Menguak Sejarah Selendang Mayang, Minuman Khas Betawi yang Menggugah Selera
SELENDANG mayang merupakan minuman khas Betawi yang mulai dikenal sejak akhir abad 19 dan masih eksis sampai kini. Rasanya manis dan gurih. Terbuat dari tepung sagu dan diguyur kuah santan, es selendang mayang sungguh menggungah selera..
Para pencinta kuliner Betawi bisa dengan mudah menemukan es selendang mayang di pasaran, pusat perbelanjaan, maupun festival kuliner.
Lalu seperti apa sejarah es selendang mayang?
Kala Sandiaga Jualan Selendang Mayang di Setu Babakan, Bikin Mabuk Kepayang Mengutip dari ANTARA , budayawan Betawi Yahya Andi Saputra menceritakan sejarah selendang mayang dari kisah turun-temurun serta berbagai sumber yang didapatnya.
Selendang berasal dari cerita rakyat Si Jampang yakni seorang jagoan Betawi yang dikenal sebagai perampok, yang hasilnya akan dibagikan kepada rakyat miskin, kala itu.

Alkisah, pria ini lalu jatuh hati kepada wanita bernama Mayangsari hingga rela melakukan apa pun.
Sejarah dan Asal Mula Lebaran Betawi, Pesta Rakyat Momen Silaturahmi Penampilan Mayangsari yang memiliki rambut terurai dan ikal, hidung mancung, serta mata indah meneduhkan, menggambarkannya sebagai wanita berparas cantik.
Orang-orang mengasumsikan Mayangsari sebagai inspirasi nama untuk minuman dengan tampilan menarik dan segar sehingga selendang mayang ini diibaratkan dapat dinikmati bagi pandangan mata maupun rasa.
Hingga hari ini selendang mayang masih menjadi kuliner populer di tengah masyarakat. Rasanya yang manis-gurih dan penampilannya yang menggugah selera, bisa dengan mudah cocok di lidah banyak orang.
Yahya berharap pemerintah semakin memberikan perhatiannya kepada para pelaku usaha kuliner Betawi saat ini.
Artinya bukan hanya mengeluarkan peraturan melalui undang-undang, pemerintah juga harus mengimplementasikannya dengan memberikan ruang, modal, bimbingan, seperti kebersihan hingga pengemasan yang higienis kepada para pedagang.
Ani (40) seorang pedagang es selendang mayang mengaku sudah 10 tahun berjualan minuman khas Betawi itu. Selain mencari rezeki, ia ingin melestarikan sejarah Betawi.
Saya biasanya jualan di bazar, biasanya laku lebih dari 50 gelas dan bisa mendapat satu juta rupiah sekali acara, tuturnya saat ditemui di Festival Jakarta Great Sale (FJGS) 2023, awal pekan ini seperti dikutip dari ANTARA.

Melalui festival ini, minat masyarakat semakin meningkat untuk mengenal dan menyukai kuliner Betawi sehingga tak perlu khawatir akan punahnya budaya termasuk kuliner khas Betawi.
Ani berharap kuliner Betawi bisa terus diperjuangkan keberadaannya melalui berbagai kegiatan pameran di berbagai tempat.


