11 Modus Kekerasan Seksual Di Satuan Pendidikan

11 Modus Kekerasan Seksual Di Satuan Pendidikan

Berita Utama | BuddyKu | Selasa, 2 Mei 2023 - 21:00
share

AKURAT.CO Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat sebanyak 46,67 persen kasus kekerasan seksual sepanjang Januari-April 2023 terjadi di jenjang Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah.

Kemudian sebanyak 13,33 persen di jenjang SMP, 7,67 persen di SMK dan 33,33 persen di pondok pesantren.

Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti, menjelaskan, dari 15 kasus yang terjadi, sebanyak 46,67 persen satuan pendidikan di bawah kewenangan Kementerian Agama dan 53,33 persen di bawah kewenangan Kemendikbudristek.

"Pelaku kekerasan seksual di lingkungan satuan pendidikan ada 15 orang, semuanya laki-laki. Adapun status pelaku yaitu pimpinan dan pengasuh ponpes ada 33,33 persen, guru/ustaz ada 40 persen, kepala sekolah sebanyak 20 persen dan penjaga sekolah hanya 6,67 persen. Sedangkan korban total 124 anak, baik laki-laki maupun perempuan," paparnya melalui keterangan resmi, Selasa (2/5/2023).

Sekretaris Jenderal FSGI, Heru Purnomo, menambahkan, kekerasan seksual terhadap anak yang berbasis daring pada tahun 2023 ada satu kasus atau 10 persen dan 90 persen kasus dilakukan secara luring oleh pelaku.

"Kekerasan seksual berbasis daring terjadi di awal tahun 2023 di Lampung. Pelaku menyasar anak-anak usia SD dengan jumlah korbannya 36 anak dan 22 anak dari 36 tersebut merupakan teman satu sekolah yang sama, laki-laki maupun perempuan," jelasnya.

Heru menambahkan, korban rata-rata berusia 12 tahun, dikenal pelaku melalui akun Facebook. Modus pelaku dengan mengirim konten pornografi melalui grup Whatsapp korban dan video call pribadi dengan meminta anak korban melepas pakaiannya.

"Diduga kuat anak-anak sudah terpapar konten pornografi yang kerap dibagikan oleh pelaku di grup whatsapp mereka," ujarnya.

Wilayah Kejadian Kasus Kekerasan Seksual

Provinsi Lampung: Kabupaten Mesuji, Lampung Tengah, Lampung Selatan, Lampung Utara dan Lampung Barat

Provinsi Jawa Tengah: Kabupaten Batang, Kota Semarang dan Kabupaten Banyumas

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta: Kabupaten Gunung Kidul

Provinsi Jawa Timur: Kabupaten Jember, Kota Surabaya dan Kabupaten Trenggalek

Provinsi DKI Jakarta: Kota Jakarta Timur

Provinsi Bengkulu: Kabupaten Rejang lebong

Provinsi Sulawesi Selatan: Kota Pare Pare

Modus Kekerasan Seksual

Dari 15 kasus di tahun 2023 FSGI mencatat 11 modus pelaku dalam melancarkan aksi bejatnya terhadap korban.

1. Dibujuk agar mendapatkan barokah dari Tuhan oleh pelaku yang juga pemilik pondok pesantren.

2. Valuasi pembelajaran di dalam ruang Podcast Ponpes pada pukul 23.00 Wib kemudian dicabuli.

3. Diiming-imingi uang dan jajanan oleh pelaku.

4. Lapor dilecehkan teman sekolah ke kepala sekolah malah dicabuli kepala sekolah di ruang UKS dengan dalih memeriksa dampak pelecehan yang dilaporkan.

5. Guru kelas menyentuh pinggang dan dada, siswinya melawan namun si guru malah mengulangi.

6. Guru agama periksa PR (pekerjaan rumah), siswi dipangku dan diminta mengangkang.

7. Pelaku bukan guru, berkenalan dengan korban melalui media sosial lalu dimasukkan korban ke grup Whatsapp teman sekolahnya. Pelaku melakukan video call, mengirimi video porno dan melakukan kekerasan seksual berbasis daring terhadap 22 siswi SD dari sekolah yang sama.

8. Korban diberi uang dan diajak ke kantin lalu diciumi dan diremas-remas dadanya.

9. Menutup wajah korban dengan handuk saat pembelajaran terkait materi indera perasa, kemudian korban dicabuli.

10. Saat bertindak sebagai pembina dalam kegiatan Masa Bimbingan Fisik dan Mental (Madabintal) peserta didik baru di bumi perkemahan pelaku mencabuli tiga siswi yang merupakan kawan sekelompok di salah satu pos jaga.

11. Pelaku berpura-pura menikahi korban secara siri tanpa wali maupun saksi. Setelahnya pelaku melakukan kekerasan seksual kepada para santriwatinya dengan dalih sudah sebagai suami istri.

Dari 11 modus tersebut, terutama kasus kekerasan seksual yang terjadi di satuan pendidikan berasrama berbasis agama.

FSGI menilai, relasi kuasa antara tokoh agama dan santrinya melekat kuat di ponpes. Nilai-nilai ketakziman santri untuk memperoleh keberkahan guru dan semua perkataan kiai atau ustaznya merupakan sesuatu yang harus dilakukan, jika tidak akan mengurangi keberkahan maupun syafaat.

"Sehingga, pelaku biasanya dianggap memiliki kebenaran hakiki baik ucapan maupun tindakannya. Hingga hanya sedikit masyarakat yang mempercayai kebenaran peristiwa kekerasan seksual yang dialami korban yang notabene masih di bawah umur," demikian Retno.

Topik Menarik