Webinar MARAPI PERSADA Masa Depan Kerja Sama Bilateral Indonesia Jepang

Webinar MARAPI PERSADA Masa Depan Kerja Sama Bilateral Indonesia Jepang

Nasional | BuddyKu | Sabtu, 19 Agustus 2023 - 17:48
share

Jepang, saat ini cukup khawatir akan terjadi konflik di masa depan antara China dengan Taiwan. Perkembangan hubungan China dan Semenanjung Korea, dinilai menjadi ancaman bagi keamanan Jepang.

Kebijakan keamanan Jepang di Asia Timur pun mempertimbangkan dan melihat perkembangan di Eropa, terutama perang di Ukraina karena invasi Rusia yang merupakan pelanggaran hukum internasional.

Demikian ditegaskan Dr. Atsushi Yasutomi, dari Eikei University of Hiroshima, Jepang. Hal ini dia sampaikan di Webinar MARAPI & PERSADA, bertema Masa Depan Kerja Sama Bilateral Indonesia-Jepang, Rabu (16/8/2023).

Karena itu, lanjutnya, Jepang mulai meningkatkan upaya keamanan dengan pengembangan strategi keamanan baru, yakni mengeluarkan kebijakan pertahanan yang lebih melihat ancaman eksternal.

Sejumlah langkah pun dilakukan. Seperti kerjasama dengan negara sekutu dan mitra, perubahan institusi pertahanan (Kemhan), peningkatan anggaran militer, perubahan undang-undang untuk mendukung transfer persenjataan, dan lainnya.

Hal ini, disebut oleh pengamat luar sebagai normalisasi militer Jepang, yang tadinya sangat pasifis, menjadi seperti militer di negara lainnya dengan melakukan kerjasama internasional dengan negara sahabat.

Pembicara kedua, Dr. Saya Kiba, pengajar di Kobe Univeristy of Foreign Studies menjelaskan, setelah Perang Dunia II, Jepang berfokus pada pembangunan kembali, dengan mengembangkan industri dan pabrik.

Jepang lalu mengembangkan Doktrin Fukuda, di mana Jepang tidak akan menjadi kekuatan militer. Karena itu, akan mengembangkan hubungan dengan cara heart-to-heart. Seperti dengan mengenalkan hal baik tentang Jepang baik dari sisi produk dan budaya.

Namun sejak pemerintahan Perdana Menteri Abe, ujar mantan Associate Professor di Komatsu University ini, Jepang mulai mengembangkan isu keamanan. Contohnya, dengan peningkatan pengembangan Japans Self Defense Forces.

Selain itu, Jepang tidak lagi terlalu Pasifis, menurutnya, antara lain karena trauma dari bentuk diplomasi Jepang sebelumnya. Di mana Jepang memberikan banyak bantuan dana, tetapi tidak begitu dianggap, karena tidak memberikan bantuan militer (seperti dalam perang di Kuwait).

Kedua, sebagai kritik terhadap Chequebook Diplomacy Jepang. Dengan begitu, Jepang mulai mengirimkan Self Defense Force/SDF (Pasukan Beladiri) ke luar negeri, dengan keterlibatan dalam pasukan PBB di sejumlah wilayah dan juga bantuan kemanusiaan (Humanitarian Assistance and Disaster Relief/HADR) di beberapa negara yang tertimpa musibah bencana.

Hingga kini, Jepang telah mengirimkan SDF ke banyak negara, termasuk ke ASEAN. Jepang ingin memunculkan SDF keluar, termasuk ASEAN dan Indonesia. Dalam hal ini, Jepang mengirimkan SDF untuk melakukan beberapa hal, seperti Capacity Building dan Joint Exercise.

Jepang juga telah mengembangkan kerja sama keamanan, seperti dalam transfer senjata, ungkap mantan Asisten Profesor di Doshisha University.

Selain itu, ujarnya lagi, Jepang juga memberlakukan Overseas Development Assistance (ODA) dalam bentuk keamanan, yaitu Overseas Security Assistance (OSA) yang menerima antara lain Filipina, Malaysia dan Papua New Guinea (PNG).

Sedangkan pembicara ketiga, Ishaq Rahman, M.Si, pengajar Hubungan Internasional Universitas Hasanuddin, yang juga Sekjen Asosiasi Ilmu Hubungan Internasional Indonesia (AIHII) mengatakan, setelah Perang Dunia II, demokrasi telah menjadi alat kebijakan luar negeri yang penting bagi dunia, terutama oleh Barat.

Dalam hal ini, Jepang turut mengadopsi demokrasi. Sekarang, dinamika perpolitikan Jepang bahkan telah menunjukkan keinginan kuat untuk memasuki lingkungan internasional. Termasuk dengan memberikan mekanisme donor demokrasi, yang diberikan secara sukarela.

Saat ini, Jepang telah aktif memberikan bantuan. Bahkan menjadi salah satu pendonor terbesar bagi dunia, termasuk bagi negara ASEAN. Tujuannya, untuk meningkatkan pengaruh dan prestise Jepang di sejumlah negara, jelasnya.

Untuk diketahui, MARAPI Consulting & Advisory adalah perusahaan konsultan yang memberikan jasa dan advis di bidang sosial-politk, ekonomi dan keamanan yang berdiri sejak 2020 dan berkedudukan di Jakarta.

Pendiri MARAPI antara lain Mufti Makarim, mantan pengurus KontraS dan pendiri Lokataru; Beni Sukadis, pengamat pertahanan dan keamanan; Wira Halim, Direktur Marapi dan ahli bidang ekonomi politik; Benny Junito, mantan Staf Ahli Ketua DPR RI dan mantan staf di Kedutaan Besar AS di Jakarta; Yudha Widjayakerta, mantan staf di Kedubes AS, dan lainnya.

Sementara PERSADA adalah Perhimpunan Alumni Dari Jepang, lembaga nonprofit yang bertujuan menghimpun lulusan pendidikan di Jepang dan memiliki perwakilan di berbagai daerah.

Siaran ulang webinar ini juga tersedia di Youtube Channel, MARAPI Consulting & Advisory. (*)

Topik Menarik