Silfester Matutina Ajukan PK Kasus Fitnah JK, Kejagung Tegaskan Tak Halangi Eksekusi
JAKARTA, iNews.id - Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet) Silfester Matutina mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) atas vonis 1,5 tahun dalam kasus dugaan penyebaran fitnah terhadap Wakil Presiden Wapres ke-10 dan 12 RI, Jusuf Kalla (JK). Kabar itu dikonfirmasi Kejaksaan Agung (Kejagung).
"Iya PK, mungkin nanti mungkin di pengadilan kita cek, di pengadilan mana," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna kepada wartawan, Senin (11/8/2025).
Anang memastikan langkah hukum tersebut tidak akan memengaruhi eksekusi putusan.
"Prinsipnya PK tidak menunda eksekusi," ucap Anang.
Meski begitu, Anang tak mengetahui detail waktu eksekusi Silfester ke bui. Pasalnya, kata dia, kewenangannya ada di Kejari Jakarta Selatan (Jaksel).
"Kewenangan sepenuhnya Kejaksaan Jakarta Selatan," kata Anang.
Sebelumnya, Silfester mengaku telah berdamai dengan JK terkait kasus tersebut. Dia bahkan telah bertemu JK beberapa kali.
“Itu sudah selesai dengan ada perdamaian. Bahkan saya beberapa kali, ada dua kali, tiga kali bertemu dengan Pak Jusuf Kalla, dan hubungan kami sangat baik,” kata Silfester di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin (4/8/2025).
Dia pun mengklaim telah menjalani proses hukum. Menurut dia, pernyataan terkait JK tidak bermuatan tendensi pribadi.
"Urusan proses hukum itu sudah saya jalani dengan baik, dan memang waktu itu tidak ada diberitakan karena waktu itu baik saya, walaupun Pak Jusuf Kalla, tidak pernah memberitakan di media. Sebenarnya urusan saya dan Pak Jusuf Kalla itu tidak ada tendensi pribadi. Saya tidak membenci Pak Jusuf Kalla,” kata dia.
Diketahui, Silfester Matutina dilaporkan oleh keluarga JK ke Bareskrim Polri atas kasus fitnah. Laporan itu terkait tudingan masyarakat miskin di Indonesia banyak terjadi karena korupsi yang dilakukan keluarga JK.
Silfester juga menuding JK mengintervensi Pilkada Jakarta 2017 silam. Lalu, Silfester divonis 1,5 tahun penjara berdasarkan putusan kasasi nomor 287/K/Pid/2019.










