Yuk, Mengenal Pakde Abit, "Jenderal Preman Mengajar" di Republik Gubuk Malang, Gaes!

Yuk, Mengenal Pakde Abit, "Jenderal Preman Mengajar" di Republik Gubuk Malang, Gaes!

Travel | BuddyKu | Rabu, 31 Mei 2023 - 07:38
share

MALANG, NETRALNEWS.COM - "Pakde, Pakde, sikil kulo pripun posisine (kaki saya bagaimana posisinya, red )?" teriak beberapa anak yang sedang belajar tari topeng malangan. Kurang lebih artinya bagaimana posisi dan gerak kaki mereka.

Sosok tinggi besar dengan rambut dikuncir atasnya, meski tidak gondrong, yang mereka panggil dengan sebutan Pakde adalah guru tari dan pengasuh gubuk baca. Gubuk Baca Kampung Treteg, namanya.

Gubuk Baca Kampung Treteg adalah wadah mengembangkan diri bagi anak-anak dan pemuda di Kampung Treteg. Gubuknya kecil, sederhana, namun diminati sebagai ruang bermain serta belajar bagi anak-anak di kampung itu.

Ia sosok lelaki yang murah senyum. Kehadirannya selalu menghidupkan suasana. Kelucuan dan jenakanya dirindukan banyak orang. Tawa keras yang keluar dari mulut dan selalu ditutup memakai telapak tangannya, jadi ciri khasnya.

Dulu, memang ada satu giginya yang lepas, entah karena jatuh atau kecelakaan. Itu mungkin yang membuat dia saat tertawa mulutnya ditutup tangan. Meskipun sekarang sudah dipasang gigi palsu, tetap saja kebiasaan itu tidak hilang.

Hampir semua orang di kampung itu memanggil sosok ini dengan sebutan Pakde, mulai dari anak-anak, remaja, ibu-ibu, dan bahkan para pemuda Kampung Busu yang merupakan salah satu dusun terpencil di Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Abit nama sosok itu. Ia seorang lelaki empat puluh tahunan asli kelahiran Busu. Orangnya sangat peduli dengan kemajuan dusunnya, terutama soal pendidikan anak dan soal peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Sudah lebih dari lima belas tahun dia membuat ruang belajar di rumahnya. Di rumah itu, anak-anak berkumpul untuk belajar.

Anak-anak kecil itu adalah generasi kedua, sedangkan generasi pertama adalah ibu dari anak-anak tersebut. Dulu, ibunya yang diasuh Abit, sekarang anaknya yang dititipkan untuk diasuh juga.

Di ruang kecil itu, Abit mendampingi mereka belajar dan bermain mulai dari pelajaran akademis, hingga mengenalkan seni dan budaya.

"Jenderal", sebuah jabatan yang diberikan kawan-kawan komunitasnya.Iya, Abit adalah "Jenderal Preman Mengajar. Preman Mengajar adalah sebuah wadah atau komunitas berkumpulnya preman-preman kampung untuk saling bersama belajar menjadi lebih baik dan bermanfaat untuk masyarakat sekitar.

Jenderal Abit mengorganisir mereka dan mengajak mereka berkegiatan positif, mulai dari mendampingi anak-anak di kampung, hingga membuatkan program agar para preman ini bisa mengajar di sekolah sekitar. Musik, seni budaya, hingga permainan tradisional merupakan materi yang diajarkan.

Tak gampang mewadahi dan mengajak para pemuda yang terbiasa " saenake dewe " atau seenaknya sendiri dan bebas melakukan apa saja, serta sudah mendapat penilaian negatif dari masyarakat. Tetapi, Jenderal Abit mampu melakukannya.

Lima belas tahun lebih bukan waktu yang sebentar. Tantangan, kendala, dan penolakan menjadi bagian dari perjalanan dan perjuangan Abit.

Latar belakang Abit juga menjadi salah satu faktor munculnya penolakan dan rasa tidak percaya masyarakat. Penjudi, preman, pemalak, dan pemabuk adalah bagian dari masa lalunya. Jadi, sangat wajar jika ada keraguan dari masyarakat sekitar.

Lima belas tahun tentu juga menjadi pembuktian dari laku Abit. Selalu ada panen jika kita menanam. Sekarang kepercayaan itu telah tumbuh besar.

Keberadaan Pakde Jenderal dengan segala kegiatan positifnya sudah dibutuhkan oleh banyak pihak. Masyarakat, sekolah, dan bahkan pemerintah setempat sudah menerima serta mendukungnya.

Di dusunnya, sudah ada empat taman baca hasil dari gerakanya. Dia sudah dipercaya menjadi salah satu pengurus program budaya di tingkat desa dan kecamatan.

Pernah ada kisah luar biasa pada saat seminar kampung yang diinisiasi di kampungnya. Pesertanya adalah remaja-remaja putri karena kebetulan tema seminar waktu itu adalah tentang perempuan.

Ada satu momen ketika narasumber bertanya pada salah satu peserta yang hadir. Ia bertanya tentang cita-citanya.

"Mbak, apa cita-cita sampean ?" tanya narasumber.

Dengan sangat tegas dan yakin, peserta tersebut menjawab,"Saya ingin sekolah yang tinggi agar bisa bermanfaat untuk kampung seperti Pakde Abit."

Abit hanya lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Tapi, apa yang dilakukan dan apa yang diperjuangkan, telah menjadi inspirasi bagi banyak anak di kampungnya.

Saat ini, Jenderal Preman Mengajar harus mengurangi sedikit geraknya. Sang istri sedang sakit dan Abit harus lebih banyak meluangkan waktu untuk mendampingi perawatannya.

Selain itu, pandemi juga berpengaruh pada roda perekonomiannya.Untunglah, anak-anak didiknya telah bisa menggantikan kehadirannya.

Abit telah berhasil mencetak generasi penerus. Seperti sebuah kalimat yang selalu dia ucapkan, Hidup dan saling menghidupkan, bergerak, dan saling menggerakkan.

Sehat terus, Pakde!
Sehat terus, Jenderal!
Panjang umur para pengabdi!

Penulis: Gus Irul

Topik Menarik