Perang Iran-Israel Pecah, Ekonom: Lupakan Target Ekonomi Tinggi dan Angan-angan Kampanye

Perang Iran-Israel Pecah, Ekonom: Lupakan Target Ekonomi Tinggi dan Angan-angan Kampanye

Berita Utama | sindonews | Kamis, 18 April 2024 - 15:30
share

Guru Besar Ilmu Ekonomi dan Ekonom Indef Didik J Rachbini mengatakan, eskalasi konflik yang terjadi di Timur Tengah pasti menimbulkan dampak luas pada perekonomian nasional dan global, terlebih dengan pecahnya perang Iran vs Israel. Kondisi ini menjadi mutlak harus diantisipasi dengan kebijakan ekonomi dan politik.

Baca Juga: Menakar Dampak Perang Iran-Israel ke Indonesia: Guncang Mata Uang hingga Harga Minyak

Menurutnya, meskipun ekslasi lanjutan masih belum dapat dipastikan, tetapi faktor yang mendamaikan hampir tidak ada sama sekali sehingga mustahil akan segera berhenti."Antisipasi mitigasi kebijakan perlu dirumuskan dan dijalankan dengan kondisi lingkungan yang tegang," jelas Didik dalam keterangan resminya, Kamia (18/4/2024).

Didik menilai, ketidakpastian yang saat ini terjadi juga pasti berpengaruh terhadap Presiden terpilih dalam Pilpres 2024. "Bagi Indonesia, bagi Presiden baru terpilih, kondisi tidak pasti ini bisa dan akan membuat berantakan dalam menjalankan kebijakan ekonominya dan sekaligus menambah beban baru bagi masyarakat," ungkapnya.

"Sasaran pertumbuhan ekonomi yang tinggi, juga angan-angan dalam kampanye, lupakan saja, fokus pada daya tahan masyarakat, daya beli mereka, menahan agar tidak terjadi pengangguran yang besar. Karena itu, kebijakan menjaga inflasi dan harga2 kebutuhan pokok merupakan kebijakan utama untuk melindungi golongan bawah yang rentan," tuturnya menambahkan.

Baca Juga: Dipengaruhi China dan Perang, IMF Proyeksikan Ekonomi Global 2024 Bakal Melambat

Namun demikian, Didik menyebutkan, setidaknya ada 3 kebijakan yang harus diutamakan untuk menjaga dan melindungi golongan bawah dan rentan.

"Untuk menjaga daya beli tidak turun, maka pemerintah harus sekuat tenaga dan segala kemampuan mengendalikan harga-harga atau menjaga inflasi. Ini merupakan duet pemerintah dan Bank Indonesia," terang Didik.

Oleh sebab itu, Didik menilai, dalam kebijakan ini Bank Indonesia berperan penting untuk mengendalikan hal ini dari sisi moneter. "Sejauh ini BI cukup baik dalam melaksanakan pengendalian inflasi dan lebih keras lagi menjalankannya pada saat dunia dalam ketegangan yang memuncak," imbuhnya.

Lebih lanjut Didik berpendapat, pada sisi sektor riil pemerintah pusat dan daerah sudah wajib memantau harga2 kebutuhan pokok rakyat dari hari ke hari bahkan dari jam ke jam. Di daerah ada TPID, lembaga yang prabowo tidak dalam menjawab pertanyaan jokowi dalam debat.

Menurutnya, kebijakan fiskal merupakan satu-satunya instrumen kebijakan yang langsung bisa dipakai oleh pemerintah. Kebijakan ini dijaga agar pengeluaran produktif, mampu membantu masyarakat bawah dan rentan.

Katanya, kebijakan fiskal yang baik adalah prident, berhati-hati dan mampu mengendalikan defisit, jangan jor-joran, proyek besar kendalikan, dan populisme jangan serampangan. ebijakan untuk mempertahankan produktivitas dan dunia usaha di dalam negeri.

"Harus diingat bahwa sektor dalam negeri adalah bagian terbesar, yakni 75 persen. Meskipun eksternal guncang tetapi menjaga ekonomi dan udaha dalam negeri terutama menengah kecil sangat penting di masa genting," sambung Didik.

Sementara itu, kebijakan perdagangan luar negeri diarahkan ke kawasan yang sedikit terpengaruh perang. Jalur ke eropa dan timur tengah pasti terganggu. Tetapi mitra dagang di kutub ekonomi lainnya akan hidup terus, seperti mitra Jepang, Cina, Asean, India dll.

"Sekarang saja dampak psikologisnya sudah terasa. Pemerintah perlu ahli komunikasi publik yang mengerti masyarakat, terutama calon pemerintah baru mulai sekarang untuk melakukan kebijakan komunikasi publik berkaitan dengan antisipasi kebijakan dari dampak perang Iran Israel," tutup Didik.

Topik Menarik