS/Paraku merupakan kelompok bersenjata yang pada awalnya dibina dan dilatih TNI saat konfrontasi dengan Malaysia pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno. Namun, perubahan kepemimpinan nasional dan membaiknya hubungan Indonesia-Malaysia membuat konfrontasi kedua negara tersebut berakhir.

Sayangnya PGRS/Paraku, kelompok yang berafiliasi dengan komunis ini masih tetap mengangkat senjata dan melakukan perlawanan. Hal ini membuat TNI terpaksa meredam perlawanan kelompok bersenjata ini dengan mengerahkan Kopassus.

Mengutip buku Sutiyoso The Field General, Totalitas Prajurit Para Komando, Sutiyoso bercerita saat itu dirinya berangkat dengan kapal laut menuju Pontianak, Kalimantan Barat. Setelah tiba di Pontianak, Sutiyoso melanjutkan perjalanan ke daerah pedalaman perbatasan Kalimantan Barat dan Serawak Malaysia.

Sutiyoso juga harus menyusuri Sungai Kapuas yang tidak semua aliran sungainya bisa dilalui dengan perahu badung-badung. Tak ayal, untuk mencapai daerah operasi, Sutiyoso dan pasukannya harus menempuh perjalanan darat dengan berjalanan kaki berkilo-kilometer.

Sutiyoso bahkan sempat menginap di rumah penduduk setempat yang merupakan suku Dayak, sebelum menuju titik sasaran. Di rumah adat Betang yang berukuran panjang ini terdiri dari petak-petak di mana setiap ruangan diisi masing-masing keluarga. Di bagian depan dan bawah rumah terdapat kandang anjing, kambing, ayam dan hewan ternak lainnya. Di kandang hewan peliharaan ini, Sutiyoso bersama pasukannya tidur.

Sutiyoso dan pasukannya tidak mau mengambil risiko dengan tidur di luar rumah lantaran rawan penyergapan oleh pihak musuh. Tanpa rasa jijik sedikitpun, Sutiyoso dan anggotanya beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan ke daerah sasaran. Setelah berjalan selama dua hari, dua malam menembus lebatnya hutan Kalimantan, Sutiyoso akhirnya tiba di daerah operasi.

Saat tiba di daerah operasi, pria kelahiran Semarang, Jawa Tengah 6 Desember 1944 ini pun dengan cermat membaca potensi ancaman. Mantan Wadanjen Kopassus ini memutuskan untuk menerapkan strategi antigerilya. Hal itu dilakukan mengingat musuh yang dihadapi melakukan perlawanan secara gerilya dan sangat menguasai medan pertempuran.

Bersama pasukan yang dipimpinnya, Sutiyoso menggalang kedekatan dengan kepala desa, kepala suku dan masyarakat setempat. Langkah ini diambil untuk mengambil hati dan memisahkan masyarakat Dayak dan Tionghoa dengan gerilyawan.

Selain untuk mengetahui siapa saja musuh yang dihadapi juga untuk menghentikan pasokan logistik kepada gerilyawan. Sutiyoso bersama pasukannya berhasil menggalang kedekatan dan berbaur dengan tokoh masyarakat, tokoh adat, dan masyarakat setempat. Mereka melakukan aktivitas bersama, memberikan pelayanan kesehatan, dan tidur bersama warga perkampungan. Namun demikian, hal itu dilakukan dengan tingkat kewaspadaan yang tinggi.

Saya dan pasukan sangat berupaya jangan sampai kepala desa atau kepala suku membantu gerilyawan PGRS/Paraku. Kalau itu sampai terjadi, kami bisa dihadang oleh PGRS/Paraku, kenang Bang Yos panggilan akrab Sutiyoso.

Upaya mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) menerapkan taktik antigerilya membuahkan hasil. Mereka berhasil mengisolasi gerilyawan PGRS/Paraku dengan masyarakat. Selama 10 bulan operasi, tak ada sebutir peluru pun yang diletuskan Sutiyoso dan pasukannya.Tidak hanya itu, tidak ada satupun anggotanya yang gugur dalam operasi tersebut.

Kenyang Pengalaman Operasi

Kiprah Sutiyoso sebagai prajurit Kopassus yang kenyang dengan pengalaman tempur di medan operasi juga diakui Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto. Dalam buku biografinya berjudul Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto Prabowo menganggap Sutiyoso sebagai sosok yang kenyang dengan pegalaman operasi.

Saya tahu beliau orang yang terlibat dalam berbagai operasi. Termasuk operasi penyusupan ke Timor Timur di bawah Pak Dading Kalbuadi. Pak Sutiyoso terkenal sebagai orang yang penuh humor. Orang lapangan yang banyak operasi, kenang Prabowo.

Tidak hanya itu, Prabowo juga menyebut Sutiyoso sebagai sosok yang patriotik dan cinta Tanah Air. Pak Sutiyoso sangat patriotik, dia Merah Putih. Itulah tipe senior-senior saya, guru-guru saya yang membina saya selama di tentara, ucapnya.

Topik Menarik