Mengenal Sistem Politik Kolonial Belanda saat Menjajah Nusantara (Bagian 1)
JAKARTA, NETRALNEWS.COM- Setelah Spanyol berhasil tiba di Maluku pada tahun 1522, bangsa Belanda pun mulai menginjakkan kaki di Pelabuhan Banten pada tahun 1596. Kedatangan bangsa Belanda pada saat itu tidak disambut baik oleh penduduk di sekitar pelabuhan.
Pasalnya, bangsa Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman tiba dengan menunjukkan sikap mereka yang kasar dan sombong. Oleh karena inilah seluruh penduduk Pelabuhan Banten, enggan berinteraksi dengan bangsa Belanda.
Dua tahun setelahnya, tepat pada tahun 1598 bangsa Belanda kembali mendatangi Nusantara. Di bawah kepemimpinan Jacob van Neck dan Wybrecht van Waerwyck, akhirnya rombongan mereka sampai dengan selamat di Kepulauan Maluku pada bulan Maret 1599.
Keberhasilan pelayaran tersebut mendorong keinginan berbagai perusahaan di Belanda untuk memberangkatkan kapalnya ke Indonesia ada 14 perusahaan yang telah memberangkatkan 62 kapal (Adi Sudirman, 2014: 250).
Banyaknya pedagang yang berasal dari Belanda, menimbulkan perselisihan yang terjadi di antara mereka. Perselisihan tidak hanya terjadi di antara pedagang yang berkebangsaan Belanda. Melainkan, mereka juga berselisih dengan pedagang yang berasal dari Portugis, Spanyol dan Inggris.
Kedatangan bangsa-bangsa Eropa ke wilayah Nusantara menjadi awal dari rasa keinginan mereka untuk menguasai wilayah Nusantara.
Persaingan dan perebutan daerah kekuasaan pun tidak dapat dihindari, hingga akhirnya Bangsa Belanda-lah yang dapat melakukan penjajahan di beberapa wilayah Nusantara.
Selama bangsa Belanda melakukan penjajahan terhadap Nusantara, Bangsa Belanda memiliki beberapa sistem politik yang telah mereka terapkan guna mempermudah mereka dalam mencari keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Adapun beberapa sistem politik yang telah diterapkan, di antaranya:
1. VOC
Verenigde Oost Indische Compagnie atau biasa disingkat menjadi VOC. Ide untuk membentuk VOC ini dicetuskan oleh Jacob van Oldenbarnevelt, seorang pemuka masyarakat Belanda yang sangat dihormati, pada tanggal 20 Maret 1602 (Ulil, dkk, 2016: 5).
Pembentukan ini bertujuan agar menghindarkan persaingan yang terjadi antara perusahaan Belanda sehingga mereka dapat bersatu dan menghadapi persaingan dengan bangsa lain, seperti Spanyol dan Portugis.
Keterlibatan VOC dalam dunia perdagangan membuat mereka melakukan sistem monopoli perdagangan, bahkan tak jarang mereka menanamkan kekuasaanya di beberapa wilayah Nusantara. Atas banyaknya kerugian selama VOC berdiri, VOC pun dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799.
2. Masa Peralihan
Jatuhnya VOC membuat pemerintah Belanda bergegas mengambil alih kekuasaan di wilayah Nusantara. Sejak 1 Januari 1800, secara resmi wilayah Nusantara menjadi wilayah kekuasaan pemerintah Belanda, dan akhirnya Nusantara disebut sebagai Hindia-Belanda (Nederlandsch-Indie).
Tahun 1800-1870 terjadi sebuah politik kolonial yang menerapkan beberapa ketentuan, yakni sistem pajak dan sistem sewa tanah (landelijk stelsel).
Dengan didorong oleh Idealisme, Daendels (1807-1811) dan Raffles (1811-1816) secara terang-terangan mendukung cita-cita liberalisme agar dapat memberikan kebebasan perseorangan, bercocok tanam, berdagang, peradilan yang baik, kepastian hukum dan hak milik tanah.
Namun, karena terdapat desakan yang berasal dari negeri induk, pada akhirnya membuat mereka tidak konsisten dan kembali jatuh pada sistem yang konservatif serta feodalistis.
3. Sistem Tanam Paksa
Sistem ini terjadi pada tahun 1830. Tanam paksa atau cultuur stelsel sengaja dibuat untuk mengatasi kesulitan finansial yang dihadapi pemerintah Belanda. Kesulitan ini merupakan akibat Perang Jawa: 1825-1830 di Indonesia dan Perang Belgia: 1830-1831 di Negeri Belanda.
Di samping itu, budget bangsa Belanda terbebani oleh bunga yang berat. Akhirnya mereka sangat menggantungkan penghasilan dari sistem tanam paksa ini.
Terdapat ciri utama sistem tanam paksa yang diintroduksi oleh van de Bosch adalah keharusan bagi rakyat Jawa untuk membayar pajak in natura, yakni dalam bentuk hasil-hasil pertanian mereka (Ulil, dkk, 2016: 6).
Van de Bosch berharap dengan adanya sistem ini dapat terkumpul hasil panen tanaman rempah yang nantinya akan segera diekspor dalam jumlah yang besar, dan kemudian dijual dan dikirim ke negara-negara yang membutuhkan dan akan memberikan keuntungan yang cukup besar.
Bahan rujukan:
Adi Sudirman. Sejarah Lengkap Indonesia . Jogjakarta: Diva Press. 2014.
Ulil Absiroh, dkk. Sejarah Pemahaman 350 Tahun Indonesia dijajah Belanda. ( Jurnal: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Riau .2016)









