Legislator Desak Pencabutan Kepgub tentang Tarif Air Bersih yang Dinilai Cacat Hukum
JAKARTA, iNewsTangsel.id - Anggota Komisi B DPRD Provinsi DKI Jakarta, Francine Widjojo, mengungkapkan keberatannya terkait Keputusan Gubernur (Kepgub) DKI Jakarta Nomor 730 Tahun 2024 yang menetapkan tarif air bersih baru. Dalam pandangannya, Kepgub tersebut cacat hukum dan tidak seharusnya diberlakukan karena berpotensi merugikan masyarakat.
Francine menegaskan bahwa air bersih dan air minum merupakan dua komoditas yang berbeda dan seharusnya tidak dikenakan tarif yang sama.
"Kenaikan tarif yang dilakukan oleh PAM Jaya, berdasarkan Kepgub 730/2024, bertentangan dengan ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air dan Peraturan Pemerintah Nomor 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM). Karena air disalurkan oleh PAM Jaya saat ini bukan air minum, melainkan air bersih yang belum memenuhi syarat kesehatan untuk langsung dikonsumsi," ujarnya di Jakarta, Jumat (7/2/2025).
Politisi dari Fraksi PSI ini juga menyatakan bahwa penerapan tarif baru, yang meningkat hingga 71,3 persen, sangat mencederai rasa keadilan sosial masyarakat. Pencabutan Kepgub ini dianggap perlu untuk menghindari beban tambahan bagi warga yang telah lama tinggal di apartemen atau kondominium, yang sebelumnya telah membayar lebih untuk air bersih akibat kesalahan klasifikasi pelanggan. Tarif yang dikenakan selama ini, seharusnya lebih rendah, sebanding dengan tarif dasar kelompok K II untuk hunian, bukan tarif penuh yang setara dengan harga air minum di hotel dan mal.
Francine juga mempertanyakan mengapa Kepgub yang diterbitkan pada tahun 2024 tidak menggunakan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2024 sebagai acuan dalam menentukan batas atas tarif air minum. Ia menegaskan bahwa tarif air minum seharusnya tidak melebihi Rp20.269/m3, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sikap yang serupa disampaikan oleh Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) P3RSI, Adjit Lauhatta. Ia mengkritisi kenaikan tarif air bersih oleh PAM Jaya yang dinilai penuh dengan persoalan hukum, dasar hitung yang tidak jelas, serta mengabaikan asas keadilan sosial.
Sementara itu, Direktur Utama Perumda PAM Jaya, Arief Nasrudin, menanggapi kritik ini dengan menyatakan bahwa penyesuaian tarif sudah mengacu pada Kepgub DKI Jakarta Nomor 730 Tahun 2024 dan bagian dari upaya mereka untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui pemenuhan air minum hingga 2030. Ia juga menjelaskan bahwa kebijakan ini diperlukan untuk mendukung pembangunan infrastruktur dan mencapai 100 persen cakupan air minum bagi seluruh warga Jakarta.
Namun, meskipun alasan peningkatan kualitas infrastruktur dan pelayanan, banyak pihak merasa bahwa kebijakan ini lebih mendatangkan masalah hukum dan sosial daripada solusi. Karena itu, banyak yang mendesak agar Gubernur DKI Jakarta mempertimbangkan kembali kebijakan ini dan mencari jalan keluar yang lebih adil bagi masyarakat.
Pencabutan Kepgub Nomor 730 Tahun 2024 dan peninjauan kembali tarif air bersih diharapkan dapat memberikan solusi yang lebih baik dan berkeadilan, serta memperhatikan kondisi ekonomi masyarakat yang semakin tertekan.