B.M. Diah, Perumus yang Selamatkan Naskash Asli Proklamasi dari Keranjang Sampah
JAKARTA Burhanuddin Mohammad Diah atau B.M. Diah menjadi salah satu orang yang menyaksikan perumusan naskah proklamasi ketika peristiwa Rengasdengklok.
Lahir pada April 1917 di Kutaraja, Aceh, B.M. Diah adalah putra dari pasangan Mohammad Diah dan Siti Saidah. Pada awalnya nama B.M. Diah hanya Burhanudin, tetapi kemudian dia menambahkan nama ayahnya, setelah sang ayah meninggal dunia
Perbedaan Naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Klad dan Otentik Setelah ayahnya meninggal dunia, ibunya kemudian mengambil alih tanggung jawab dengan terjun kedunia penjualan emas, intan, dan pakaian. Namun ibunya juga meninggal dunia delapan tahun kemudian, dan Burhanudin kecil pun diasuh oleh kakak perempuannya.
B. M. Diah mengawali pendidikannya sebagai salah satu siswa di HIS Kutaraja pada 1929 yang dilanjutkan dengan MULO Medan. Pada usia ke 17 tahun, ia berangkat ke Jakarta untuk melanjutkan pendidikan nya di Ksatriaan Instituut dengan memilih jurusan jurnalistik.
Ia banyak belajar mengenai ilmu kejurnalistikan melalui Douwes Dekker sebagai pimpinan sekolah. Setelah lulus, ia kembali bertolak ke Medan dan memulai karirnya dalam dunia pers.
Berkarier di Dunia Pers
Setelah lulus sekolah ia menekuni profesi dalam bidang pers/kejurnalistikan sebagai redaktur harian di harian Sinar Deli Medan. Satu tahun setengan kemudian, ia kembali ke Jakarta serta menjadi pegawai di harian Sin Po yang juga berprofesi sebagai penerjemah dan pembantu Kantor Penerangan Konsul Jenderal Inggris di Jakarta.
Pada 1942, Diah menjadi penyiar bahasa Inggris di Radio Nippon Hoso Kyoku, dan tiga tahun kemudian, pada 1945 Diah ditunjuk sebagai pimpinan redaksi luar negeri karena kecakapannya daat terbentuk surat kabar Asia Raya yang diprakarsai oleh Jepang.
Meskipun ia menjadi wartawan di bawah kendali Jepang, rasa nasionalisme yang dimiliki Diah tidak pernah luntur. Melalui Asia Raya, ia mengajak rekan-rekan se profesinya untuk menulis berita yang berisi ajakan kepada para pemuda untuk berkumpul dan melakukan perubahan bagi Indonesia.
Ia kemudian dipilih sebagai pimpinan gerakan revolusioner pemuda Indonesia pada angkatan baru tahun 1945. Gerakan ini semakin sering melakukan pertemuan secara terbuka, hingga mengakibatkan kekhawatiran dari pemerintah Jepang sehingga berujung pada penangkapan B. M. Diah pada 7 Agustus 1945.
B. M. Diah pada Peristiwa Rengasdengklok
B. M. Diah dibebaskan pada 15 Agustus 1945, bertepatan pada saat Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu. Ia bergegas mencari rekan-rekannya tetapi yang ia dapatkan justru informasi mengenai Soekarno-Hatta yang menghilang. Kemudian ia tetap menemui rekan-rekannya dan mencari informasi mengenai hilangnya Soekarno-Hatta.
Saat pulang ke rumah Diah bertemu dengan Imam Sapardi yang bekerja di Asia raya. Imam menceritakan kepada Diah bahwa Soekarno-Hatta dibawa ke luar kota oleh para pemuda akibat menolak saat didesak memproklamasikan kemerdekaan.
Achmad Soebardjo berhasil membawa kembali Soekarno-Hatta ke Jakarta. Mereka tiba pada malam hari dan menuju rumah Laksamana Maeda. Di sana menunggu Diah, Semaun Bakri, Sayuti Melik, dan Iwakusuma Sumantri.
Di rumah Laksamana Maeda, Soekarno-Hatta bersama Achmad Soebardjo merumuskan naskah proklamasi yang disaksikan oleh B. M. Diah serta tokoh lainnya. Naskah proklamasi itu kemudian diketik ulang oleh Sayuti Melik dan ditanda tangani oleh Soekarno-Hatta.
Naskah proklamasi hasil tulis tangan Soekarno kemudian dibuang ke keranjang sampah, tetapi kemudian diambil lagi dan disimpan oleh B. M. Diah. Setelah kemerdekaan, naskah yang disimpan oleh B. M. Diah menjadi salah satu arsip terpenting negara.
Setelah kemerdekaan B. M. Diah mendirikan Harian Merdeka pada 1 Oktober 1945. Ia menjadi pimpinan redaksi besama Joesoef Isak sebagai wakilnya, dan Rosihan Anwar sebagai direktur.
Sebelumnya pada April 1945, B. M. Diah bersama istrinya Herawati sudah lebih dulu mendirikan koran berbahasa Inggris bernama Indonesian Observer.
B. M. Diah kemudian wafat pada 10 Juni 1996 dan di makamkan di Taman Makan Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan.

