Kekuatan Ekonomi Thailand vs Kamboja: Siapa yang Lebih Unggul di Tengah Perang?
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja yang meletus di wilayah perbatasan telah memicu perhatian internasional, tidak hanya karena dampak kemanusiaannya, tetapi juga potensi gangguan terhadap stabilitas ekonomi kawasan Asia Tenggara. Meski konflik masih terbatas, penting untuk menelaah perbandingan kekuatan ekonomi kedua negara yang sedang berseteru.
Thailand masih mempertahankan posisinya sebagai salah satu ekonomi terbesar di kawasan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) nominal sekitar USD514,8 miliar pada 2023. PDB per kapita negara ini juga cukup tinggi, mencapai USD7.171. Sebaliknya, Kamboja memiliki PDB jauh lebih kecil, yakni sekitar USD46,4 miliar pada awal 2024, dengan PDB per kapita sebesar USD2.628.
Namun dari sisi pertumbuhan ekonomi, Kamboja menunjukkan performa yang lebih impresif. Negara dengan populasi sekitar 17 juta jiwa itu mencatat pertumbuhan sebesar 5,4 pada 2023 dan diproyeksikan terus tumbuh 5,3–6,0 hingga 2025. Thailand justru mengalami perlambatan, hanya tumbuh 1,9 pada 2023 dan diperkirakan stagnan di kisaran 1,6-2,8 untuk tahun 2025.
IHSG Sesi I Turun 0,24 Persen ke 8.399
Baca Juga:Korban Tewas Perang Thailand-Kamboja Mencapai 32 Orang, Lebih dari 130 Terluka
Berdasarkan laporan globalstatecompare.com, struktur ekonomi Thailand lebih terdiversifikasi. Industri manufaktur, ekspor, serta pariwisata menjadi pilar utama dengan kontribusi pariwisata mencapai 12 dari PDB. Sebaliknya, ekonomi Kamboja masih sangat bergantung pada industri padat karya seperti garmen dan alas kaki, pariwisata, serta pertanian tradisional.Soal kesejahteraan, Thailand lebih unggul secara sosial dan ekonomi. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)-nya tergolong tinggi, tingkat kemiskinan dan pengangguran relatif rendah, serta kualitas pendidikan dan kesehatan jauh lebih baik daripada Kamboja, yang saat ini masih tergolong negara berkembang berpendapatan menengah bawah.
Keduanya menghadapi tantangan besar. Thailand kini sedang berjuang melawan penurunan konsumsi domestik dan ketergantungan pada ekspor yang terpapar gejolak global. Sementara Kamboja menghadapi tantangan dari infrastruktur yang belum memadai, rendahnya kualitas SDM, serta risiko tinggi akibat dominasi investasi asing dalam pembangunan ekonominya.
Konflik militer yang terjadi saat ini diprediksi dapat memperburuk kondisi ekonomi kedua negara. Thailand menghadapi risiko terganggunya rantai pasok industri manufakturnya yang sangat bergantung pada stabilitas internal dan regional. Ketidakpastian politik domestik turut memperlemah prospek investasi dan konsumsi.
Bagi Kamboja, konflik tersebut berpotensi menghambat laju pertumbuhan tinggi yang baru diraih. Ketergantungan pada investor asing membuat ekonomi negara itu rentan terhadap ketidakstabilan, terlebih karena infrastruktur dasar dan sistem pendidikan belum sepenuhnya siap menopang pertumbuhan berkelanjutan.
Baca Juga:Perang Pecah, Ini Perbandingan Kekuatan Militer Thailand vs KambojaDampak konflik ini secara regional masih terbatas. Hingga Juli 2025, pemerintah Indonesia menyebut perang belum memberi pengaruh signifikan pada stabilitas ekonomi kawasan ASEAN. Namun, potensi gangguan rantai pasok industri otomotif dan elektronik tetap menjadi perhatian, mengingat saling keterkaitan ekonomi antarnegara ASEAN.
Secara keseluruhan, Thailand tetap lebih unggul secara ekonomi dari Kamboja dalam hal skala, daya saing, dan kesejahteraan. Namun Kamboja menyimpan potensi pertumbuhan jangka panjang yang menarik, jika mampu mengelola tantangan struktural dan menjaga stabilitas dalam negeri di tengah konflik yang terus membayangi.









