Bung Karno Menangis Usai Teken Hukuman Mati untuk Sahabatnya Kartosuwiryo
JAKARTA - Tak lama setelah menyatakan kemerdekaannya , bangsa Indonesia dihadapkan dengan sejumlah pemberontakan yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Salah satunya pemberontakan Darul Islam (DI) atau Tentara Islam Indonesia (TII) di Jawa Barat. Pemberontakan terjadi setelah sang imam besar Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo memproklamirkan Negara Islam Indonesia (NII) pada 7 Agustus 1949.
Pemberontakan tersebut dilatarbelakangi Kartosuwiryo yang kecewa terhadap Indonesia, terlebih saat perjanjian Renville yang membuat sebagian wilayah Nusantara kembali dikuasai Belanda.
Sang imam akhirnya memutuskan untuk melawan Republik Indonesia (RI) di tengah agresi militer Belanda.
Tak hanya di Jawa Barat, gerakan DI atau TII juga tercatat muncul di wilayah Nusantara lainnya seperti Aceh, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan Jawa Tengah.
Pemberontakan DI atau TII 1949 hingga 1962 menjadi pemberontakan terlama pascakemerdekaan RI, hingga akhirnya dapat ditaklukkan lewat operasi Bharatayudha dengan taktik pagar betis.
Kartosuwiryo pun ditangkap dan dijatuhi hukuman mati, hingga akhirnya dia dieksekusi pada 5 September 1962 atau tepat 59 tahun silam di Pulau Ubi, Kepulauan Seribu, Jakarta.
Namun ada yang menarik dibalik hukuman mati Kartosuwiryo yang tidak lain adalah sahabat Presiden Soekarno ketika menimba ilmu kepada HOS Tjokroaminoto di kawasan Peneleh, Surabaya, Jawa Timur. Keduanya diketahui juga pernah tinggal satu atap di rumah Tjokroaminoto di Bandung, Jawa Barat.
Bung Besar menandatangi surat keputusan hukuman mati terhadap sahabatnya itu pada 1962. Bung Karno sempat menangis saat meneken surat hukuman mati Kartosuwiryo. Bahkan, eksekusi itu sempat tertunda selama tiga bulan karena dia enggan menandatangani surat tersebut.










