Menyelamatkan Aset Negara di Rel Kereta Api, dari Tanah hingga Rumah Perusahaan
JAKARTA - PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI saat ini mengelola aset tanah seluas 327.825.712 m², termasuk 16.463 unit rumah perusahaan dan 3.881 unit bangunan dinas di berbagai wilayah operasional. Perlu ditekankan rumah perusahaan KAI memiliki dasar hukum yang berbeda dengan rumah negara.
"Rumah perusahaan adalah bagian dari kekayaan yang telah dipisahkan sejak transformasi PJKA menjadi Perumka melalui PP Nomor 57 Tahun 1990. Berbeda dengan rumah negara yang dibangun dari APBN dan diperuntukkan bagi pegawai negeri" kata Direktur Keselamatan dan Keamanan KAI Dadan Rudiansyah dalam keterangannya, Jakarta, Selasa (24/6/2025).
Hal ini disampaikan saat Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Legalitas Status Aset Tanah dan Rumah Perusahaan KAI di Surabaya, FGD ini mempertemukan berbagai pemangku kepentingan dari lintas instansi untuk menyatukan pandangan terhadap upaya penyelamatan aset negara yang dikelola oleh KAI.
1. Menjaga Legalitas Aset
KAI lanjutnya, terus menjaga legalitas aset dengan mengacu pada Permen BUMN Nomor PER-2/MBU/03/2023, dan menempuh jalur hukum baik perdata, TUN, maupun pidana dalam kasus-kasus penguasaan ilegal. Salah satu contoh keberhasilan adalah pengambilalihan aset tanah seluas 597 m² di Jl. Perintis Kemerdekaan Nomor 2AA, Medan Barat yang berhasil dikembalikan ke KAI setelah proses hukum berkekuatan tetap.
"Forum ini menjadi momentum penting untuk menyamakan pemahaman antar-lembaga. Sinergi yang kuat adalah kunci untuk menyelamatkan dan mengoptimalkan aset demi mendukung transportasi nasional yang berkelanjutan,” kata Dadan.
2. Banyak Aset Belum Tersertifikasi
Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Kuntadi menyampaikan bahwa KAI merupakan moda transportasi vital yang menghubungkan wilayah ujung ke ujung di Pulau Jawa, baik untuk penumpang maupun barang. Sayangnya, banyak aset peninggalan kolonial yang belum tersertifikasi dan bahkan dikuasai oleh pihak ketiga.
Dia menjelaskan bahwa tantangan legalitas aset sering kali berasal dari dokumen masa lalu, seperti groundkaart yang dialihkan tanpa pencermatan hukum. Hal ini memperbesar risiko kehilangan aset negara. Untuk itu, Kejaksaan berkomitmen mengawal proses sertifikasi, memberikan pendampingan dan pandangan hukum, serta mengambil langkah hukum tegas jika ditemukan pelanggaran tentu dengan berkolaborasi bersama ATR/BPN, kepolisian, dan pemerintah daerah.
“Kami sangat mengapresiasi dan mendukung penuh upaya-upaya KAI untuk mengembalikan aset-aset ini agar digunakan sebagaimana mestinya, yakni untuk menunjang pelayanan publik yang prima kepada masyarakat,” tambah Kuntadi.
Dia juga menekankan bahwa penyelamatan aset bukan sekadar perkara hukum, tetapi bagian dari amanat konstitusi. "Mari kita kawal bersama, mulai dari digitalisasi pendataan hingga percepatan sertifikasi massal. Aset negara adalah amanah rakyat yang tidak boleh berpindah tangan secara pribadi,” tegasnya.