Melongok Perusahaan Yang Terafiliasi Dirut Moratel Di Korupsi BTS Kominfo
AKURAT.CO Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak, didakwa melakukan atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum dalam kasus korupsi penyediaan menara Base Transceiver Station 4G dan infrastruktur pendukung 1, 2, 3, 4 dan 5 Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BTS Kominfo).
Sebagaimana dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap Galumbang Menak Simanjuntak, salah satu dugaan perbuatan melawan hukum itu yakni melibatkan perusahaan-perusahaan yang terafiliasi dengan Galumbang.
Dalam sidang perdana pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (4/7/2023), duduk sebagai terdakwa Galumbang Menak Simanjuntak, Irwan Hermawan selaku Komisaris PT Solitech Media Sinergy, dan Mukti Ali selaku Account Director PT Huawei Tech Investment. Surat dakwaan Galumbang dan Mukti dianggap dibacakan bersama-sama Irwan Hermawan.
Menurut JPU, perbuatan melawan hukum Galumbang itu dilakukan bersama-sama Anang Achmad Latif selaku Dirut Bakti dan Kuasa Pengguna Anggaran, Irwan Hermawan, mantan Menkominfo, Johnny G Plate, Yohan Suryanto selaku Tenaga Ahli pada Human Development Universitas Indonesia, Mukti Ali, Windi Purnama selaku Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera dan Muhammad Yusrizki Muliawan selaku Direktur PT Basis Utama Prima. Dugaan perbuatan rasuah Galumbang dianggap memperkaya orang lain atau korporasi sehingg merugikan keuangan negara.
Jaksa menyebut Galumbang sejak awal bersama-sama Johnny G Plate dan Anang Latif sudah merancang permainan agar proyek tersebut menjadi bancakan dan menguntungkan sejumlah pihak dan korporasi. Kata jaksa, pada awal tahun 2020, Galumbang, Plate, dan Anang bertemu di Hotel Grand Hayat dan Lapangan Golf Pondok Indah untuk membahas proyek pengadaan BTS 4G Bakti Kominfo.
"Yang dalam pelaksanaannya kemudian melibatkan perusahaan-perusahaan yang terafiliasi dengan terdakwa Galumbang Menak Simanjuntak," kata jaksa.
Dalam rangka menentukan pelaksanaan pekerjaan, Galumbang Dkk melakukan sejumlah pertemuan dengan calon kontraktor dan subkontraktor. Dalam pertemuan, mereka salah satunya membahas pengaturan persyaratan pemilihan penyedia antara lainpersyaratan Owner Teknologi, Lisensi Jaringan Tertutup dan Kemitraan.
"Dengan tujuan untuk membatasi peserta lelang dan memenangkan calon penyedia yang telah disiapkan yaitu PT Telkominfra, PT Multi Trans Data, Fiberhome, PT Lintas Arta, PT Huawei, PT Surya Energy Indotama dan PT Infrastruktur Bisnis Sejahtera, PT ZTE Indonesia, padahal persyaratan tersebut tidak ada kajian teknisnya," ujarnya.
Selanjutnya, Galumbang bersama-sama dengan Anang dan Irwan menentukan kriteria pemilihan penyedia yang mengarah pada penyedia tertentu yang kemudian menjadi pemenang, yaitu:
1. Konsorsium Fiber Home PT Telkominfra PT Multi Trans Data (MTD) untuk Paket 1 dan 2.2. Konsorsium PT. Lintas Arta, PT Huawei dan PT Surya Enenrgy Indotama (SEI) untuk Paket 3.3. Konsorsium PT InfrasTruktur Bisnis Sejahtera (IBS) dan PT ZTE Indonesia Paket 4 dan 5.
Selain itu, Galumbang, Anang dan Irwan menentukan komitmen fee untuk para konsorsium yang menggarap proyek tersebut sebesar 8 persen sampai dengan 15 persen. Namun dalam pelaksanaannya, para konsorsium itu diduga melawan hukum. Di antaranya pelaksanaan pekerjaan utama diserahkan kepada Subkontraktor, pekerjaan yang sebelumnya sudah diserahkan kepada subkontraktor selanjutnya di subkontrakkan kembali.
"Pembayaran dilakukan 100 persen meskipun pekerjaan tidak selesai," ujar jaksa.
Atas rekomendasi Galumbang, Jhony G Plate memerintahkan Anang dan Irwan agar pekerjaan power system meliputi battery dan solar panel dalam penyediaan Infrastruktur BTS 4G dan Infrastruktur Pendukung Paket 1, 2, 3, 4 dan 5 diberikan kepada Muhammad Yurizki Muliawan.
"Terdakwa Galumbang Menak Simanjuntak bersama-sama dengan Anang Achmad Latif dan Irwan Hermawan mengarahkan Alfi Asman selaku konsorsium PT Lintas Arta, Huawei dan SEI untuk membayarkan fee 8 persen sampai 15 persen yang telah disepakati melalui PT Sarana Global Indonesia (SGI) dan PT Jig Nusantara Persada yang seolah-olah melakukan pekerjaan jasa konsultan pengawasan kegiatan BTS 4G," kata Jaksa.
"Bahwa jumlah pembayaran komitmen fee dari PT Huawei melalui PT. Lintasarta senilai Rp33.395.088.794, kemudian dipotong oleh PT. Sarana Global Indonesia (SGI) untuk PPn sebesar Rp3.211.066.230 dan fee 4 persen sebesar Rp1.207.360.903 dan sebesar Rp28.979.800.000 diserahkan kepada Irwan Hermawan dan Windi Purnama dengan cara ditransfer ke beberapa perusahaan yang dikelola oleh PT Sarana Global Indonesia kemudian dicairkan dan diserahkan cash kepada Irwan Hermawan dan Windi Purnama," jelas Jaksa.
Adapun, komitmen fee untuk paket 4 dan 5, Irwan Hermawam menerima uang sebesar Rp28.000.000.000 dari PT Waradana Yusa Abadi melalui Steven Setiawan Sutrisna selaku Direktur PT. Waradhana Yusa Abadi. Berdasarkan petunjuk dan arahan dari Irwan, pendistribusian uang tersebut dikirim melalui lima perusahaan yaitu, PT. DIC senilai Rp7.665.000.000; PT BKO sebesar Rp4.620.000.000; PT ATI senilai Rp4.999.000.000; PT KTM senilai Rp114.508.000.000; dan PT PC sebesar Rp6.335.000.000.
Dalam dakwaan PT Waradana Yusa Abadi tercatat menjadi subkontraktor dari Konsorsium PT Lintasarta, PT Huawei Tech Investmen, dan PT Surya Energi Indotama (SEI) untuk pengerjaan paket 3. Perusahaan tersebut juga menjadi subkontraktor pada Paket 4 dan 5 dari Konsorsium PT Infrastruktur Bisnis Sejahtera (IBS) dan PT ZTE Indonesia.
Dakwaan jaksa juga mengungkap pihak-pihak yang diuntungkan dari sengkarut dugaan rasuah ini. Di antaranya tiga konsorsium yakni:
1. Konsorsium Fiber Home PT Telkominfra, PT Multi Trans Data (MTD) untuk Paket 1, 2 sebesar Rp2.940.870.824.490.2. Konsorsium PT Lintas Arta, PT. Huawei dan PT Surya Energy Indotama (SEI) untuk Paket 3 sebesar Rp1.584.914.620.955.3. Konsorsium PT Infrastruktur Bisnis Sejahtera (IBS) dan PT ZTE Indonesia Paket 4, 5 sebesar Rp3.504.518.715.600.
Namun dalam dakwaan, Galumbang yang merupakan alumnus Fakultas Teknik Universitas Indonesia itu tak disebutkan sebagai pihak yang diuntungkan. PT Infrastruktur Bisnis Sejahtera dan PT Mora Telematika Indonesia tak lain sister company di bawah payung Grup Sinarmas.
PT Waradana Yusa Abadi merupakan satu dari ratusan perusahaan subkontraktor yang mendapat pekerjaan dari tiga konsorium tersebut. Perusahaan subkontraktor lainnya di antaranya PT Sansaine Exindo (pekerjaan paket 1, 2, dan 3), PT China Comservice Indonesia, PT Digital China Information Technology Indonesia, PT Krakatau Jasa Logistik, dan PTT (pekerjaan paket 4 dan 5).
Pada pekerjaan paket 4 dan 5 juga tercantum PT Rambinet Digital Network sebagai subkontraktor penyediaan NMS VSAT (PRTG) dari konsorsium PT Infrastruktur Bisnis Sejahtera. Tenaga Ahli Human Development Universitas Indonesia yang menyusun Kajian Teknis Pendukung Lastmile Project 2021, Yohan Suryanto, disebut menjadi pemilik sekaligus direktur perusahaan itu.
Yohan meminjamkan PT Rambinet Digital Network kepada Don Hendri sebagai subkontraktor untuk pengadaan NMS VSAT berikut sistem integratornya senilai Rp1.751.288.400. Dari peminjaman itu PT Rambinet Digital Network mendapat untung sebesar Rp223.608.400.
VSAT adalah stasiun penerima sinyal dari satelit dengan antena penerima berbentuk piringan. Fungsi utama dari VSAT adalah untuk menerima dan mengirim data ke satelit. Satelit berfungsi sebagai penerus sinyal untuk dikirimkan ke titik lainnya di atas bumi.
Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Irwan Hermawan yang beredar di kalangan wartawan, dia tidak membantah jika perusahaan transponder internet PT Indo Pratama Teleglobal ikut menjadi subkon dalam pembangunan 4G Bakti khususnya dalam memberikan layanan VSAT.
Menurut sepengetahuan Irwan, PT Indo Pratama Teleglobal yang bergerak dibidang jasa layanan satelit dimiliki oleh PT Mora Telematika Indonesia secara mayoritas sebanyak 65 persen dengan susunan Jimmy Kadir selaku Direktur Utama. Setelah Galumbang menjadi pesakitan, Jimmy yang tadinya menjabat wakil direktur utama didampuk sebagai Direktur Utama MORA yang baru. Kata Irwan, Satelit yang digunakan PT Indo Pratama Teleglobal adalah SES dan JSAT.
Salah satu kuasa hukum Galumbang, Maqdir Ismail menyangkal seluruh tuduhan jaksa terhadap kliennya. Menurut Maqdir pihaknya siap membuktikan hal tersebut
"Itu yang nanti akan kami buktikan bahwa itu tidak ada. Justru itu yang harus kami buktikan bahwa itu tidak ada. apakah dalam perkara ini kepentingan pak Galumbang itu ngga ada. Ngga ada kepentingan," ujarnya.
Maqdir juga membantah kliennya memiliki kepentingan dalam pemufatan pemenang konsorsium. Namun sepengetahuan Maqdir kliennya sempat memiliki sejumlah saham di PT IBS.
"Konsorsium dia enggak ada di situ, Pak Galumbang tidak ada di konsorsium. Tapi dia di IBS itu kalau enggak salah dia jauh berapa layer sebagai pemegang saham atau apalah, enggak ada yang langsung," jelasnya.









