Kisah Rasuna Said, Saudagar Kaya Memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia

Kisah Rasuna Said, Saudagar Kaya Memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia

Travel | BuddyKu | Kamis, 17 Agustus 2023 - 11:30
share

JAKARTA Hajjah Rangkayo Rasuna Said adalah wanita pejuang Kemerdekaan Indonesia. Dia merupakan tokoh penggerak yang berjasa mencerdaskan bangsa lewat kemampuan berbahasanya.

Rasuna Said lahir di Maninjau, 14 September 1910. Tepatnya di Desa Panyinggahan, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Dia adalah keturunan Bangsawan Minang. Rangkayo yang tersemat di namanya merupakan gelar adat yang ditujukan pada orang berakhlak mulia dan kaya raya.

Ayah Rasuna sendiri, Muhammad Said merupakan seorang aktivis sekaligus saudagar kaya. Menjadikannya sosok yang cukup terpandang di kalangan masyarakat Minang.

1926-1927

Di usianya yang masih belia yakni 16 tahun, Rasuna sudah bergabung dengan organisasi Sarekat Rakyat pada 1926, menjadi seorang sekretaris cabang. Setelah Sarekat Rakyat bubar di tahun berikutnya, dia bergabung ke Sarekat Islam pada 1927 dan memimpin cabang Maninjau.

Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jajang Jahroni dalam tulisannya Haji Rangkayo Rasuna Said: Pejuang Politik dan Penulis Pergerakan mengatakan betapa Rasuna terinspirasi oleh pidato-pidato gurunya, H. Udin Rahmani, seorang tokoh pergerakan kaum muda di Maninjau dan anggota Sarekat Islam.

"Ia tumbuh menjadi seorang pribadi yang progresif, radikal, dan pantang menyerah," tulis Jajang.

1928-1929

Pemikiran kritis Rasuna semakin terbentuk ketika dia menyadari bahwa perempuan dilarang mengenyam pendidikan dan politik aktif. Dari situ perlahan Rasuna mulai memahami pentingnya persamaan hak antara pria dan wanita. Ini diperkirakan terjadi bersamaan ketika Rasuna bergabung ke organisasi reformis islam, Sumatera Thawalib.

saudagar

Berkat keorganisasiannya di Thawalib, keyakinan reformis dan agamanya semakin bulat, membuat Rasuna sangat memperhatikan kemajuan serta pendidikan kaum wanita. Masa-masa ini merupakan masa pengabdian Rasuna ke generasi penerus bangsa. Dia banyak mengajar di sekolah-sekolah yang tersebar di Padang Panjang, Padang dan Bukittinggi.

Dia mengajar di Madrasah Diniyah Putri dan bertemu salah satu tokoh gerakan Sumatera Thawalib, Rahmah El Yunusiyyah.

Selanjutnya dia juga membangun sekolah Thawalib di Padang dan menjadi salah satu tenaga pengajarnya sendiri.

1930

Pada 1930, Rasuna berhenti mengajar di Madrasah Diniyah Putri lantaran berselisih dengan pemimpinnya. Dia bersikeras memasukkan pendidikan politik ke kurikulum, dengan pandangan kemajuan kaum wanita tidak hanya bisa didapat dengan mendirikan sekolah, tetapi harus disertai perjuangan politik.

Di tahun yang sama, Rasuna bersama anggota Thawalib yang lama mendirikan Persatuan Muslim Indonesia (Permi). Mereka mulai lebih aktif mendirikan sekolah dan membuka kursus. Murid-muridnya diajarkan keterampilan baca dan menulis. Permi juga mencari kadernya dari situ.

1931-1932

Permi merupakan kelompok yang aktif menentang penjajahan Belanda. Karena berasal dari akar yang sama (Thawalib), spirit para anggotanya melakukan reformasi sangat besar. Saat itu, Permi termasuk salah satu dari sedikit organisasi di Indonesia yang merangkul asas nasionalisme dan Islam secara bersamaan.

Para orator Permi biasa berpidato terang-terangan melawan penjajahan. Rasuna yang ditugaskan mengisi seksi propaganda juga terlibat di dalamnya. Meski berhadapan dengan pemerintah kolonial Belanda, dia tidak menunjukkan rasa takut. Rasuna Said pun dijuluki Singa Betina oleh Jajang Jahroni dalam bukunya Ulama Perempuan Indonesia (2002).

Hingga, pada pertengahan Agustus 1932, Rasuna bersama temannya, Rasimah Ismail yang juga aktivis Permi ditangkap ketika sedang berpidato di Payakumbuh. "Kita harus mencapai kemerdekaan Indonesia, kemerdekaan harus datang, salah satu kalimat yang dilontarkan Rasuna dengan suara lantang. Setelah itu dia didakwa atas pelanggaran berbicara dan mengujar kebencian serta dijatuhi hukuman penjara selama 14-15 bulan.

1934-1936

Semenjak penangkapan Rasuna, efektivitas Permi terus menurun. Dinas Intelijen Politik Belanda atau Politieke Inlichtingen Dienst (PID) berperan besar dalam membatasi pergerakan tersebut.

Rasuna yang telah keluar dari penjara pada 1934 kemudian memilih untuk melanjutkan studinya di Sekolah Pendidikan Keguruan Permi di Padang.

Di tahun berikutnya 1935, sembari belajar, dia juga menyempatkan dirinya untuk menulis artikel di sebuah majalah jurnalis Raya. Rasuna juga menjadi pemimpin redaksinya dan tulisannya sendiri dikenal tajam. Majalah Raya berhasil menjadi tonggak perlawanan masyarakat di Sumatera Barat.

1937-1941

Rasuna pindah ke Medan ketika pimpinan-pimpinan Permi tidak bisa berbuat banyak setelah terus ditekan pihak pemerintah kolonial Belanda.

Di Medan, dia mendirikan lembaga pendidikan khusus untuk kaum perempuan. Rasuna sekali lagi mengajarkan kepada murid-muridnya, pentingnya keikutsertaan perempuan dalam proses perjuangan mencapai kemerdekaan. Lebih lanjut, perempuan punya hak setara dengan pria di bidang pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Di sana , dia juga membuat artikel majalah/koran terbitan lokal seperti Suntiang Nagari dan Menara Poeteri.

1942-1943

DI masa pendudukan Jepang, Rasuna Said terus berkiprah. Ia turut menggagas berdirinya perkumpulan Nippon Raya yang sebenarnya bertujuan untuk membentuk kader-kader perjuangan. Atas tindakannya ini, dia dituduh menghasut rakyat.

Kepada seorang pembesar Jepang, berdasarkan literatur yang ditemukan Jajang Jahroni, Rasuna mengatakan "Boleh Tuan menyebut Asia Raya karena Tuan menang perang. tetapi Indonesia Raya pasti ada di sini," kata Rasuna sambil menunjuk dadanya sendiri

Dia sempat ditangkap, namun dibebaskan secara singkat oleh Jepang karena khawatir menyebabkan ketidakpuasan publik.

Pada 1943, ia bergabung dengan pasukan sukarelawan militer Giyugun yang sangat nasionalis, yang telah didirikan oleh Jepang di Sumatra. Dia membantu mendirikan bagian wanitanya, Hahanokai.

Pasca Kemerdekaan

Setelah Indonesia merdeka pada 1945, Rasuna bergabung dengan Badan Penerangan Pemuda (BPA) Indonesia.

Kemudian pada 1947, dia menjadi badan legislatif sementara anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Lalu Rasuna juga ditunjuk menjadi anggota parlemen atau Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat (DPR RIS).

Pada 1949, Rasuna Said masuk keanggotaan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) di Jakarta, mewakili Sumatera.

Tahun berikutnya, 1950, ia menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sementara.

Lalu jabatan terakhirnya adalah ketika dia diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) atas dekrit Presiden pada 5 Juli 1959.

6 tahun berikutnya Rangkayo Rasuna Said, meninggal dunia setelah berjuang melawan penyakit kanker di usia 55 tahun, tertanggal 2 November 1965.