Sejarah LGBTQ yang Kini Benderanya Berkibar di Kedubes Inggris, Dulu Disebut Gender Ketiga

Sejarah LGBTQ yang Kini Benderanya Berkibar di Kedubes Inggris, Dulu Disebut Gender Ketiga

Travel | BuddyKu | Selasa, 24 Mei 2022 - 19:50
share

Isu-isu menyangkut lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) selalu berhasil menyita perhatian publik, khususnya di Indonesia.

Betapa tidak, di negara Pancasilais religius ini, orientasi seksual yang tidak heterogen dianggap sebagai dosa besar.

Teranyar, isu LGBT kembali mencuat setelah Kedutaan Besar (Kedubes) Inggris di Indonesia mengibarkan bendera LGBT di kantor mereka di Jalan Patra Kuningan Raya, Kuningan Timur, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan.

ist
Bendera LGBT dikibarkan di halaman Kedubes Inggris di Jakarta. (Instagram/ukinindonesia)

Bendera LGBT dikibarkan berdampingan dengan bendera Union Jack di halaman kantor Kedubes Inggris pada 17 Mei 2022, bertepatan dengan hari anti-homofobia.

WHO sendiri telah menghapus homoseksualitas dari klasifikasi internasional tentang penyakit pada 17 Mei 1990.

Sejarah LGBT

Aktivis LGBT Kuba saling berciuman saat berpartisipasi dalam demonstrasi tahunan menentang homofobia dan transfobia di Havana. (REUTERS/Stringer)
Aktivis LGBT Kuba saling berciuman saat berpartisipasi dalam demonstrasi tahunan menentang homofobia dan transfobia di Havana. (REUTERS/Stringer)

Homoseksualitas sendiri sudah ada sejak dahulu kala. Istilah LGBT sendiri baru muncul sejak era 1990-an, menggantikan frasa komunitas gay.

Dalam perkembangannya, LGBT ditambahkan dengan Q menjadi LGBTQ pada tahun 1996, dengan Q sebagai akronim dari Queer.

Q dipakai untuk mewakili orang-orang yang masih mempertanyakan identitas seksual mereka.

Dikutip dari Wikipedia, sebelum revolusi seksual pada tahun 1960-an, tidak ada kosakata non-peyoratif untuk menyebut kaum yang bukan heteroseksual. Istilah terdekat adalah gender ketiga, yang telah ada sejak tahun 1860-an, namun tidak diterima secara luas.

Istilah pertama yang banyak digunakan, yakni homoseksual, dianggap mengandung konotasi negatif dan cenderung digantikan oleh homofil pada era 1950-an dan 1960-an, kemudian gay pada tahun 1970-an.

Frasa gay dan lesbian menjadi lebih umum setelah identitas kaum lesbian semakin terbentuk.

Pada tahun 1970, Daughters of Bilitis menjadikan isu feminisme atau hak kaum gay sebagai prioritas. Maka, karena kesetaraan didahulukan, perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan dipandang bersifat patriarkal oleh feminis lesbian. Banyak feminis lesbian yang menolak bekerja sama dengan kaum gay.

Lesbian yang lebih berpandangan esensialis merasa bahwa pendapat feminis lesbian yang separatis dan beramarah itu merugikan hak-hak kaum gay.

Selanjutnya, kaum biseksual dan transgender juga meminta pengakuan dalam komunitas yang lebih besar.

Setelah euforia kerusuhan Stonewall mereda, dimulai dari akhir 1970-an dan awal 1980-an, terjadi perubahan pandangan; beberapa gay dan lesbian menjadi kurang menerima kaum biseksual dan transgender.

Kaum transgender dituduh terlalu banyak membuat stereotip dan biseksual hanyalah gay atau lesbian yang takut untuk mengakui identitas seksual mereka.

Setiap komunitas yang disebut dalam akronim LGBT telah berjuang untuk mengembangkan identitasnya masing-masing, seperti apa dan bagaimana bersekutu dengan komunitas lain; dan konflik tersebut terus berlanjut hingga kini.

Artikel Menarik Lainnya:

Topik Menarik