Bukan dengan Paksaan, Tetapi dengan Cahaya: Mendidik untuk Masa Depan yang Lebih Cerah
Nora BawazierDirektur Rote Hospitality Academy
CARA kita mendidik anak-anak dan remaja membentuk tidak hanya apa yang mereka ketahui. Pendidikan menentukan bagaimana mereka berpikir, merasakan, menjalin hubungan dengan orang lain, dan merespons dunia di sekitar mereka.
Di tengah dunia yang terus berubah ini, kita dihadapkan pada dua pendekatan pendidikan yang sangat berbeda: satu yang berlandaskan kekakuan, disiplin, dan kontrol, dan yang lainnya berakar pada kasih sayang, rasa ingin tahu, dan pembentukan karakter.
Pendidikan bergaya militer menekankan keteraturan dan ketaatan. Aturannya ketat, otoritas bersifat mutlak, dan kesalahan sering kali dibalas dengan hukuman. Sistem seperti ini memang bisa menghasilkan disiplin, tetapi juga dapat melemahkan pemikiran kritis, menekan individualitas, dan menciptakan suasana yang penuh ketakutan, bukan inspirasi.
Sebaliknya, pendekatan pendidikan yang penuh kasih sayang mendorong anak-anak untuk bertanya, mengeksplorasi ide, dan belajar melalui kesalahan. Lingkungan seperti ini membina rasa aman secara emosional, ekspresi pribadi, dan pola pikir berkembang.
Kesalahan tidak dihukum, melainkan dijadikan batu loncatan untuk belajar dan bangkit. Anak-anak yang merasa aman untuk penasaran akan tumbuh menjadi pembelajar yang percaya diri dan pada akhirnya, menjadi pribadi dewasa yang tangguh dan bijak.
Di Rote Hospitality Academy, kami sepenuhnya meyakini pendekatan yang kedua ini. Karena itu, kami terus mengembangkan kurikulum kami, tidak hanya dalam pelatihan perhotelan, tetapi juga dengan pelajaran pengembangan diri dan aktivitas pembentukan karakter.
Kami percaya bahwa ini adalah fondasi utama karena sebelum seseorang dapat menguasai keterampilan, ia harus terlebih dahulu memahami siapa dirinya, apa yang memotivasinya, dan bagaimana terus maju meski dalam kesulitan. Kami telah melihat bagaimana para siswa kami berkembang dan bersinar dalam lingkungan di mana mereka merasa aman, terlihat, dan didengar di mana rasa ingin tahu mereka dipupuk dan mereka didorong untuk mencoba hal-hal baru.
Dalam suasana seperti ini, proses belajar menjadi sebuah petualangan pribadi bukan sesuatu yang ditakuti, tetapi sesuatu yang dinikmati. Setiap siswa mulai melihat perjalanan belajarnya sebagai kisah yang mereka tulis sendiri, sebuah cerita yang bisa mereka banggakan dan miliki sepenuhnya.
Kami juga menekankan pentingnya membangun mindset bertumbuh, kesadaran diri, tanggung jawab pribadi, dan apa yang kami sebut sebagai keramahtamahan intuitif kemampuan untuk melayani orang lain dengan ketulusan, kepekaan, dan makna.
Ketika siswa mulai mempercayai kemampuan mereka untuk belajar, beradaptasi, dan tumbuh, mereka akan menghadapi tantangan bukan dengan rasa takut, tetapi dengan antusiasme. Mereka menjadi pembelajar yang tangguh, berani mencoba, jatuh, dan bangkit kembali.
Dan kami tidak hanya mengajarkan nilai-nilai ini, kami menjalankannya. Sebagai pengajar dan pembimbing, kami menjadi teladan nyata. Ketika kami sendiri menghadapi tantangan, kami kembali mengingat apa yang kami ajarkan, dan apa yang kami harap siswa kami lihat dalam diri kami.
Komitmen inilah yang memberi kami energi dan harapan keyakinan bahwa kami dapat menjadi bagian dari perubahan dan meningkatkan kehidupan, satu angkatan demi satu, satu hati demi satu.
Pendidikan seharusnya bukan soal kendali, tetapi soal hubungan. Bukan tentang membungkam anak, tetapi tentang mendengarkan mereka, membantu mereka menemukan suara, jalan, dan kekuatan mereka sendiri. Lingkungan yang dibangun dengan kepercayaan dan dukungan akan menumbuhkan individu yang mandiri dan percaya diri, yang tumbuh menjadi dewasa yang penuh kasih, tangguh, dan mampu membimbing generasi berikutnya dengan kebijaksanaan.
Pada akhirnya, pendidikan bukan sekadar tentang mentransfer pengetahuan. Pendidikan adalah tentang membentuk manusia yang utuh, sadar, dan siap memberikan kontribusi berarti bagi dunia. Kita harus bertanya pada diri sendiri: masa depan seperti apa yang ingin kita ciptakan?
Masa depan yang dibentuk oleh ketakutan dan ketaatan, atau masa depan yang diinspirasi oleh cinta, keberanian, dan rasa ingin tahu? Jawabannya terletak pada bagaimana kita memilih untuk mengajar, bukan dengan paksaan, tetapi dengan cahaya