Explore Gunung Mekongga, Atap Sulawesi Tenggara yang Bikin Candi Pendaki
GUNUNG Mekongga di Sulawesi Tenggara (Sultra) memiliki pemandangan spektakuler dan karakteristik jalur yang lebih komplek dengan segala keunikannya. Mekongga yang dijuluki sebagai Atapnya Sultra, bagi para pendaki adalah candu.
Gunung Mekongga yang puncak tertinggi mencapai 2.620 Meter di Atas Permukaan Laut (MDPL) bukan hanya memikat para turis domestik, tapi juga peneliti luar negeri karena kaya akan keanekaragaman hayati.
Gunung tertinggi di Sultra ini membentang dari daratan Kabupaten Kolaka Utara (Kolut) ke selatan Kolakau. Untuk mencapai bebatuan karst puncak tertinggi Mekongga, para pendaki harus melalui delapan pos persinggahan. Durasi pendakian pergi-pulang bisa mencapai 7 hari.
Desa Wisata Tinukari, Kecamatan Wawo merupakan titik star memulai pendakian. Sungai Rante Angin yang berkelok harus diseberangi sebanyak empat kali dengan lebar bervariasi mulai 20-25 meter pada pos I-IV.
Muhammad Tahir, Ketua Lembaga Peduli Alam Lingkungan Ekosistem (L-Palem) Kolut termasuk pendaki yang akrab dengan Gunung Mekongga. Dalam setahun, ia bersama anggotanya bisa dua sampai tiga kali mendaki Mekongga sampai ke puncak untuk mendampingi wisatawan maupun peneliti.

Puncak Gunung Mekongga. (MPI/Muh Rusli)
"Teman-teman yang ingin mendaki baik dari kabupaten atau provinsi lain biasanya akan menemui kami untuk menemaninya mendaki. Kadang kami hanya siapkan seorang porter dan guide," kata Tahir kepada MNC Portal Indonesia baru-baru ini.
Para pendaki yang ingin ke puncak Mekongga, lanjut Tahir, harus memastikan kondisi kesehatannya. Kemudian bekal wajib mencukupi hingga tujuh hari pergi-pulang berikut perlengkapan lainnya.
Ketika mulai menapaki jalur dari titik star Desa Tinukari menuju Pos I dan II, mereka akan menghabiskan waktu perjalanan sekitar tujuh jam melewati lahan perkebunan masyarakat. Di sana terdapat rumah singgah milik petani yang kerap dijadikan tempat menginap pada malam pertama.
Kawasan yang masih bertatus Hutan Produksi Terbatas (HPT) tersebut banyak dijumpai pohon sengon dan menjadi eks penyemaian PT HBI. Sayangnya, pepohonan banyak ditumbangkan seiring meluasnya pembukaan lahan oleh masyarakat setempat.

Pendakian Gunung Mekongga. (MPI/Muh Rusli)
Meski demikian, di ketinggian 130 mdpl ini kawanan burung rangkong dengan paruh khasnya yang menyerupai tanduk melengkung bisa dijumpai. Tidak hanya itu, kawanan moyet hingga kupu-kupu aneka warna bakal menghipnotis mata para pendaki.
"Pos II-III merupakan perkebunan terakhir. Jalur mulai menantang," ucap pria yang telah mengantongi sertifikat Cleanliness, Health, Safety & Environment Sustainability (CHSE) tersebut.
Jalur menuju pos III (498 MDPL) merupakan kawasan tumbuhan pakis dengan medan basah yang kerap diselimuti kabut. Pacet daun penghisab darah seukuran ijuk menjadi momok di rute ini yang siap menerjang kulit para pendaki.
Setelah melalui Pos III, para pendaki bakal dibuat jenuh menapaki jalur menuju pada ketinggian 1.415 mdpl atau Pos IV. Lintasan yang ditempuh dominan landai dengan waktu tempuh yang lebih yang lama.
Akan tetapi, rasa bosan pendaki bakal terbayar lunas ketika memasuki kawasan yang menjadi tempat favorit angrek serume khas Sultra berhabitat. Konon, kembang ini merupakan bunga yang kerap koleksi raja-raja Mekongga masa lampau. "Anoa, hewan endemik Sultra sering dijumpai di kawasan ini," bebernya.
Tidak hanya di Pos IV, perjalanan menapaki menuju Pos V (1.440 mdpl) juga ditumbuhi banyak bunga jenis lain yang menyerupai corong. Pendaki menjadikan zona tersebut sebagai persinggahan untuk melepas lelah.
Di pos tersebut para pendaki sudah bisa menyaksikan punggung burung yang sedang beterbangan dan sunset di sore hari. Menarik lagi, beranjak ke Pos VI terdapat sebuah danau memanjang sekitar 100 meter dan lebar 50 meter berwarna coklat kemerahan.
"Kami sebut danau coca-cola. Wilayah kawasan hutan berlumut, berkabut dan terasa makin dingin," ucap pria yang hoby menyelam itu.

Hal unik lainnya yang bakal dijumpai pendaki yakni keberadaan batu meriam berukuran panjang satu meter dan lebar sekitar 80 cm di ketinggian 1.875 mdpl pada Pos VII. Mata air hanya bisa dijumpai di titik tersebut sebelum mencapai puncak gunung.
Rute menuju pos terakhir bagi para penakluknya dinilai yang paling menantang. Mereka harus melalui banyak medan menanjak dan menurun secara bergantian dengan kemiringan 50-70 derajat.
Ketika berhasil menggapai puncak gunung, para pendaki bakal terpisah sekitar 20 meter dari hamparan kabut yang menyelimuti punggung bukit. Jika cuaca terik, daratan Kolaka, Konawe Utara, Kolut hingga penampakan gunung Lattimojong yang ada di daratan Sulsel bisa disaksikan dengan jelas dengan mata telanjang.
Dimata pendaki, Gunung Mekongga punya karakter karakterisitik rute yang lebih ingklut dibanding gunung lainnya. Jalur kering-basah, tipe hutan hingga segala keanekaragaman hayatinya membuatnya unik dan mempesona dijelajahi.
Memikat Peneliti Asing
Gunung Mekongga tidak hanya dikenal di kalangan para pendaki di tanah air. Keaneka ragaman hayatinya membuat nama Gunung Mekongga tersohor hingga ke mancanegara.
Dari pengakuan Muhammad Tahir, sepanjang 2022, terdapat dua pendaki WNA India dan Prancis yang dipandunya mendaki ke gunung Mekongga. Mereka melakukan penelitian terkait keragaman burung yang berhabitat di sana.
WNA lain yang juga telah melakukan hal serupa diungkapkan berasal dari Argentina, Jepang, Rusia, Amerika hingga Filipina. Warga asing itu rata-rata meneliti terkait keragaman dan kehidupan satwa di Gunung Mekongga. "Terkecuali WNA Jepang fokus tentang tumbuhan," bebernya.
Salah satu tim WNA yang dimaksud Muhammad Tahir yakni peneliti dari University of California-Davis, Amerika Serikat yang bekerjasama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Para peneliti asing itu berpendapat jika keanekaragaman hayati Gunung Mekongga merupakan salah satu wilayah terkaya di dunia.
Dalam sebulan penelitian, mereka berhasil mengumpulkan sekitar 100.000 sampel serangga yang beberapa diantaranya merupakan jenis baru yang belum pernah ditemukan sebelumnya.
Di Gunung Mekongga, mereka juga menemukan lebah sepanjang 4 cm. Binatang temuannya itu disebut-sebut sebagai yang terbesar di dunia yang tidak ditemukan di tempat lain.






