Warren Buffett: Dolar AS Sedang Menuju ke Neraka
Investor legendaris Amerika Serikat (AS) Warren Buffett memperingatkan dolar AS sedang menuju ke neraka akibat kebijakan fiskal pemerintah yang tidak terkendali. Dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pemegang Saham Tahunan Berkshire Hathaway ke-60, Minggu (4/5), miliarder berusia 94 tahun itu mengisyaratkan kemungkinan perusahaannya mengalihkan ke mata uang asing sebagai lindung nilai.
Pernyataan Buffett ini muncul di tengah gelombang dedolarisasi yang digaungkan aliansi BRICS. "Kami tidak akan berinvestasi pada dolar AS yang sedang menuju neraka," ujar dia seperti dikutip dari Watcher Guru, Senin (5/5).
Buffett menekankan bahwa nilai mata uang bisa menjadi hal yang menakutkan jika pemerintah tidak bijak mengelola kebijakan fiskal. Ia menyoroti defisit anggaran AS yang terus membengkak dan utang nasional yang melambung sebagai ancaman serius terhadap stabilitas dolar.
"Mungkin ada hal-hal di AS yang membuat kami ingin memegang lebih banyak mata uang lain," kata dia.
Meski tidak secara eksplisit menyebut BRICS, Buffett mengisyaratkan kemungkinan berinvestasi dalam yen Jepang atau mata uang Eropa.Selain masalah moneter, Buffett juga mengkritik penggunaan tarif perdagangan sebagai senjata politik.
"Perdagangan seharusnya tidak dijadikan alat perang. Itu hanya memicu ketegangan dan dampak buruk seperti yang terjadi di AS," tegas dia.
Komentarnya ini sejalan dengan kekhawatiran sejumlah negara BRICS yang menentang kebijakan proteksionis AS. Mereka melihat tarif impor AS sebagai upaya mempertahankan dominasi dolar namun justru mempercepat erosi kepercayaan global terhadap mata uang tersebut.
Masa Depan Dolar AS
Pernyataan Buffett semakin menguatkan spekulasi bahwa dolar AS kehilangan daya tarik sebagai aset safe haven. Sejak 2023, BRICS gencar mendorong penggunaan mata uang lokal dalam transaksi global untuk mengurangi ketergantungan pada dolar.Analis menilai, jika investor sekaliber Buffett mulai beralih ke mata uang non-AS, hal itu bisa menjadi titik balik bagi sistem keuangan global.
"Ini sinyal kuat bahwa bahkan pelaku pasar AS pun mulai meragukan masa depan dolar," ujar Ekonom Senior Bank Mandiri, Andry Asmoro.
Meski demikian, transisi dari dolar AS tidak akan terjadi dalam waktu singkat. Namun, semakin banyaknya negara dan investor yang mencari alternatif mata uang lokal seperti yuan China atau rupee India berpeluang mengisi celah yang ditinggalkan dolar.









