Enam Kebijakan yang Buat Mataram Kuno Berjaya di Masa Raja Dyah Balitung
JAKARTA - Raja Dyah Balitung membawa Kerajaan Medang yang juga disebut Mataram Kuno ke arah kejayaan. Raja yang memerintah pada 898 - 910 ini kestabilan kerajaan dari sisi politik, keamanan, dan sosial terasa.
Hasilnya, raja yang bergelar abhiseka Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung Sri Dharmodaya Mahasambu, mulai terasa.
Kerajaan Medang di masa pemerintahan Dyah Balitung bisa dibilang relatif lebih maju ketimbang sebelumnya. Selain melakukan ekspansi wilayah kekuasaannya hingga mencapai Jawa Tengah, Jawa Timur, Bantan, dan Bali; Dyah Balitung pula menerapkan berbagai kebijakan yang dianggap cukup brilian.
Total setidaknya ada enam kebijakan yang dicatat Sri Wintala Achmad pada bukunya "Hitam Putih Kekuasaan Raja-raja Jawa : Intrik, Konspirasi Perebutan Harta, Tahta, dan Wanita", mulai pertama dari membentuk Jabatan Rakryan Kanuruhan yang setingkat dengan jabatan Perdana Menteri, dan Rakryan Mahapatih yang dipegang Mpu Daksa berdasarkan temuan pada Prasasti Watukura berangka 27 Juli 902.
Selanjutnya, Dyah Balitung juga memerintahkan pada Mpu Sudarsana atau akai Welar untuk membangun kompleks penyeberangan bernama Paparahuan di tepian Bengawan Solo, sesuai tercantum pada Prasasti Telang, 11 Januari 904. Pembebasan pajak di desa-desa sekitar Paparahuan juga menjadi faktor kebijakan ekonomi yang dicetuskan Rakai Watukura Dyah Balitung.
Raja juga melarang para penduduknya untuk memungut upah dari para penyeberang. Pembebasan pajak pula dilakukan di Desa Poh yang mendapatkan tugas untuk mengelola bangunan suci Sang Hyang Caitya dan Silungkung, sebagimana pada Prasasti Poh, 17 Juli 905.
Dyah Balitung juga kerap memberikan anugerah Desa Kubu-Kubu pada Rakryan Hujung Dyah Mangarak dan Rakryan Matuha Dyah Majawuntan, karena telah berjasa memimpin dalam penaklukan daerah Bantan atau Bali, yang tercantum pada Prasasti Kubu-Kubu berangka 17 Oktober 905.
Bangunan suci juga tak lepas dari perhatian Dyah Balitung, oleh karena itu ia juga memberikan anugerah Desa Rukam pada Rakryan Sanjiwana (neneknya) yang telah merawat bangunan suc di Limwung. Terakhir Dyah Balitung juga memberikan anugerah pada lima patih bawahan yang telah menjaga keamanan saat pernikahannya, seperti yang dijelaskan di Prasasti Mantyasih.
Sayang kejayaan Kerajaan Medang ini kembali bergolak lantaran sang Mahapatih Mpu Daksa melakukan pemberontakan menggulingkan atasannya sendiri. Nasib Mataram yang istananya telah pindah di Poh Pitu pun kembali bergolak.


