Dianggap Sakral, Ini Sejarah dan Mitos Malam 1 Suro

Dianggap Sakral, Ini Sejarah dan Mitos Malam 1 Suro

Travel | BuddyKu | Sabtu, 30 Juli 2022 - 11:45
share

Malam 1 suro dalam tradisi suku Jawa merupakan malam yang dianggap sakral. Istilah Suro sendiri berasal daribahasa Arab \'Asyura\' yang artinya kesepuluh.

Dilansir dari laman resmi Kemdikbud, 1 Suro adalah hari pertama dalam kalender Jawa di bulan Sura atau Suro. Dalam penanggalan Jawa, dihitung berdasarkan penggabungan kalender Islam (lunar), kalender masehi dan kalender Hindu. Berdasarkan atas pertimbangan pragmatis, politik, dan sosial. Penanggalan Jawa memiliki dua sistem perhitungan yaitu mingguan (7 hari) dan pasaran (5 hari).

Peringatan 1 Suro dilaksanakan pada malam hari setelah Maghrib. Hal ini karena pergantian hari Jawa dimulai pada saat matahari terbenam dari hari sebelumnya, bukan pada tengah malam.

Malam 1 Suro memiliki banyak pandangan dalam masyarakat Jawa, dianggap keramat apabila jatuh pada Jumat Legi.

Salah satu mitos pada malam 1 suro adalah dilarang bepergian atau keluar rumah kecuali untuk berdoa ataupun melakukan ibadah lain, karena dipercaya bisa mendatangkan bahaya.

Bahkan, banyakmitosyang menyebutkan bahwa malam 1 Suro ini dianggap membawa petaka atau kesialan jika dilanggar.

Pada malam 1 Suro masyarakatJawabiasanya melakukan ritual tirakatan, lek-lekan (tidak tidur semalaman), tuguran (perenungan diri sambil berdoa), dan ritual tradisi iring-iringan rombongan masyarakat atau disebut kirab.

Photo by Lentera Timur

Beberapa daerah di Jawa merayakan malam 1 Suro. Di Yogyakarta misalnya, dilakukan dengan kirab membawa keris dan benda pusaka sebagai bagian dari iring-iringan.

Photo by News Detik

Berbeda lagi dengan perayaan di Gunung Lawu. Dikutip dari laman Antara, perayaan malam 1 Suro banyak dipenuhi oleh pendaki. Tujuan pendakian ini berbeda-beda, ada yang hanya ingin liburan dengan mendaki, ada juga yang melakukan ritual Suroan di puncak Gunung Lawu.

Photo by Kumparan

Berbeda dengan Solo, perayaan malam 1 Suro terdapat hewan khas yang disebut kebo bule. Kebo (kerbau) bule menjadi salah satu daya tarik bagi warga yang menyaksikan perayaan malam 1 Suro. Konon kebo ini dianggap keramat oleh masyarakat setempat. Kerbau bukan sembarang kerbau, karena hewan ini termasuk pusaka penting milik keraton yang bernama Kyai Slamet.

Sejarah Malam 1 Suro

Latar belakang dijadikannya 1 Muharram (1 Suro Jawa) sebagai awal penanggalan Islam oleh Khalifah kedua setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq, yakni Umar bin Khattab.

Awalnya, disebut-sebut sebagai pengenalan kalender Islam di kalangan masyarakat Jawa.

Pada pada zaman pemerintahan kerajaan Demak yaitu tahun 931 H atau 1443 tahun baru Jawa, Sunan Giri II membuat penyesuaian antara sistem kalender Hijriyah dengan sistem kalender Jawa.

Pada waktu itu, Sultan Agung Hanyokrokusumo menginginkan persatuan rakyatnya dalam menggempur Belanda di Batavia, ia juga ingin menyatukan Pulau Jawa. Oleh sebab itu, ia ingin rakyatnya tidak terpecah-belah, apalagi karena keyakinan agama. Selain itu, Sultan Agung ingin menyatukan kelompok santri dan abangan.

Setiap Jumat legi, dilakukanlah laporan pemerintahan setempat sambil melakukan pengajian oleh para penghulu kabupaten. Selain itu, dilakukan juga ziarah kubur dan haul ke makam Ampel dan Giri.

Hal ini mengakibatkan, 1 Suro Jawa yang dimulai pada hari Jumat legi ikut dikeramatkan, bahkan dianggap sial jika ada orang yang memanfaatkan hari tersebut diluar kepentingan mengaji, ziarah, dan haul.

Disamping karena pengaruh Islam, malam 1 suro dianggap keramat karena secara tradisi masyarakat Jawa merupakan bulan penentu perjalanan hidup.

Sehingga, bagi muslim Jawa, disarankan untuk ritualitas sebagai wujud pengabdian dan ketulusan penyembahan kepada Allah.

BINT#3

Topik Menarik