Untung Rugi Tarif Trump buat Ekonomi AS, Bulan Juni Raup Rp451,2 Triliun

Untung Rugi Tarif Trump buat Ekonomi AS, Bulan Juni Raup Rp451,2 Triliun

Ekonomi | sindonews | Senin, 11 Agustus 2025 - 22:44
share

Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump telah mengguncang sistem perdagangan global sejak kembali ke Gedung Putih. Pada 7 Agustus 2025, tarif Trump terbaru kepada lebih dari 90 negara resmi mulai berlaku.

Tarif resiprokal Trump ini berkisar dari 10 untuk Inggris hingga 41 yang menimpa Suriah, serta India mencapai 50. Rata-rata tarif impor Amerika terhadap dunia luar menyentuh level tertinggi dalam hampir seratus tahun.

Baca Juga: Ancam Pembeli Minyak Rusia dengan Tarif Bakal Menyakiti Ekonomi Amerika

Beberapa komoditas dan barang secara khusus, termasuk mobil dan baja juga menjadi sasaran tarif signifikan oleh Washington. Tarif impor itu sendiri akhirnya harus dibayar mahal oleh perusahaan AS yang membawa barang ke negara tersebut dari luar negeri dan dampaknya dirasakan di Amerika dan ekonomi global dengan cara yang berbeda.

Tarif Bikin Pendapatan Pemerintah AS Meningkat

The Budget Lab di Universitas Yale memperkirakan bahwa per 7 Agustus 2025, tarif efektif rata-rata yang dikenakan oleh AS pada impor barang adalah 18,6, atau menjadi yang tertinggi sejak 1933. Angka tersebut naik dari 2,4 pada 2024, sebelum Donald Trump kembali menjabat.

Peningkatan signifikan ini berarti pendapatan tarif pemerintah AS telah melonjak. Data resmi AS menunjukkan, bahwa pada bulan Juni 2025, pendapatan tarif mencapai USD28 miliar yang setara Rp451,2 Triliun (Kurs Rp16.116 per USD), tiga kali lipat dari pendapatan bulanan yang terlihat di 2024.Sementara itu The Congressional Budget Office (CBO) selaku pengawas fiskal independen AS, memperkirakan pada bulan Juni bahwa peningkatan pendapatan tarif berdasarkan tarif baru AS yang diterapkan antara 6 Januari dan 13 Mei 2025, akan mengurangi pinjaman kumulatif pemerintah AS dalam 10 tahun hingga 2035 sebesar USD2,5 triliun.

Namun CBO juga menilai bahwa tarif tersebut akan mengecilkan ukuran ekonomi AS dibandingkan dengan kinerjanya, tanpa tarif tersebut. Mereka juga memperkirakan bahwa pendapatan tambahan yang dihasilkan dari tarif akan mengimbangi pendapatan yang hilang akibat pemotongan pajak pemerintahan Trump selama dekade berikutnya.

Melebarnya Defisit Perdagangan AS

Donald Trump melihat defisit perdagangan bilateral sebagai bukti bahwa negara lain memanfaatkan AS dengan menjual lebih banyak produk ke Amerika, dibandingkan yang mereka beli darinya. Salah satu alasan kebijakan tarif Trump adalah untuk mengatasi ketidakseimbangan itu dengan mengurangi impor dan memaksa negara lain untuk menurunkan hambatan mereka terhadap barang-barang AS.

Namun salah satu dampak mencolok dari perang dagang Donald Trump, sejauh ini adalah meningkatkan impor barang-barang AS. Hal ini disebabkan karena perusahaan-perusahaan AS mengumpulkan pasokan terlebih dulu, sebelum tarif diterapkan untuk menghindari kewajiban membayar pajak tambahan.

Sedangkan ekspor AS hanya mengalami peningkatan yang kecil. Hasil bersihnya adalah bahwa defisit perdagangan AS telah melebar, bukan menurun. Defisit tersebut mencapai rekor USD162 miliar pada Maret 2025, sebelum turun kembali menjadi USD86 miliar pada bulan Juni.

Distorsi yang disebabkan oleh penumpukan tersebut diyakini akan memudar, tetapi dalam jangka panjang banyak ekonom memprediksi bahwa pemerintahan Trump masih akan kesulitan menurunkan defisit perdagangan AS secara keseluruhan. Hal itu dikarenakan mereka berpendapat, bahwa defisit terutama didorong oleh ketidakseimbangan struktural dalam ekonomi AS - pengeluaran nasional yang terus-menerus melebihi produksi nasional - daripada praktik perdagangan yang tidak adil yang ditujukan kepada Amerika oleh negara lain.

Ekspor China ke Amerika Menyusut

Trump menghukum China dengan menerapkan tarif mencapai 145 pada suatu waktu. Namun saat ini tarif tersebut telah turun menjadi 30, tetapi dampak dari konflik perdagangan tersebut terhadap perdagangan China dengan Amerika tetap signifikan.

Nilai ekspor China ke AS dalam enam bulan pertama tahun 2025 turun 11 dibandingkan periode yang sama pada tahun 2024. Sementara itu ekspor China ke beberapa mitra dagangnya yang lain telah meningkat, menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan China telah berhasil menemukan pelanggan di negara lain.

Ekspor China ke India tahun ini meningkat 14 dibandingkan periode yang sama tahun lalu, dan dengan Uni Eropa dan Inggris, meningkat masing-masing 7 dan 8. Beberapa yang menarik perhatian adalah peningkatan 13 dalam nilai ekspor China ke negara-negara ASEAN, yang mencakup Vietnam, Thailand, Indonesia, dan Malaysia, selama periode tersebut.

Pemerintahan Trump khawatir tentang kemungkinan perusahaan-perusahaan China berusaha untuk menghindari tarif AS dengan mendirikan operasi di negara-negara Asia Tenggara yang berdekatan - di mana mereka mengekspor barang setengah jadi - dan mengekspor barang jadi ke AS dari sana.

Fenomena 'melompati tarif' ini terjadi ketika Donald Trump memberlakukan tarif pada panel surya China di masa jabatannya yang pertama. Beberapa ekonom berpendapat bahwa peningkatan ekspor China ke negara-negara ASEAN bisa terkait dengan fenomena yang sama.

Lebih Banyak Kesepakatan Dagang

Beberapa negara telah merespons perang dagang Trump dengan berusaha memperdalam hubungan perdagangan dengan negara lain, alih-alih membangun hambatan mereka sendiri. Inggris dan India telah menandatangani kesepakatan perdagangan yang sudah mereka negosiasikan selama tiga tahun terakhir. Norwegia, Islandia, Swiss, dan Liechtenstein - yang tergabung dalam kelompok yang disebut Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa (EFTA) - juga telah menyelesaikan kesepakatan perdagangan baru dengan sejumlah negara Amerika Latin dalam kelompok yang dikenal sebagai Mercosur.

Sementara UE sedang melanjutkan kesepakatan perdagangan baru dengan Indonesia. Lalu ada Kanada yang menjajaki perjanjian perdagangan bebas bersama ASEAN. Beberapa negara juga memanfaatkan perpecahan perdagangan antara AS dan China.

Terpantau China secara tradisional merupakan pengimpor kedelai global yang signifikan dari AS, yang digunakan sebagai pakan bagi 440 juta babi mereka. Namun dalam beberapa tahun terakhir, Beijing beralih untuk membeli kedelainya dari Brasil, bukan dari Amerika.

Tren tersebut diperdebatkan oleh analis yang dinilai dipercepat akibat dampak dari perang dagang terbaru Donald Trump dan tarif balasan baru Beijing pada impor pertanian dari AS.

Pada bulan Juni 2025, China mengimpor 10,6 juta ton kedelai dari Brasil, tetapi hanya 1,6 juta ton dari AS. Ketika China memberlakukan tarif balasan pada impor kedelai AS di masa jabatan pertama Donald Trump, pemerintahannya merasa perlu untuk langsung memberi kompensasi kepada petani AS dengan subsidi baru.

Peningkatan Harga Mulai Dirasakan Konsumen AS

Ekonom memperingatkan bahwa tarif Trump pada akhirnya akan mendorong harga-harga di AS meningkat, lantaran membuat barang impor menjadi lebih mahal. Tingkat inflasi resmi AS untuk bulan Juni adalah 2,7. Angka ini sedikit meningkat dari angka inflasi 2,4 untuk bulan Mei, tetapi masih di bawah tingkat 3 pada bulan Januari. Penimbunan stok di awal tahun telah membantu pengecer menyerap dampak tarif tanpa perlu menaikkan harga eceran. Namun, para ekonom melihat di data resmi terbaru, ada beberapa tanda bahwa tarif Trump mulai mempengaruhi harga konsumsi di AS.

Barang impor tertentu seperti peralatan rumah tangga besar, komputer, peralatan olahraga, buku, dan mainan menunjukkan peningkatan harga yang signifikan pada bulan Juni.

Baca Juga: Gawat! Amerika Serikat Berada di Tepi Jurang Resesi Ekonomi

Peneliti di Universitas Harvard, yang sedang memeriksa efek dari tarif 2025 secara langsung menggunakan data online dari empat peritel besar AS, telah menemukan bahwa harga barang impor ke AS dan produk domestik yang terkena tarif telah meningkat lebih cepat pada tahun 2025 dibandingkan dengan barang domestik yang tidak terkena tarif.

Topik Menarik