Negara ini Jatuh Miskin dan Terlilit Hutang karena Kehabisan Tahi Burung

Negara ini Jatuh Miskin dan Terlilit Hutang karena Kehabisan Tahi Burung

Ekonomi | BuddyKu | Jum'at, 3 Februari 2023 - 14:13
share

JAKARTA, iNews.id - Negara ini dulunya kaya raya, sekarang jatuh miskin dan terlilit hutang gara-gara kehabisan tahi burung. Negara tersebut adalah Nauru yang memiliki luas wilayah hanya 21 kilometer persegi, negara ini memiliki penduduk yang sejahtera. Saking kecilnya, negara ini bahkan tidak memiliki Ibu Kota.

Negara dengan penduduk 10 ribu orang ini pernah menyandang predikat sebagai negara terkaya di dunia. Pasalnya, negara ini memiliki pendapatan perkapita tertinggi di dunia, yang mencapai US$27 ribu per tahun. Atau jika dikurskan dengan rupiah saat ini, sekitar Rp422 juta.

Jadi, setiap tahun, setiap orang di negara ini kala itu mendapatkan uang Rp422 juta per tahun. Hal ini tentu jauh dari pendapatan perkapita Amerika Serikat, yang di tahun 1980 hanya US$12 ribu

Namun, kekayaan Nauru tidak berlangsung lama karena negara ini jatuh miskin dan terlilit hutang karena kehabisan kotoran atau tai burung.

Nauru yang baru merdeka pada 13 Januari 1968 merupakan sebuah pulau yang menyimpan kekayaan alam yang sudah ada sejak ribuan tahun lalu.

Sehingga, pulau ini menjadi tempat singgah bagi burung-burung yang bermigrasi antar benua.

Ribuan bahkan jutaan burung-burung yang singgah saat bermigrasi ini tentu saja membuang kotoranya di pulau ini. Kemudian, secara alami, kotoran-kotoran burung ini berubah menjadi kerak guano sebagai bahan baku fosfat (phosphate) yang bernilai ekonomi tinggi.

Ketika Nauru meraih kemerdekaannya di tahun 1968, ada sekitar 60 hingga 70 juta ton cadangan fosfat di pulau ini. Sejak saat itulah, rakyat di negara ini benar-benar menikmati kekayaan alamnya.

Hal ini dilakukan dengan bekerja di tambang-tambang fosfat dan menikmati segala kemewahan yang didapat dari penambangan ini.

Bukan hanya uang yang melimpah, pemerintah negara ini juga membebaskan pajak dan memberikan subsidi perumahan bagi rakyatnya secara besar.

Pelayanan publik di negara ini juga gratis. Mulai dari rumah sakit, sekolah, listrik, angkutan umum, dan berbagai layanan publik lainnya.

Tak hanya itu, banyak pemuda Nauru yang dikirim untuk sekolah di berbagai universitas terkenal di Australia. Tentu saja, hal ini dibiayai secara penuh oleh pemerintah Nauru.

Yang paling mencengangkan, untuk berbelanja kebutuhan rumah tangga, penduduk negara ini akan terbang ke Australia atau ke Singapura dengan menggunakan pesawat. Tiketnya, sudah ditanggung oleh negara.

Pada tahun 1976, produksi fosfat di negara ini mencapai 2 juta ton per tahun. Harganya, 60 juta dollar Australia per ton. Artinya, di tahun 1976, pendapatan negara ini dari penjualan fosfat mencapai US$120 juta.

Selama hampir 10 tahun, mulai dari 1974 hingga 1984, hampir semua kemewahan adalah milik rakyat Nauru. Setiap rumah warganya berisi barang-barang bernilai tinggi. Tak hanya itu, pantai di negara ini dipenuhi dengan perahu-perahu pribadi milik warga negara ini.

Kemewahan ini membuat rakyat negara Nauru lupa akan pengelolaan keuangan. Hingga akhirnya di tahun 1986, pemerintah Nauru dan rakyatnya mulai sadar bahwa cadangan fosfatnya mulai berkurang.

Pemerintah Nauru di tahun itu baru mulai berpikir untuk mengelola keuangan negara. Sayangnya, tak satupun warga negara ini yang mumpuni dan menguasai bidang ekonomi, keuangan dan investasi.

Alhasil, pemerintah Nauru menyewa jasa konsultan asing berbiaya tinggi untuk mengelola keuangan di negara ini. Sialnya, para konsultan ini melakukan korupsi besar-besaran. Hal ini dilakukan dengan laporan akan kebutuhan yang fiktif.

Akibatnya, pemerintah Nauru yang mulai mengalami persoalan ini berhutang dengan nilai US$239 juta. Persoalan keuangan yang pelik, membuat negara ini pun tak mampu membayar hutangnya.

Alhasil, sejumlah aset negara disita oleh pengadilan. Sampai pada tahun 2002, Negara Nauru dinyatakan sebagai negara yang bangkrut.

Topik Menarik