ESDM Jamin Serangan Iran ke Israel Tak Pengaruhi Harga BBM di Indonesia

ESDM Jamin Serangan Iran ke Israel Tak Pengaruhi Harga BBM di Indonesia

Ekonomi | inews | Senin, 15 April 2024 - 13:47
share

JAKARTA, iNews.id - Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migaas) Tutuka Ariadji memastikan perang Iran-Israel tak berdampak pada harga BBM. Pasalnya, Indonesia tidak mengimpor minyak dan gas dari Iran.

"Tidak ada (impor dari Iran), walaupun kita menjalin kerja sama dengan Iran tapi tidak mudah untuk melakukan implementasi. Jadi kita sampai saat ini tidak ada," ucapnya dalam sebuah webinar bertemakan "Ngobrol Seru Dampak Konflik Iran-Israel ke Ekonomi RI" yang disaksikan secara virtual, Senin (15/4/2024).

Dalam kesempatan ini, Tutuka juga menuturkan bahwa Pertamina lebih banyak mengimpor BBM dibandingkan dengan minyak mentah (crude oil). Ia bilang, impor BBM paling besar berasal dari Singapore sebesar 56,58 persen dan Malaysia sebesar 26,75 persen.

Kemudian untuk elpiji, kata Tutuka, impor paling besar berasal dari Amerika kemudian disusul oleh Uni Emirat Arab dan Qatar.

"Jadi di sini kita melihat ada negara yang bisa terlibat konflik ya, misal di elpiji dengan Amerika yang berhubungan dengan impor elpiji-nya," urai Tutuka.

Klik halaman selanjutnya untuk membaca>>>

"Untuk impor crude indonesia sebagian besar dari Saudi Arabia dan Nigeria. Jadi kalau dari Saudi Arabia tentunya berpengaruh ya, nah itu yang sekarang sedang disimulasikan oleh Pertamina berbagai macam cara untuk mengantisipasi kondisi kalau terjadi eskalasi berlanjut," kata Tutuka.

Sebelumnya, Anggota DPR RI Komisi Mulyanto juga telah meminta Pemerintah untuk mengantisipasi kenaikan harga minyak mentah dunia pascaserangan Iran ke Israel.

Sebab Mulyanto menilai cepat atau lambat konflik Iran-Israel ini akan berdampak pada semakin naiknya harga minyak mentah dunia. Hal tersebut diperparah dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika yang sudah menembus angka Rp16.000 per dolar.

"Mengamati pergerakan harga minyak dunia yang terus menanjak tajam sejak awal tahun 2024, apalagi pascakonflik Iran-Israel, Pemerintah perlu segera memikirkan langkah-langkah antisipatif. Kondisi ini semacam triple shock karena terjadi di tengah kebutuhan migas dalam negeri yang naik di saat momentum bulan suci Ramadhan dan hari raya Idul Fitri, serta naiknya dolar AS terhadap Rupiah yang menembus angka Rp16.000 per dolar," tutur Mulyanto.

Mulyanto menegaskan, sebagai negara net importer migas, kenaikan harga migas dunia akan berdampak negatif bagi APBN, apalagi ketika kenaikan tersebut berbarengan dengan naiknya permintaan di dalam negeri serta melonjaknya kurs dolar terhadap rupiah.

"Beda saat dulu ketika zaman jaya Indonesia sebagai negara pengekspor migas, dimana kenaikan harga migas dunia adalah berkah buat APBN kita," tegas Mulyanto.

Mulyanto minta agar langkah antisipatif Pemerintah tersebut tidak mengambil opsi kebijakan yang merugikan rakyat kecil seperti kenaikan harga bbm atau gas LPG bersubsidi.

"Langkah antisipasinya jangan malah mengorbankan rakyat dan neningkatkan inflasi," tutup Mulyanto

Topik Menarik