Ini Dia Nasi Jangkrik, Kuliner Favorit Sunan Kudus yang Melegenda
MENGENAL Nasi Jangkrik, menu masakan favorit Sunan Kudus yang melegenda. Makanan khas Kudus satu ini memang tak sepopuler makanan Kudus lainnya, seperti soto Kudus maupun Lentog Tanjung.
Makanan favorit Sunan Kudus ini sudah lama eksis. Selain Sunan Kudus, sajian tradisional ini juga kegemaran Kyai Telingsing adalah tokoh penyebar agama Islam di Kudus yang semasa dengan Sunan Kudus.
Awal Mula Nama Nasi Jangkrik
Memiliki nama yang tergolong unik dan nyentrik, pada dasarnya nama nasi jangkrik, tak ada data yang secara valid sebagai terkait asal-usul di balik kata jangkrik yang menjadi nama bagi menu warisan Sunan Kudus ini.
Dari cerita yang populer, nama jangkrik telah digunakan oleh Sunan Kudus semasa hidupnya. Dikisahkan, pada suatu hari, Sunan Kudus dan Kyai Telingsing berkumpul di tajug Menara Kudus bersama dengan para wali lainnya.
Sementara, istri Sunan Kudus menyiapkan sebuah masakan yang sekarang populer dengan nama nasi jangkrik sebagai sajian.
Kelezatan hidangan tersebut nyatanya membuat para wali terpikat hingga terdengar suara celetukan. Konon celetukan itu datang dari Kyai Telingsing. Jangkrik, masakan apa iki, kok enake pol, demikian kira-kira suara celetukan itu, yang memiliki arti Jangkrik, masakan apa ini, kok enak sekali.
Dalam masyarakat Jawa, kata jangkrik biasa dijadikan sebagai penggambaran semacam pisuhan (makian) tapi lebih halus dan cenderung positif sebagai penghangat suasana. Celetukan Kyai Telingsing sendiri berarti pujian akan kelezatan masakan hasil olahan istri Sunan Kudus yang sedang disantapnya. Sehingga dari situlah, konon nama nasi jangkrik berasal.
Namun, versi lain menyebutkan bahwa penamaan nasi jangkrik berasal dari bawang goreng yang ditaburkan di atas nasi jangkrik. Sekilas, bawang goreng itu memiliki bentuk mirip sayap jangkrik yang berwarna mengkilap kecoklatan. Maka dari situlah konon masakan itu dinamakan nasi jangkrik.
Sebagai Hidangan Tradisi Buka Luwur
Nasi jangkrik oleh masyarakat Kudus dijadikan sebagai hidangan yang dibagikan secara gratis kepada sesama saat puncak tradisi buka luwur atau pelepasan kain selubung makam Sunan Kudus yang diadakan pada setiap tanggal 10 Muharram (Asyura).
Luwur merupakan kain kelambu atau selubung penutup makam. Dalam tradisi buka luwur, luwur yang menutupi makam Sunan Kudus diganti baru.
Hingga kini pembagian nasi jangkrik menjadi salah satu bagian dalam tradisi buka luwur yang masih terus dilestarikan. Pembagian nasi jangkrik sendiri bertujuan untuk menumbuhkan rasa saling berbagi terhadap sesama, terutama kepada yang membutuhkan.
Uniknya, bahan-bahan yang dibutuhkan dalam mengolah nasi jangkrik berasal dari sumbangan masyarakat, baik dalam bentuk kerbau, kambing, beras, dan lainnya. Pengolahannya pun melibatkan sukarelawan, atau biasa disebut dengan istilah perewang, yang jumlahnya dapat mencapai lebih dari 1000 perewang.
Nasi jangkrik sendiri terdiri dari nasi dengan lauk olahan daging kerbau yang dipotong dadu. Seporsi nasi jangkrik terdiri dari nasi putih, olahan daging kerbau, tahu, ada juga yang ditambah krecek dengan kuah bersantan nyemek atau sekedar basah. Perpaduan yang didapat selain gurih juga pedas yang berasal dari sambal sebagai pelengkap dalam nasi jangkrik.
Penyajian nasi jangkrik sendiri mempertahankan kearifan ekologis dengan menggunakan bungkus atau lemek daun jati. Selain memiliki makna kesederhanaan, daun jati juga menambah khas aroma nasi yang secara psikologis dapat mendongkrak nafsu makan sebab makanan terasa lebih sedap.




