Misteri Keberadaan Soeharto di Malam Pembantaian G30S/PKI, Benarkah Ikut Terlibat?

Misteri Keberadaan Soeharto di Malam Pembantaian G30S/PKI, Benarkah Ikut Terlibat?

Travel | BuddyKu | Kamis, 29 September 2022 - 13:46
share

Keberadaan Presiden RI ke-2 Soeharto saat malam peristiwa mencekam G30S PKI masih menjadi misteri yang belum terpecahkan sampai hari ini.

Tak sedikit yang menduga bahwa sosok yang dijuluki The Smiling General tersebut justru ikut terlibat dalam pembunuhan 7 jenderal kala itu.

Dikutip dari buku Gerakan 30 September: Pelaku, Pahlawan, dan Petualang (2010), keberadaan Soeharto tak bisa dipastikan sebab dia memberikan kesaksian yang berubah-ubah saat peristiwa malam jahanam G30S/PKI.

Kesaksian yang tak jelas itu berakar dari kabar burung yang mengatakan adanya sekelompok jenderal atau Dewan Jenderal yang hendak mengudeta Presiden Soekarno.

Peter Kasenda dalam Kematian DN Aidit dan Kejatuhan PKI (2016) menulis, PKI mendapat informasi tersebut dari rekan mereka di militer yang merupakan simpatisan PKI.

Sehingga pada tahun 1965, militer pecah menjadi beberapa faksi yang saling memperebutkan pengaruh dan kekuasaan.

keberadan soeharto saat G30S/PKI
Presiden RI ke-2 Soeharto (Istimewa)

Lalu di tahun 1960-an, Soekarno dan PKI lebih condong ke Uni Soviet yang berpaham komunis dan anti barat.

Sedangkan Dewan Jenderal diyakini sejalan dengan Amerika Serikat yang ingin menyingkirkan Soekarno.

Dari keyakinan ini, para perwira militer yang loyal kepada Soekarno bergerak secara diam-diam untuk mencegah kudeta.

Di antaranya Kolonel Abdul Latief (Komandan Garnisun Kodam Jaya), Letkol Untung (Komandan Batalion Pasukan Pengawal Presiden Cakrabirawa), dan Mayor Sujono (Komandan Resimen Pasukan Pertahanan Pangkalan di Halim).

Mereka mendapat dukungan dari Sjam Kamaruzaman, Kepala Biro Chusus (BC) PKI yang merupakan Badan Intelijen PKI. Daftar jenderal yang jadi sasaran disusun oleh Sjam bersama para perwira militer.

Para simpatisan pro PKI itu berencana "menculik" para jenderal dan membawanya ke hadapan Presiden Soekarno. Namun rencana itu gagal total dan mereka malah membunuh para jenderal tebet.

Ada di mana Soeharto?

 keberadan soeharto saat G30S/PKI
Jenderal Abdul Haris Nasution dan Mayor Jenderal Soeharto berdoa di depan peti jenazah almarhum Jenderal Sutojo Siswomihardjo dan enam rekannya yang gugur dalam Peristiwa 1 Oktober 1965 (Koleksi pribadi Nani Nurrachman Sutojo)

Dalam kesaksiannya di Mahkamah Militer, Latief menceritakan alasannya tidak memasukkan nama Soeharto sebagai target. Dia menganggap Soeharto sosok jenderal yang loyal kepada Bung Karno.

Bahkan Latief juga melapor ke Mayjen Soeharto yang kala itu menjabat sebagai Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) tentang rencana menggagalkan kudeta.

Langkah mengejutkan itu dilakukannya, setelah Pangdam Jaya Mayjen Umar Wirahadikusumah dan Pangdam Brawijaya Mayjen Jenderal Basoeki Rachmat tidak merespon laporan sebelumnya.

Tetapi menurut Latief, Jenderal Soeharto ketika itu juga bergeming mendengar informasi itu.

Bahkan di malam 30 September 1965, Soeharto memilih mengabaikan Latief yang menyampaikan rencananya menggagalkan kudeta.

Pengakuan Soeharto

  keberadan soeharto saat G30S/PKI
Soeharto bersama Soekarno (Istimewa)

Adapun Soeharto mengakui ia bertemu dengan Latief menjelang peristiwa G30S. Namun dia memberikan kesaksian yang berganti-ganti.

Dalam wawancara dengan Der Spiegel pada 19 Juni 1970 misalnya, Soeharto mengaku ditemui di RSPAD Gatot Subroto oleh Latief pada malam 30 September 1965.

Dia menyebut saat itu tengah menjaga anak bungsunya, Hutomo Mandala Putra alias Tommy yang dirawat karena luka bakar akibat ketumpahan sup panas.

Namun menurutnya, Latief tidak memberi informasi apa-apa, justru malah mau membunuhnya saat itu juga.

"Dia justru akan membunuh saya. Tapi karena saya berada di tempat umum, dia mengurungkan niat jahatnya itu," kata Soeharto.

Tetapi dalam otobiografinya, Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya (1988), Soeharto mengaku hanya melihat Latief dari kejauhan dan tak sempat berinteraksi.

Puncaknya pada 11 Maret 1966. Soeharto yang kala itu menjabat Panglima Angkatan Darat mendapat mandat dari Soekarno untuk mengatasi keadaan.

Permintaan yang dikenal dengan Supersemar (Surat Perintah 11 Maret) itu membuka pintu bagi Soeharto untuk mengambil kekuasaan dari Soekarno.

Dan peristiwa itu membuat Soeharto muncul sebagai pahlawan. Soeharto pun sukses menumpas PKI dan menjadi presiden.

Kala itu, setidaknya ada 500 ribu orang yang dituduh PKI atau simpatisannya, dihabisi di berbagai penjuru Indonesia. Sehinga Latief pun merasa dikhianati oleh Soeharto.

"Jadi siapa yang sebenarnya telah mengakibatkan terbunuhnya para jenderal tersebut? Saya yang telah memberi laporan lebih dulu kepada Jenderal Soeharto? Atau justru Jenderal Soeharto, yang sudah menerima laporan tetapi tidak berbuat apa-apa?"

"Nyatanya, sama sekali tidak pernah ada langkah-langkah untuk menambah penjagaan. Sebaliknya, setelah Peristiwa G30S meletus, selain menghantam G30S dan juga membantai ribuan rakyat yang sama sekali tidak tahu apa-apa, mereka bertiga (Soeharto, Umar Wirahadikusumah, dan Basuki Rachmat) kemudian malahan bersama-sama menggulingkan pemerintahan Presiden Sukarno," kata Latief.

Artikel Menarik Lainnya

Topik Menarik