BRICS Tak Berambisi Bikin Mata Uang Baru: Apakah Trump Melunak?
Ketegangan yang sedang berlangsung antara Amerika Serikat (AS) dan aliansi BRICS telah mencapai puncaknya. Dengan kekhawatiran dunia akan perang dagang yang sedang berlangsung, kedua belah pihak tampaknya tidak akan mencapai resolusi apa pun.
Namun, sebuah pernyataan baru-baru ini mengkonfirmasi bahwa rencana mata uang BRICS secara resmi tidak ada masalah, tetapi apakah Presiden AS Donald Trump akan mencabut tarif yang diusulkannya?
Selama kampanye untuk terpilih kembali, Trump awalnya memperingatkan tarif untuk mencegah negara tersebut melakukan dedolarisasi. Dia menargetkan blok BRICS secara khusus karena mereka secara terang-terangan menggunakan mata uang lokal dalam perdagangan mereka. Namun, dengan menegaskan mereka tidak lagi menjadi ancaman bagi mata uang dunia, apakah Trump akan mengalah?
Donald Trump pernah mengatakan bahwa dolar AS tidak lagi menjadi mata uang cadangan global dunia akan sama saja dengan negara yang kalah perang. Hal inilah yang pertama kali menempatkan aliansi BRICS dalam bidikannya. Selama bertahun-tahun, negara ini telah berusaha untuk menerapkan mata uangnya sendiri. Meskipun tidak pernah diumumkan, rumor tersebut telah ada sejak 2024.
Hal ini menyebabkan Presiden AS saat ini mengancam tarif yang signifikan terhadap negara-negara tersebut. Secara khusus, ia menargetkan mereka yang tidak mau berkomitmen untuk memastikan status greenback. Namun, BRICS telah secara resmi mengkonfirmasi bahwa rencana mata uangnya tidak ada lagi, tetapi apakah tarif Trump juga akan ditolak?
"BRICS tidak sedang mendiskusikan penciptaan mata uang bersama," ujar Juru Bicara Rusia, Dimitry Peskov, baru-baru ini dilansir dari Watcher Guru, Senin (10/2/2025).
Pernyataan tersebuT meredakan rumor yang beredar. Sebagai alternatif, Peskov mengkonfirmasi bahwa blok ini hanya fokus pada investasi bersama dan kerja sama ekonomi.
Pertanyaannya adalah, bagaimana Trump akan menanggapinya? Dia sudah merencanakan tarif resiprokal untuk menandingi tarif yang diberlakukan oleh negara-negara lain. Selain itu, China telah menanggapi tarif 25 dengan pajak impor 10 terhadap AS. Dengan negara-negara ini telah terlibat dalam perang dagang yang sedang berlangsung, sulit untuk membayangkan Donald Trump akan mengakhiri kebijakan ini sebelum benar-benar diimplementasikan.