Masyarakat Diajak Kritis Hadapi Maraknya Aplikasi Investasi dan Trading
Perkembangan aplikasi investasi dan perdagangan berbasis aset digital, termasuk kripto, semakin pesat di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Kemudahan akses, fitur otomatis, serta potensi imbal hasil yang tinggi membuat minat, khususnya dari kalangan muda, terus meningkat.
Namun, di balik antusiasme tersebut, muncul kekhawatiran mengenai tingginya misinformasi terkait legalitas, mekanisme kerja platform, hingga risiko kerugian. Informasi yang beredar di media sosial kerap bercampur antara edukasi dan opini tanpa dasar, sehingga menimbulkan kebingungan di kalangan masyarakat.
Istilah teknis seperti "blockchain", "trading bot", dan "kontrak pintar" sering digunakan tanpa penjelasan memadai. Hal ini memicu salah persepsi di kalangan pengguna, bahkan memunculkan tuduhan terhadap sejumlah platform.
Kondisi tersebut menjadi latar belakang berdirinya GS Community Indonesia, sebuah komunitas yang fokus pada edukasi finansial pengguna aplikasi digital. Mengusung tema "Gerakan Edukasi Finansial Pengguna 68EA untuk Lawan Hoaks & Bangun Literasi", komunitas ini berupaya membangun pemahaman yang komprehensif terkait keuangan digital.
"Kami ingin semua pengguna memiliki daya kritis, bukan hanya mengikuti tren atau informasi yang ramai dibicarakan," ujar Sharly, salah satu penggerak GS Community dalam pernyataannya, Sabtu (9/8).Baca Juga:Pajak Kripto Dirombak, Peluang atau Tantangan bagi Industri?
Kegiatan komunitas mencakup forum diskusi daring, penyebaran konten edukatif, dan sesi tanya jawab interaktif. Topik yang dibahas meliputi aspek legalitas, risiko kontrak digital, hingga perbedaan antara program edukatif dan praktik investasi ilegal. Pendekatan berbasis bukti digunakan untuk meluruskan informasi yang keliru di masyarakat.
"Banyak orang bingung karena tidak tahu harus bertanya kepada siapa. Di komunitas ini, kami belajar bersama dan saling membantu untuk memahami risikonya," tambah Sharly.
Selain aktif secara digital, GS Community juga menjalankan program sosial di lapangan, seperti donasi alat tulis untuk anak sekolah, dukungan bagi lansia, dan pelatihan keuangan untuk komunitas lokal. Inisiatif ini menegaskan bahwa literasi finansial tidak hanya menjadi urusan individu, tetapi juga tanggung jawab sosial yang dapat membentuk pola pikir kolektif.
Baca Juga:Ethereum Melonjak 80, Donald Trump Catat Kepemilikan Rp4,3 TriliunKomunitas tersebut memiliki target mencetak 1.000 edukator finansial dari berbagai latar belakang. Tujuannya adalah memperluas jangkauan informasi yang akurat dan sehat di tengah masyarakat, sehingga semakin banyak pihak yang mampu menjadi agen literasi di lingkungannya masing-masing.
Menurut Sharly, cara terbaik untuk meredam tuduhan dan keraguan terhadap platform keuangan digital adalah melalui data, pemikiran rasional, dan edukasi berkelanjutan. “Bukan dengan promosi dan bukan pula dengan serangan balik,” ujarnya.
Pihaknya berharap upaya ini dapat membantu masyarakat membuat keputusan finansial yang lebih bijak dan terhindar dari jebakan informasi keliru di tengah pesatnya perkembangan teknologi keuangan.









