Cerita Rakyat di Sumatera Selatan yang Populer
PALEMBANG, iNews.id - Cerita rakyat Sumatera Selatan cukup banyak dan terus bertahan di tengah masyarakat. Seperti daerah lainnya, cerita rakyat di Sumatera Selatan menceritakan atau dikaitkan dengan awal mula terjadi suatu tempat atau penyebab suatu peristiwa.
Hampir setiap daerah memiliki cerita rakyat, namun tidak semuanya populer dan diketahui di seluruh Sumatera Selatan. Beberapa cerita rakyat di Sumatera Selatan yang paling populer di antaranya Sipahit Lidah atau Serunting Sakti, Bujang Kurap dan Putri Kemarau.
1. Si Pahit Lidah
Cerita rakyat di Sumatera Selatan pertama dan populer adalah kisah Si Pahit Lidah. Dalam legendanya, Si Pahit Lidah yang sakti ucapannya menjadi kutukan. Apapun yang disebutnya akan menjadi terwujud atau menjadi kenyataan.
Banyak versi cerita Si Pahit Lidah yang dikaitkan dengan asal mula terbentuk suatu benda atau tempat. Misal kawanan kerbau yang dikutuk menjadi batu di Sungai Rupit, Muratara.
Salah satunya cerita Si Pahit Lidah duel dengan Si Mata Empat untuk membuktikan siapa yang paling sakti. Diceritakan di suatu tempat di Sumsel terdapat dua jawara yang memiliki kesaktian dan selalu menang saat bertarung. Namun dari dua nama itu, Si Pahit Lidah dianggap lebih sakti dari Si Mata Empat.
Akibatnya Si Mata Empat menantang Si Pahit Lidah bertarung untuk membuktkan siapa paling sakti. Singkat cerita, keduanya sepakat adu tantangan yakni berbaring tengkurap di bawah pohon aren, dan salah satunya akan menjatuhkan buah aren dari atas. Siapa yang bisa menghindar, maka akan menjadi pemenang.
Sebetulnya, adu tantangan seperti siasat Si Mata Empat yang pasti akan bisa melihat dan menghindar saat buah aren dijatuhkan.
Dalam adu tantangan, orang pertama yang berbaring adalah Si Mata Empat dan Si Pahit Lidah naik ke atas untuk menjatuhan buah aren. Tentu saja, Si Mata Empat yang memiliki dua mata di belakang kepalanya dapat menghindar dengan mudah.
Lalu tiba giliran Si Pahit Lidah berbaring di bawah dan dengan congkaknya meminta segera jatuhkan buah aren. Benar saja, Si Pahit Lidah yang sakti dan ucapannya yang menjadi kutukan tidak dapat menghindar sehingga tewas bersimbah darah ditimpa buah aren.
Si Pahit Lidah yang bangga akan kemenangannya penasaran dengan rasa lidah musuhnya yang sudah tewas itu. Karena kesombongan itu, Si Mata Empat mengecap lidah musuh yang ternyata beracun. Akibatnya Si Mata Empat juga tewas di lokasi kejadian. Cerita ini mengandung makna jangan pernah sombong dengan kemampuan yang dimiliki.
2. Antu Banyu
Cerita rakyat di Sumatera Selatan berikutnya Antu Banyu atau Hantu Air. Dikisahkan mahluk dari alam gaib yang menyerupai monyet besar dan ada juga yang menceritakan menyerupai perempuan berambut panjang, hidup di dalam air.
Antu Banyu dalam legendanya akan menarik anak-anak ke dalam air hingga ditemukan meninggal mengambang beberapa hari kemudian. Cerita ini masih terus diceritakan dan diyakini masyakat terutama yang tinggal di sekitar sungai.
Saat anak-anak mandi dan main terlalu lama di sungai, orang tua akan memanggil dan mengatakan, Jangan terlalu lama mandi, gek ditarik Antu Banyu (Nanti ditarik Hantu Air).
3. Pengorbanan Putri Kemarau
Cerita rakyat di Sumatera Selatan berikutnya mengenai pengorbanan Putri Kemarau. Cerita ini mengisahkan kehidupan seorang putri raja yang cantik, namun dipanggil dengan julukan putri kemarau.
Setelah putri tumbuh besar, kerajaan tersebut dilanda musim kemarau panjang yang seakan tidak berujung. Rakyat menderita kekeringan dan kelaparan. Raja dan petinggi kerajaan terus berusaha mencari jalan keluar agar hujan segera turun.
Hingga suatu malam, sang putri bermimpi bertemu dengan ibunya yang sudah meninggal dan mengatakan harus ada gadis yang dikorbankan agar kemarau berakhir. Sanga raja ternyata juga mendapatkan bisikan gaib untuk mengorbankan seorang gadis.
Namun karena tidak ada satupun gadis yang mau dikorbankan, akhirnya sang putri mengajukan diri demi kejesahteraan rakyatnya. Hingga tiba waktunya, putri terjun ke laut. Setelah tubuh putri hilang, langit langsung gelap dan turun hujan dengan lebat. Cerita ini mengajarkan akan pengorbanan untuk orang banyak.
4. Pulau Kemaro
Cerita rakyat di Sumatera Selatan berikut ini terkait dengan pulau Kemaro, delta di tengah Sungai Musi di Palembang.
Cerita rakyat ini mengisahkan cinta putri Kerajaan Sriwijaya Siti Fatimah dengan Tan Buna An, putra raja di China. Dikisahkan, keduanya baru kembali dari perjalanan ke China untuk mendapatkan restu dari orang tua Tan Bun An.
Tiba di Sungai Musi, Tan Bun An membuka satu dari tujuh guci besar yang diberikan orang tuanya. Tiba-tiba Tan Bun An ngamuk dan melempar guci ke sungai, karena isinya hanya sayuran busuk.
Satu per satu guci dilemparkan ke sungai hingga salah satu guci terjatuh di dalam kapal dan pecah. Ternyata di bagian bawah guci berisikan emas dan barang berharga hadiah dari orang tua Tan Bun An. Sementara sayur busuk hanya untuk menutupi emas itu agar tidak dijarah perompak.
Merasa bersalah telah berburuk sangka dan enam guci sudah dibuang ke dasar sungai, tanpa pikir panjang Tan Bun An terjun untuk mengambil keenam guci. Namun tidak kunjungi kembali yang membuat Siti Fatimah cemas dan akhirnya karena cintah, Siti Fatimah juga menceburkan diri dan juga tidak pernah kembali.
Singkat cerita, lokasi tersebut kemudian menjadi pulau Kemaro dan kini menjadi salah satu destinasi wisata menarik di tengah Sungai Musi Palembang. Legenda ini mengandung cerita cinta sehidup semati, dan juga mengajarkan jangan mudah mengambil kesimpulan dan berburuk sangka.
5. Bujang Kurap
Di wilayah bagian barat Sumsel yakni Musi Rawas, Lubuklinggau dan Musi Rawas Utara (Muratara) juga memiliki cerita rakyat. Legendanya tentang Bujang Kurap yang dikaitkan dengan asal mula terbentuknya Danau Rayo di Kecamatan Rupit.
Dalam cerita rakyat itu, Bujang Kurap dihina oleh pemuda kampung karena bentuknya yang buruk rupa dan mengidap penyakit kurap. Kemudian Bujang Kurap ini menantang pemuda untuk mencabut beberapa lidi yang ditancapkannya di tanah.
Dengan terus merendahkan Bujang Kurap, pemuda kampung mencoba mencabut lidi namun tidak satu pun yang mampu. Akhirnya lidi tersebut dicabut oleh Bujang Kurap dan muncul mata air yang menenggelamkan semua kampung dan terbentuklah Danau Rayo.
Cerita ini mengajarkan manusia adalah mahluk sosial yang harusnya saling menghormati dan bukanya saling merendahkan.
Demikianlah beberapa cerita rakyat di Sumatera Selayan yang populer dan terus melekat hingga kini. Semoga menjadi pelajaran bagi kita semua.


