Penyiksaan Greta Thunberg oleh Israel, Cermin Nasib Ribuan Tahanan Palestina
STOCKHOLM, iNews.id - Pengakuan Greta Thunberg tentang penyiksaan yang dialaminya di penjara Israel mengguncang opini dunia. Aktivis lingkungan asal Swedia itu hanya 5 hari ditahan, tapi kisahnya membuka tabir kelam nasib ribuan tahanan Palestina yang hidup dalam siksaan serupa, bahkan lebih buruk, selama bertahun-tahun.
Thunberg ditangkap awal pekan ini di perairan internasional saat bergabung dalam misi kemanusiaan Global Sumud Flotilla (GSF), armada internasional yang berupaya menyalurkan bantuan pascagencatan senjata Gaza. Kapal mereka dicegat pasukan Israel, dan para aktivis dibawa ke tahanan tanpa akses hukum.
Dalam wawancara dengan Aftonbladet, Thunberg menggambarkan pengalamannya penuh dengan kekerasan, penghinaan, dan perampasan hak dasar manusia.
“Lima hari itu terasa seperti mimpi buruk. Kami dipukul, ditendang, diancam akan digas di dalam sel, dan dipaksa duduk berjam-jam di bawah terik matahari tanpa air,” kata Thunberg.
Diseret, Dihina, dan Dipaksa Memegang Bendera Israel
Dia mengisahkan pasukan Israel memperlakukannya dengan cara kejam dan merendahkan, dipaksa memegang bendera Israel, lalu dipukul dan ditendang karena menolak.
“Saya diseret ke area beraspal yang berpagar besi, mereka menutupi saya dengan bendera Israel sambil menertawakan dan mengambil selfie,” ungkap perempuan 22 tahun itu.
Para tentara juga melontarkan ejekan dalam bahasa Swedia, menyebutnya ‘Lilla hora’ (perempuan kecil).
Mereka juga merampas topi khasnya, melempar ke tanah lalu menginjak-injaknya.
Air Jadi Senjata Penyiksaan
Di antara semua bentuk kekerasan, haus adalah siksaan yang paling tak terlupakan bagi Greta.
“Di sana sangat panas. Kami memohon air, berulang kali. Tapi mereka hanya tertawa. Mereka berjalan di depan jeruji sambil mengangkat botol air, seolah mengejek penderitaan kami,” ujarnya.
Menurut Thunberg, beberapa tahanan dipaksa minum air keran berwarna coklat hingga jatuh sakit. Sementara obat-obatan vital seperti insulin, obat jantung, dan kanker dibuang begitu saja oleh penjaga.
“Saya melihat sendiri mereka membuang obat-obatan di depan mata para tahanan,” ujarnya.
Cerminan Sistem Kekerasan
Apa yang dialami Thunberg bukan insiden tunggal, melainkan cerminan sistem kekerasan yang sudah lama berlangsung di penjara-penjara Israel.
Laporan berbagai lembaga HAM seperti Amnesty International dan Human Rights Watch (HRW) selama bertahun-tahun mencatat pola penyiksaan yang sama, yakni pemukulan, isolasi, perampasan air, serta penahanan tanpa pengadilan (administrative detention).
Data Palestinian Prisoners Society (PPS) menyebutkan, lebih dari 7.000 warga Palestina kini berada di balik jeruji Israel, termasuk sekitar 200 anak-anak dan 80 perempuan. Sebagian besar ditahan tanpa dakwaan, tanpa pengadilan, dan tanpa akses terhadap pengacara atau keluarga.
“Jika Thunberg yang dikenal dunia saja bisa disiksa seperti itu dalam lima hari, bayangkan nasib tahanan Palestina yang telah bertahun-tahun dikurung,” ujar salah satu aktivis HAM Palestina di Ramallah, menanggapi kesaksian sang aktivis Swedia itu.
Thunberg selama ini dikenal sebagai ikon global dalam isu perubahan iklim. Namun pengalaman kelam di penjara Israel telah memperluas makna perjuangannya, dari melawan krisis lingkungan menjadi membela hak asasi manusia universal.
“Ini bukan tentang saya. Ada ribuan warga Palestina yang menderita lebih buruk dari saya setiap hari, bahkan anak-anak. Mereka disiksa dan dilupakan dunia,” katanya.









