Kaidah Kebahasaan Teks Anekdot, Apa Saja?
JAKARTA, celebrities.id - Kaidah kebahasaan teks anekdot dapat menambah pengetahuan kamu terkait dengan unsur-unsur yang membangun sebuah teks.
Teks anekdot merupakan cerita singkat yang menarik, lucu dan mengesankan. Teks anekdot bertujuan untuk sindiran atau kritikan dengan sajian berbentuk humor atau lelucon.
Sindiran tersebut dapat berkaitan dengan masalah politik, hukum atau peristiwa sehari-hari. Bagian awal teks anekdot berguna untuk memberikan gambaran tentang isi teks. Kebanyakan bagian ini menerangkan hal unik yang akan ada di dalam teks.
Dalam bagian penyajian, teks anekdot ada yang berbentuk dialog atau percakapan dan ada yang berbentuk narasi. Bahkan, bentuk penyajian dapat berupa cerita bergambar. Meskipun demikian, inti dari penyajian teks anekdot adalah selalu berupa kalimat langsung.
Dilansir dari berbagai sumber, celebrities.id, Selasa (30/8/2022) telah merangkum kaidah kebahasaan teks anekdot, sebagai berikut.
Pengertian Teks Anekdot
Teks anekdot merupakan teks yang mengandung kelucuan disertai kritikan ataupun sindiran. Anekdot mengusung cerita mengenai orang-orang penting (tokoh masyarakat) atau terkenal berdasarkan kejadian yang sebenarnya. Anekdot juga dapat dimaknai sebagai cerita pendek yang mempunyai tujuan untuk menyampaikan karakteristik yang menarik mengenai sesuatu atau seseorang.
Teks anekdot juga dianggap sebagai bentuk penyadaran sosial. Dalam cerita anekdot disajikan untuk memberikan kesadaran pada masyarakat namun tetap dapat menghibur masyarakat yang membaca teks tersebut.
Kaidah Kebahasaan Teks Anekdot
Merujuk pada Modul Pembelajaran SMA Bahasa Indonesia kelas X (2020) oleh Indri Anatya Permatasari, inilah unsur-unsur kaidah kebahasaan teks anekdot yang dapat kamu simak.
1. Kalimat Imperatif
Kalimat imperatif merupakan kalimat yang bersifat atau memberi perintah atau dapat juga berupa peringatan atau larangan.
-Contoh:
Jangan coba-coba melawan atau aku laporkan Bapak kau
2. Kalimat Seru
Kalimat seru umumnya ditandai dengan tanda seru dan bersifat untuk menegaskan atau sebagai ungkapan rasa seseorang.
-Contoh:
Wow, besar sekali kue bolu ini!
3. Konjungsi Temporal
Konjungsi ini berarti kronologis (temporal), seperti, akhirnya, selanjutnya, kemudian, lalu.
-Contoh:
Kemudian di bawahnya, Roi mengoleskan lem beberapa sentimeter tebalnya.
4. Kalimat Retoris
Kalimat retoris merupakan kalimat pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban dan kebanyakan berupa sindiran.
-Contoh:
Jojo kemudian bertanya, Tuan, apakah pantas Tuan Hakim mengambil mahkota itu sebagai ganti tanda tangan Tuan?
5. Kalimat Langsung
Kalimat-kalimat langsung adalah petikan dari dialog para tokohnya, sementara kalimat tidak langsung adalah bentuk penceritaan kembali dialog seorang tokoh. Bahkan tidak sedikit anekdot yang semuanya berupa dialog yang menggunakan kalimat-kalimat langsung.
-Contoh:
Vanya kemudian bertanya, Tuan, apakah pantas Tuan Hakim marah?
6. Penggunaan Nama Tokoh Utama atau Orang Ketiga Tunggal
Penggunaan ini dapat disebutkan secara langsung nama tokoh faktualnya, seperti tokoh yang disamarkan, seperti hakim, presiden, jaksa atau tokoh-tokoh masyarakat lainnya.
-Contoh:
Telah berulang kali Rere mendatangi seorang hakim untuk mengurus suatu perjanjian.
7. Keterangan Waktu
Keterangan waktu seperti kemarin, sore ini, suatu hari, ketika itu.
-Contoh:
Telah berulang kali Cece mendatangi seorang hakim untuk mengurus suatu perjanjian. Hakim di desanya selalu mengatakan tidak punya waktu untuk menandatangani perjanjian itu.
8. Kata Kiasan
Kata kiasan atau konotasi merupakan kata yang tidak mempunyai makna sebenarnya. Kata ini dapat berupa ungkapan atau peribahasa.
-Contoh:
Keadaan ini selalu berulang sehingga Jamal menyimpulkan bahwa si hakim minta disogok.Tapi kita tahu menyogok itu diharamkan.
9. Kalimat Sindiran
Kalimat sindiran yang diungkapkan dengan pengandaian, perbandingan, dan lawan kata atau antonim.
-Contoh:
Barno kemudian bertanya, Tuan, apakah pantas Tuan Hakim mengambil cincin itu sebagai ganti tanda tangan Tuan?
Yah, jawab Barno, Sesuai ucapan Tuan sendiri, jangan terlalu dalam!
10. Konjungsi Penjelas
Konjungsi penjelas atau penerang, seperti bahwa. Hal ini karena berkaitan dengan pengubahan dialog dari kalimat langsung ke kalimat tidak langsung.
-Contoh:
Keadaan ini selalu berulang sehingga Yono menyimpulkan bahwa si hakim minta disogok.
11. Kata Kerja Material
Kata kerja material merupakan kata yang menunjukkan suatu aktivitas yang dapat dilihat oleh panca indera. Hal ini terkait dengan tindakan tokohnya dan alur yang membentuk rangkaian peristiwa ataupun kegiatan.
-Contoh:
Telah berulang kali Tata mendatangi seorang hakim untuk mengurus suatu perjanjian. Tata menyiapkan sebuah ember. Ember itu diisinya dengan tahi sapi hingga hampir penuh. Kemudian di atasnya, Tata mengoleskan mentega beberapa sentimeter tebalnya. Ember itu dibawanya ke hadapan Pak Hakim. Saat itu juga Pak Hakim langsung tidak sibuk, dan punya waktu untuk membubuhi tanda tangan pada perjanjian Tata. Tata kemudian bertanya, Tuan, apakah pantas Tuan Hakim mengambil gentong mentega itu sebagai ganti tanda tangan Tuan? Ia mencuil sedikit mentega dan mencicipinya. Wah, enak benar mentega ini!.
12. Kata Kerja Mental
Kata kerja mental merupakan kata yang menyatakan sesuatu yang dipikirkan atau dirasakan seorang tokoh.
-Contoh:
Keadaan ini selalu berulang sehingga Fina menyimpulkan bahwa si hakim minta disogok. Maka Fina memutuskan untuk melemparkan keputusan ke si hakim sendiri.
13. Konjungsi Sebab Akibat
Konjungsi sebab akibat adalah kata penghubung yang menyatakan sebab akibat, seperti, demikian, oleh karena itu, maka, dan sehingga.
-Contoh:
Keadaan ini selalu berulang sehingga Tika menyimpulkan bahwa si hakim minta disogok. Maka Tika memutuskan untuk melemparkan keputusan ke si hakim sendiri.










