65 Ribu Lahan Sawah Tertimbun Lumpur, Nusron Waspadai Mafia Tanah Manfaatkan Situasi Pasca Bencana

65 Ribu Lahan Sawah Tertimbun Lumpur, Nusron Waspadai Mafia Tanah Manfaatkan Situasi Pasca Bencana

Ekonomi | okezone | Senin, 8 Desember 2025 - 17:12
share

JAKARTA - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menyoroti adanya pergerakan mafia tanah yang memanfaatkan situasi pasca bencana banjir dan longsor yang melanda Aceh dan Sumatera.

Nusron menjelaskan, pasca bencana praktis banyak tanah-tanah musnah. Lahan sawah tertimbun longsoran maupun aset tanah warga yang sudah tidak berbentuk akibat bencana yang terjadi. Titik ini rentan menjadi ruang bagi oknum mafia tanah untuk mensertifikatkan ulang tanah-tanah musnah tersebut.

Nusron mengatakan, berdasarkan informasi yang diterima sementara, ada sekitar 65 ribu lahan sawah yang tertimbun lumpur, sehingga akan membuat patok-patok atau batas tanah yang sebelumnya ada menjadi terkubur.

"Jadi saya dapat informasi juga, ada 65 ribu lahan sawah yang terkena lumpur, jadi ada potensi sawah itu musnah. Kalau sawah itu musnah, maka dipastikan akan ada pemain-pemain mafia yang mengklaim, pasti batas-batas akan hilang," kata Nusron saat ditemui usai acara RAKERNAS Kementerian ATR/BPN di Jakarta, Senin (8/12/2025).

Namun demikian, Nusron mengatakan kalau tanah masyarakat itu sudah disertifikatkan, maka potensi diserobot oleh mafia tanah menjadi lebih kecil. Sebab Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat sudah pasti memiliki catatan tanah-tanah yang terdaftar.

Namun menjadi persoalan ketika tanah tersebut tidak memiliki dokumen kepemilikan resmi. Apalagi jika dokumen kepemilikan tanah itu terbit sebelum tahun 1997, maka akan menyulitkan BPN untuk mendapatkan data kepemilikan tanah.

"Kalau kebetulan mereka sudah disertifikatkan, aman, karena masih ada tapal batas. Jadi ada data di kita. Tapi yang belum didaftarkan ini yang agak susah," kata Nusron.

Sebelumnya, Menteri Nusron telah meminta dan terus mendorong masyarakat pemegang sertifikat terbitan 1961 hingga 1997 untuk segera mengecek ulang status bidang tanahnya dan melakukan pemutakhiran data di kantor pertanahan setempat.

 

Ia menjelaskan, tumpang tindih sertifikat atau munculnya sertifikat ganda pada satu bidang tanah umumnya terjadi pada sertifikat-sertifikat lama. Pada masa itu, infrastruktur pertanahan, regulasi, serta teknologi yang digunakan belum sebaik saat ini. Akibatnya, jika tanah tidak dijaga, tetangga tidak saling mengenal, atau pemerintah desa tidak diberitahu, maka sulit mengetahui apakah bidang tanah tersebut sudah bersertifikat atau belum.

"Permasalahan tumpang tindih yang terjadi biasanya karena itu produk lama yang belum masuk ke dalam database sistem digitalisasi pertanahan dan terlihat bidang tanah tersebut kosong. Sehingga ketika ada pemohon yang sudah mencantumkan dokumen pengantar lengkap yang menunjukkan dokumen fisik, yuridis, dan histori tanahnya, sertifikat bisa dikeluarkan," kata Nusron saat ditemui di Makassar beberapa waktu lalu (13/11).

Topik Menarik