Parlemen Israel Gelar Voting Bubarkan Pemerintah, AS Dukung Netanyahu Digulingkan?
TEL AVIV, iNews.id - Parlemen Israel Knesset Rabu (11/6/2025) menggelar pemungutan suara untuk membubarkan koalisi pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Bola panas ada di tangan anggota parlemen dari kelompok Yahudi ultra-ortodoks karena suara mereka yang akan menentukan.
Kelompok tersebut saat ini ada dalam barisan koalisi pemerintahan Netanyahu. Namun mereka sedang kecewa dengan pemerintah terkait kebijakan Netanyahu yang mewajibkan para mahasiswa ultra-ortodoks mengikuti wajib militer. Padahal sebelumnya mereka dilindungi UU, yakni mendapat pengecualian untuk tidak mengikuti aktivitas militer.
Di tengah panasnya perpolitikan jelang pemungutan suara parlemen, muncul pemberitaan bahwa Amerika Serikat (AS) ikut bermain. Disebutkan, AS akan mendukung kelompok oposisi untuk membubarkan pemerintahan Netanyahu.
Caranya, AS membujuk kelompok radikal ultra-ortodoks untuk mendukung kubu oposisi membubarkan koalisi Netanyahu.
Namun Duta Besar (Dubes) AS untuk Israel Mike Huckabee buru-buru membantah laporan media massa tersebut. AS tidak berupaya memengaruhi anggota parlemen ultra-ortodoks (Haredi) untuk mendukung oposisi membubarkan pemerintah.
"Tidak ada upaya untuk memengaruhi anggota Haredi di Knesset terkait keputusan pembubaran pemerintah. Saya telah berulang kali menyampaikan dalam percakapan pribadi, tidak ada peran Amerika Serikat maupun duta besar, untuk berusaha dan menentukan pemerintah Israel," kata Huckabee, dalam pernyataan di media sosial X.
AS, lanjut dia, menghormati hak Israel untuk memilih pemerintahan sendiri. Oleh karena itu laporan media massa yang menyatakan sebaliknya menyesatkan atau tidak benar.
Menteri Pertahanan, Israel Katz, pada Desember lalu mengatakan, Israel akan mewajibkan sekitar 50 persen kaum muda ultra-ortodoks untuk mengikuti dinas militer. Kemudian pada Juni 2024, Mahkamah Agung Israel dengan suara bulat memerintahkan Netanyahu untuk memulai program wajib militer bagi kelompok Yahudi ultra-ortodoks.
Anak muda Yahudi ultra-ortodoks yang belajar di yeshiva dibebaskan dari kewajiban bertugas di militer Israel sejak puluhan tahun silam.
Mahkamah Agung Israel sempat membatalkan UU tersebut pada 2017 dengan pertimbangan mengusik rasa keadilan bagi warga lainnya. Sejak saat itu, pemerintah Israel terus berupaya menunda kebijakan penyetaraan kedudukan kelompok ultra-ortodoks dengan warga lain dalam menanggung tanggung jawab publik.










