Tak Punya Budaya Asli, Begini Sejarah Kabupaten Tangerang Gabungkan 4 Etnis Budaya Demi Ciptakan Tarian Khas Daerah

Tak Punya Budaya Asli, Begini Sejarah Kabupaten Tangerang Gabungkan 4 Etnis Budaya Demi Ciptakan Tarian Khas Daerah

Travel | koran-jakarta.com | Minggu, 15 Mei 2022 - 12:12
share

Tari Cukin asal Kabupaten Tangerang, merupakan tarian khas yang menggabungkan 4 etnis seni budaya tradisional Jawa, Sunda, Tiongkok dan Betawi. Keempat unsur budaya ini sebagai wujud adanya 4 etnis di wilayah Kabupaten Tangerang. Tarian yang juga dikenal dengan nama tari Cokek ini merupakan hasil kreasi masyarakat yang digubah dan diadaptasi dari Tari Selendang Betawi.

Istilah kata Cukin sendiri berasal dari bahasa asli masyarakat Tangerang yang berarti selendang, sebuah aksesoris yang sering dipakai untuk menari atau menggendong anak. Singkatnya, Cukin berasal dari pencampuran istilah bahasa Betawi Tiongkok yang berarti selendang tari. Cukin juga digunakan oleh para penari wanita dalam tari-tari pergaulan, seperti Cokek, Joget, Ronggeng dan Tandak.

Mencampurkan empat kebudayaan etnis berbeda, tari Cukin dibuka dengan alunan musik khas Tionghoa yang kemudian dilanjut dengan gambang kromong untuk mengiringi lagu khas Betawi "hujan gerimis". Ritme tarian kemudian menjadi sedikit lebih cepat ketika lagu khas Sunda "tokecang" secara bergantian mengiringi para penari. Musik pengiring tari Cukin juga memadukan tetabuhan, gamelan dan musik gesek yang terdiri dari bonang, te khian, rebab, angklung gubrag, kendang, gong, kecrek, rebana marawis dan terompet.

Adegan yang mengakhiri tarian Cukin, yakni cara para nong meninggalkan kang dan menyebabkan jatuhnya sang penari laki-laki juga tidak selalu sama. Pada awalnya tari Cukin ditarikan oleh lima penari perempuan dan satu lelaki, tetapi seiring perkembangan serta permintaan, tari Cukin bisa juga dilakukan tunggal atau bersama-sama hingga seratus penari.

Dikutip dari laman resmi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tangerang, tari Cukin berawal dari keprihatinan sejumlah pihak di wilayah Kabupaten Tangerang lantaran merasa tidak memiliki identitas lokal. Permasalahan ini kemudian diangkat dalam kegiatan workshop pengembangan kreasi seni daerah Kabupaten Tangerang yang diadakan pada tanggal 1 Agustus 2006 silam.

Pemkab Tangerang kemudian memberikan tantangan kepada Nani Mulyani dan seniman-seniman lainnya untuk menciptakan tarian yang dapat menggambarkan Kabupaten Tangerang yang multietnik. Sejumlah praktisi seni di wilayah tersebut kemudian menggagas penggalian identitas lokal di wilayah mereka dengan melibatkan seniman-seniman dari Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Bandung.

Dinas Kebudayaan Kabupaten Tangerang kemudian memfasilitasi seniman se-Kabupaten Tangerang yang diprakarsai oleh Nani Mulyani. Setelah melalui pergulatan pemikiran yang panjang, akhirnya pada tanggal 17 Agustus 2006, lahirlah Tari Cukin dan disahkan oleh Bupati Tangerang Ismet Iskandar.

Meski begitu perjalanan Tari Cukin masih butuh waktu untuk bisa ditetapkan menjadi tarian tradisional mengingat syarat untuk masuk kategori tarian tradisional, tarian yang didaftarkan harus kurang lebih berusia 20 tahun. Karena hal itu, sementara ini tari Cukin baru menjadi tari khas Kabupaten Tangerang saja.

Tari Cukin merupakan drama tari bertema pergaulan. Tari ini mengisahkan lima orang gadis yang sedang bersenda gurau dan bergembira menikmati malam yang indah. Kegembiraan itu kemudian diluapkan dalam bentuk gerak tari yang sangat indah sehingga seorang laki-laki tergerak untuk ikut serta di dalamnya. Pada akhir kisah, para gadis akan meninggalkan laki-laki yang tengah terhanyut dalam tarian dan alunan musik tari Cukin. Tarian kemudian dilanjutkan dengan adegan penari laki-laki yang mengejar lalu menarik selendang salah satu gadis yang mengakibatkan terjatuhnya penari laki-laki.

Topik Menarik