Rupiah Menderita Terseret Perang Iran-Israel dan AS, Situasi Global Kian Mencekam

Rupiah Menderita Terseret Perang Iran-Israel dan AS, Situasi Global Kian Mencekam

Berita Utama | sindonews | Minggu, 22 Juni 2025 - 17:00
share

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali menunjukkan tren pelemahan di akhir pekan ini, tertekan oleh kombinasi faktor global, termasuk konflik geopolitik di Timur Tengah serta ketidakpastian arah kebijakan suku bunga The Fed.

Data Bloomberg mencatat rupiah spot bergerak dari posisi Rp16.265 per dolar AS pada Senin (16/6), dan melemah ke level Rp16.396 per dolar AS pada penutupan perdagangan Jumat (20/6). Dalam sepekan, rupiah tercatat terdepresiasi sebesar 0,8 persen.

Baca Juga:AS Gabung Israel Serang Iran, Siap-siap Harga Minyak Mendidih Tembus USD100 per Barel

Sementara, kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) juga menunjukkan pelemahan 0,65 persen menjadi Rp16.399 per dolar AS. Secara harian, rupiah spot turun 0,24 persen dan Jisdor melemah 0,13 persen.

Bank Indonesia mencatat rupiah ditutup di level bid Rp16.390 per dolar AS pada Kamis (19/6), dan dibuka pada Jumat (20/6) di posisi Rp16.355 per dolar AS. Di sisi lain, indeks dolar AS (DXY) terhadap enam mata uang utama menguat ke level 98,91, menandakan tekanan tambahan bagi mata uang negara berkembang.Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi, mengatakan pasar keuangan global terguncang akibat pernyataan agresif dari Ketua Federal Reserve, Jerome Powell, yang belum menunjukkan komitmen terhadap pemangkasan suku bunga dalam waktu dekat. Bahkan, proyeksi penurunan suku bunga untuk tahun 2026 ikut direvisi.

"Komentar Powell memperkuat ekspektasi bahwa suku bunga tinggi akan bertahan lebih lama. Ini memberikan tekanan tambahan pada pasar negara berkembang seperti Indonesia," ujar Ibrahim dalam keterangan tertulis.

Tak hanya faktor moneter, situasi geopolitik di Timur Tengah turut memperburuk sentimen pasar. Ketegangan antara Iran dan Israel yang melibatkan campur tangan Amerika Serikat berpotensi mengeskalasi menjadi konflik berskala lebih besar.

"Indonesia tengah berada dalam pusaran ketidakpastian global yang kompleks. Pergeseran struktural ekonomi dunia menuntut ketahanan domestik yang kuat, respons kebijakan yang adaptif, dan koordinasi solid antara otoritas fiskal, moneter, dan sektor riil," ujar Ibrahim.Selain itu, lonjakan imbal hasil obligasi pemerintah AS mencerminkan kekhawatiran pasar atas kondisi fiskal negeri Paman Sam yang semakin rentan terhadap ketidakseimbangan anggaran.

Ibrahim memperkirakan, pergerakan rupiah akan tetap fluktuatif dalam waktu dekat, dengan potensi pelemahan menuju kisaran Rp16.350 hingga Rp16.400 per dolar AS, tergantung pada dinamika eksternal dan respons kebijakan dalam negeri.

Kondisi ini menegaskan perlunya kewaspadaan dari otoritas moneter dan pelaku pasar, mengingat tekanan global belum menunjukkan tanda-tanda mereda.

Topik Menarik