Tarif Trump 19 Bukti Gagalnya Negosiasi Pemerintah dan Tunduk Kepentingan AS
Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios), Media Wahyu Askar, menegaskan pembebanan tarif impor sebesar 19 atas produk Indonesia oleh Amerika Serikat (AS) sebagai langkah tidak adil.
Askar menilai hal ini menjadi bukti Indonesia tunduk dalam negosiasi, sehingga merugikan Indonesia khususnya terkait kesepakatan pembelian wajib produk-produk AS tanpa adanya konsesi tarif timbal balik.
Indonesia diwajibkan membeli energi dari AS berupa LNG dan minyak, beserta produk pertanian serta pesawat Boeing sebanyak 50 unit. Menurut Askar, kewajiban ini dipastikan akan membebani fiskal Indonesia, apalagi dengan harga yang berpotensi lebih mahal dibandingkan pasokan alternatif yang telah ada, seperti LNG dari Timur Tengah.
"Ini terkait rantai pasok strategis yang sebenarnya bisa didapat dengan harga lebih murah di negara lain. Akibatnya beban fiskal untuk BUMN dan APBN kita akan sangat signifikan," ujar Media, saat berbincang dengan SindoNews, Rabu (16/7).
Baca Juga:Bukan Cuma-cuma, Impor Minyak hingga Beli Pesawat AS Jadi Syarat Trump Pangkas Tarif Indonesia 19Selain itu, dalam negosiasi ini tidak ada penurunan tarif impor dari AS ke Indonesia. Produk-produk AS justru masuk ke pasar Indonesia tanpa hambatan, sementara ekspor Indonesia ke AS dikenai tarif tinggi sehingga menimbulkan ketidakseimbangan perdagangan yang merugikan posisi Indonesia.
"Jauh berbeda dengan perjanjian perdagangan lain, seperti dengan Uni Eropa didasari prinsip saling menguntungkan dan akses pasar yang adil. Di sini, kita malah dirugikan," ujarnya.
Dia mengigatkan sikap Indonesia yang tunduk pada tekanan AS ini memberikan sinyal negatif kepada negara lain. Posisi Indonesia dinilai sebagai mitra yang bisa ditekan sepihak sehingga berpotensi membuka celah bagi tekanan serupa di masa depan.
Dia juga membandingkan posisi Indonesia dengan Vietnam, Malaysia, dan India. Meskipun terikat dalam negosiasi, tetap menjaga batasan agar tidak merugikan kepentingan domestik mereka secara signifikan. "Kita terjebak dalam pembelian jangka panjang yang berisiko karena politik AS sangat dinamis, tidak ada jaminan kesepakatan ini akan bertahan," jelasnya.
Baca Juga:Trump Resmi Kenakan Tarif Impor Indonesia 19, Ini Imbalan yang Diberikan ke ASLebih lanjut, sektor UMKM dan petani lokal dianggap paling rentan akibat masuknya produk-produk AS, termasuk daging sapi dan produk pertanian, yang bisa membanjiri pasar Indonesia dan memengaruhi daya saing produk dalam negeri. Askar menilai kesepakatan yang ada tidak hanya berpotensi merugikan ekonomi dan perdagangan Indonesia, tetapi juga mengancam kedaulatan fiskal dan nasional.
Kegagalan ini juga menjadi bukti lemahnya koordinasi dan strategi negosiasi pemerintah Indonesia dalam memperjuangkan kepentingan nasional, terutama di sektor perdagangan dan fiskal dengan mitra dagang sebesar AS.
"Kita harus berhati-hati karena politik di AS sangat berubah-ubah. Donald Trump bisa jadi tidak terpilih lagi, atau berubah sikap, sehingga kesepakatan hari ini bisa lenyap dalam hitungan hari," tuturnya.










