OMG, Ternyata Ini 3 Faktor Anak di Bawah Umur Melakukan Kekerasan dan Perundungan!

OMG, Ternyata Ini 3 Faktor Anak di Bawah Umur Melakukan Kekerasan dan Perundungan!

Gaya Hidup | BuddyKu | Selasa, 3 Oktober 2023 - 10:33
share

JAKARTA, NETRALNEWS.COM - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat kasus perundungan di satuan pendidikan sejak Januari sampai dengan Sepetmber 2023 mencapai 23 kasus perundungan di satuan pendidikan.

Dari 23 kasus, 50 persen terjadi dijenjang SMP; 23 persen terjadi dijenjang SD; 13,5 persen di jenjang SMA dan 13,5 persen di jenjang SMK. Jenjang SMP paling banyak terjadi perundungan, baik yang dilakukan peserta didik ke teman sebaya, maupun yang dilakukan pendidik.

Lantas, apa faktor yang menyebabkan anak di bawah umur melakukan tindak kekerasan atau perundungan?

Sekjen FSGI, Heru Purnomo katakan, setidaknya ada tiga faktor yang menyebabkan seorang anak melakukan tindak pidana sehingga harus berhadapan dengan hukum atau berkonflik dengan hukum, yaitu faktor internal, faktor eksternal dan faktor situsional.

"Minimnya keteladanan dari orangtua atau orang dewasa di sekitar anak tumbuh kembang juga bisa menjadi faktor penyebab, mengingat perilaku anak 70 persen meniru orang dewasa di sekitarnya," kata Heru, seperti dalam keterangan tertulisnya, Selasa (3/10/2023).

Faktor Internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri anak itu sendiri dan lingkungan keluarganya atau pengasuhan yang diterima anak dari keluarganya, misalnya karena salah asuhan, salah didikan dari orang tua sehingga anak menjadi manja, selalu dibela sehingga anak tidak paham konsekuensi dari perbuatannya.

"Atau bisa juga karena anak justru diasuh dengan kekerasan oleh orangtuanya, sehingga anak bisa berpotensi kuat menjadi pelaku kekerasan kelak di kemudian hari, bisa di lingkungan sekolah atau lingkungan pergaulan anak," katanya.

Faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar rumah anak, misalnya faktor yang berasal dari lingkungan sekolah, faktor pergaulan, dan atau faktor lingkungan masyarakat termasuk pengaruh dari dunia maya dari penggunaan gadget yang tanpa aturan atau edukasi dan tidak diawasi oleh orangtua atau keluarganya. Anak yang kerap mengakses konten kekerasan, bisa saja meniru konten tersebut, misalnya game online yang berisi kekerasan, bisa film juga.

"Selain itu, Anak bisa juga kecanduan konten pornografi dan kemudian melakukan kekerasan seksual pada teman sepermainan/sebaya seperti terjadi dalam sejumlah kasus anak melakukan kejahatan seksual atau malah jadi korban kejahatan seksual, seperti di Mojokerto dan Bogor," kata Heru.

Kasus SMPN di Cilacap dimana muncul anak-anak geng bernama BASIS menunjukkan bahwa pergaulan sangat mempengaruhi perilaku anak, anak belajar kekerasan dari teman sebaya. Ketika anak-anak senasib yang diasuh dengan keketrasan dalam keluarga berkumpul dalam satu geng, maka antar anggota kelompok akan saling belajar kekerasan.

Faktor situasional, yaitu faktor yang muncul tak terduga. Misalnya anak menjadi siswa junior dan dipaksa siswa senior untuk ikut tawuran, karena takut menolak maka si anak ikut tawuran. Atau misalnya situasi orangtuanya berpisah (tidak selalu terjadi) dan si anak mengalami tekanan psikologis namun tidak mendapatkan pertolongan dari profesional atau tidak support sistem dalam keluarga barunya.

Pernyataan itu disampaikan Heru, bersama Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti dan Ketua Tim Kajian Hukum FSGI, Guntur Ismail.

Topik Menarik