Industri Semen Diminta Pakai Limbah Sampah untuk Kurangi Konsumsi Batu Bara, Begini Caranya
JAKARTA, iNews.id - Kepala Grup Riset Pengelolaan Udara dan Limbah dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Puji Lestari menilI industri semen pada dasarnya bisa mengurangi konsumsi bahan bakar fosil, seperti batu bara. Caranya dengan menggunakan limbah sambah pada teknologi co-processing.
Menurutnya, manfaat teknologi ini mampu mengurangi emisi gas rumah kaca, bagian dari program dekarbonisasi di Indonesia.
Co-processing limbah pada kiln semen dapat mengurangi konsumsi sumber daya alam dan mendukung pengurangan emisi gas rumah kaca dalam rangka program dekarbonisasi di Indonesia, kata Puji melalui keterangan pers, Selasa (4/8/202024).
Dia menjelaskan, teknologi ini menjadi alternatif pengelolaan sampah dan limbah dengan dampak minimum terhadap polusi udara. Sebab, prosesnya dapat mengurangi pembuangan dan pembakaran terbuka.
Hal tersebut penting mengingat Indonesia menjadi negara yang menghasilkan sampah dan limbah dalam jumlah besar. Bahkan, berpotensi menyebabkan polusi udara yang tinggi.
Perlu diingat bahwa setiap jenis pengelolaan limbah juga dapat berkontribusi terhadap polusi udara dan emisi gas rumah kaca, tutur dia.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian mengamanatkan bahwa industri harus mengutamakan efisiensi dan efektivitas dalam proses produksinya, terutama menggunakan sumber daya secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup.
Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kementerian Perindustrian, Andi Rizaldi mengatakan, pemerintah sudah membuat sejumlah inisiatif untuk industri hijau diantaranya peta jalan dekarbonisasi industri, e-mobilitas, standardisasi dan penghargaan industri hijau, penguatan kebijakan energi baru dan terbarukan (EBT).
Lalu sertifikasi industri hijau, pengembangan produk hijau dan penerapan teknologi hijau, hingga restrukturisasi peralatan atau teknologi industri rendah karbon dan hemat energi, ucap Andi.
Selain itu, pemerintah memiliki sejumlah program pengurangan emisi gas rumah kaca. Industri semen termasuk menjadi salah satu sub sektor industri prioritas dalam peta jalan dekarbonisasi dan peta jalan perdagangan karbon yang saat ini dikembangkan Kementerian Perindustrian.
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian dan United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) pemrakarsa kolaborasi antara industri semen Indonesia dan China agar bisa mengimplementasikan waste heat recovery.
Indonesia dan China tengah membidik kerja sama perihal implementasi teknologi co-processing bagi industri semen di dalam negeri. Bahlan, upaya kerja sama sudah difasilitasi United Nations Industrial Development Organization (UNIDO).
Industrial Development Officer Montreal Protocol Unit, Yunrui Zhou mengatakan, melalui UNIDO dengan proyek South-South and Triangular Industrial Cooperation (SSTIC), industri semen di Tanah Air berpeluang mendapat transfer teknologi dari China.
Berbagi pengalaman mengenai implementasi teknologi co-processing, peluang menuju transfer teknologi, ucap Yunrui Zhou.
Selegasi kedua negara telah melakukan pembahasan ihwal aspek co-processing, termasuk kebijakan nasional dan internasional, inovasi teknologi, penghematan energi perlindungan lingkungan, pengelolaan limbah, dan ekonomi sirkular.
Head of CCC PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, Robert Sweigart mencatat, permintaan semen Indonesia tumbuh dari 39 juta metrik ton (Mt) pada 2010 menjadi 66 Mt di 2022, meningkat rata-rata 4,8 persen per tahun.
Industri semen menjadi sektor yang boros energi. Dia menyebut, bahan bakar termal yang digunakan didominasi oleh batu bara dengan persentase 80 persen.
Di lain sisi, Indonesia berkomitmen mencapai net zero emission pada 2060 atau lebih cepat. Agar Indonesia mencapai target ini, penting melakukan dekarbonisasi di industri semen.
Indocement berkomitmen penuh terhadap upaya dekarbonisasi melalui co-processing bahan bakar alternatif, ucap Robert.