Analisis Trust Indonesia Soal Koalisi Permanen dan Pencapresan Prabowo 2029
JAKARTA, iNewsBogor.id - Forum Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) yang berubah agenda menjadi Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Gerindra di Hambalang, Kabupaten Bogor akhirnya mengukuhkan kembali Prabowo Subianto sebagai Ketua Umum sekaligus menjadikannya Calon Presiden (Capres) 2029.
Tak berhenti hingga disitu euphoria politiknya, secara bersamaan Prabowo Subianto bermanuver mengumpulkan para pimpinan partai politik yang berada di barisan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus seraya menawarkan proposal politik mengarah ke Koalisi Permanen.
Spontan dua isu utama diatas ramai jadi pembicaraan di ranah publik bahkan mengundang beragam tanggapan dan tanda tanya sejumlah pihak, elit politik juga pengamat.
Direktur Riset Trust Indonesa, Ahmad Fadhil menilai dalam soal Koalisi Permanen setidaknya menunjukkan adanya tanda tanda kekhawatiran Praboiwo melihat situasi pilitik kedepan (baca: KIM Plus) yang akan berdampak pada keberlanjutan program program yang diusungnya.
“Tawaran koalisi permanen ini menunjukkan kekhawatiran Prabowo terhadap situasi politik akhir-akhir ini. Berbagai kebijakan Prabowo yang tidak populer, rentan membangun posisi balik arah anggota koalisi politik Indonesia Maju. Ini juga (baca: koalisi permanen) membangun harapan koalisi pemerintahan akan stabil hingga akhir pemerintahan. Dus, harapan ini juga akan memantapkan agenda pemerintahan Prabowo yang mungkin dianggap sebagian pihak tidak populer,” ungkapnya dalam keterangan tertulis pada media, Sabtu (15/2/2025).
Selain itu, lanjut Fadhil, tawaran koalisi permanen ini bersamaan dengan isu reshuffle atas penilaian kinerja 100 hari pemerintahan Prabowo-Gibran. Prabowo tampak cerdas memainkan situasi ketidakpastian yang sedang dihadapi anggota Koalisi (Menteri Partai-red).
“Lewat tawaran koalisi permanen ini, Prabowo ingin mengatakan: anda bisa terus bersama dengan saya di dalam pemerintahan, tetapi Anda harus setia mendukung program pemerintahan (populer ataupun tidak populer-red) hingga akhir periode,” tandasnya.
Fadhil menambahkan, jawaban atau kesediaan anggota koalisi atas tawaran permanen, akan menjadi pertimbangan Prabowo untuk mendepak dan sekaligus membuka peluang memasukkan partai lain (PDIP misal-red)) dalam koalisi pemerintahan.
“Apakah ini ada hubungannya dengan Pencapresan dini Prabowo (Pilpres 2029-red)? Ini sangat terkait. Tawaran koalisi permanen membuat Prabowo memiliki identifikasi awal terhadap potensi dukungan anggota koalisi terhadap dirinya atau terhadap figur yang lain,” tambahnya.
Masih kata Fadhil, Prabowo tentu tidak ingin membesarkan anggota koalisi (partai) yang di kemudian hari justru akan melawannya dalam Pilpres dan mungkin akan mengalahkannya.
“Identifikasi di awal pemerintahan ini sangat penting untuk meminimalisir siapapun yang mungkin akan menjadi lawan tanding Prabowo. Bagi Prabowo, yang bersanding bersamanya dalam pemerintahan, haruslah mereka yang mendukungnya hingga akhir periode pemerintahan dan mendukung pencalonannya kembali di Pilpres 2029,” tutupnya.
Akhirnya, menurut Fadhil, boleh jadi analisisnya keliru, namun meihat keberanian Prabowo mengambil kebijakan tidak populer, setidaknya dukungan politik yang solid dari partai-partai menjadi faktor kunci dukungan keberhasilan program pemerintahan.