HET Beras Bulog Naik, Termahal di Indonesia Timur Rp13.500 per Kg

HET Beras Bulog Naik, Termahal di Indonesia Timur Rp13.500 per Kg

Ekonomi | inews | Minggu, 5 Mei 2024 - 19:05
share

JAKARTA, iNews.id - Pemerintah menaikan harga eceran tertinggi (HET) beras yang diproduksi Perum Bulog, khususnya untuk program stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) alias operasi pasar. Adapun kenaikan paling tinggi terjadi di Indonesia bagian Timur.

Kenaikan harga beras Bulog mulai berlaku pada 1 Mei 2024 lalu. Hal ini berdasarkan surat Badan Pangan Nasional (Bapanas) Nomor 142/TS/02.02/K/4/2024 tentang Penugasan SPHP Beras tahun 2024.

Mengutip keterangan resmi perusahaan, HET beras yang disubsidi pemerintah itu naik dari Rp10.900 menjadi Rp12.500 per kg. Harga ini berlaku untuk wilayah Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Sulawesi.

“Per 1 Mei 2024 terdapat perubahan harga beras SPHP yang mengacu pada surat Badan Pangan Nasional tentang penugasan SPHP beras tahun 2024," bunyi keterangan Bulog dikutip dari laman Instagram Minggu (5/5/2024).

Kemudian, harga beras Bulog di wilayah Sumatera lainnya (kecuali Lampung dan Sumatera Selatan), Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Kalimantan naik dari Rp11.300 menjadi Rp13.100. 

Lalu, tertinggi di Indonesia bagian Timur. kenaikan HET beras di Maluku dan Papua menjadi Rp13.500 dari harga sebelumnya, yaitu Rp11.800.

Harga beras di pasar Tanah Air memang masih mahal. Padahal harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani turun 15,58 persen dan harga gabah di tingkat penggilingan anjlok 15,20 persen pada April 2024.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat rata-rata harga beras di penggilingan pada April 2024 untuk kualitas premium, medium, submedium, dan pecah masing-masing mengalami kenaikan sebesar 15,76 persen, 15,47 persen, 15,12 persen, dan 27,87 persen, jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. 

Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan harga beras di pasar ritel masih tinggi. Seperti perkiraan bila musim panen masih akan berisiko atau tidak sebaik yang diharapkan. 

“Mungkin semua pedagang juga memiliki pengetahuan yang semakin terbuka, dia bisa melihat proyeksi ke depan kira-kira seperti apa,” ujar Bayu saat ditemui di kelurahan Pela Mampang, Jakarta Selatan. 

“Itu saya kira satu faktor ya, kalau kita sekarang bisa memperkirakan bahwa pada musim yang akan datang mungkin panen tidak sebaik yang diharapkan atau berisiko tidak sebaik yang diharapkan, berarti pedagang juga tahu,” paparnya.

Gesekan geopolitik global hingga menguatnya dolar AS terhadap nilai tukar rupiah pun membuat sejumlah harga komoditas di dalam negeri bergejolak naik, termasuk beras. 

Dia menyebut, harga komoditas di pasar internasional masih fluktuatif, sehingga berpengaruh besar terhadap pasar lokal. Dinamika ini menjadi pertimbangan bagi pelaku pasar ritel di Indonesia.

Topik Menarik