Tegas! Masyarakat Adat Marga Amotey Tolak Kehadiran Perusahaan Sawit di Tanah Ulayat
BOVEN DIGOEL, iNewsSorong.id – Masyarakat adat Marga Amotey dari suku Mandobo dengan tegas menolak rencana kehadiran perusahaan sawit PT Papua Berkat Pangan di wilayah adat mereka. Keputusan ini diambil dalam rapat adat pada 11-12 Oktober di Kampung Patriot, Distrik Arimop, Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua Selatan, di mana masyarakat adat menolak konsesi seluas 34.092,18 hektar yang diberikan pemerintah kepada perusahaan tersebut.
Masyarakat dari suku Mandobo dengan tegas menolak rencana kehadiran perusahaan sawit PT Papua Berkat Pangan di wilayah adat mereka.(FOTO: IST)
Ketua Marga Amotey, Aloiysius Amotey, menyatakan bahwa wilayah adat mereka bukan sekadar tanah, tetapi sumber kehidupan yang telah diwariskan turun-temurun. “Hutan alam kami menjadi sumber pangan dan penghidupan. Di dalamnya terdapat pohon sagu sebagai makanan utama, hewan buruan, serta tumbuhan dan kayu yang mendukung hidup kami,” tegas Aloiysius. Kehadiran perkebunan kelapa sawit dikhawatirkan akan merusak ekosistem dan menghilangkan sumber kehidupan utama masyarakat adat Marga Amotey.
Masyarakat adat dari suku Mandobo dengan tegas menolak rencana kehadiran perusahaan sawit PT Papua Berkat Pangan di wilayah adat mereka. (FOTO: IST)
Dukungan terhadap penolakan ini juga datang dari aktivis lingkungan asli kampung Patriot, Maria G. Amotey, yang menyoroti dampak ekologis yang akan timbul dari ekspansi perkebunan sawit. Menurutnya, pembangunan perkebunan dan rencana pabrik pengolahan kelapa sawit di wilayah tersebut akan mengancam kelestarian flora dan fauna endemik, mempercepat deforestasi, dan memperburuk perubahan iklim. “Perkebunan sawit akan mengganggu keseimbangan lingkungan dan siklus air yang vital bagi kelangsungan hidup kami,” ujar Maria.
Masyarakat adat dari suku Mandobo dengan tegas menolak rencana kehadiran perusahaan sawit PT Papua Berkat Pangan di wilayah adat mereka. (FOTO: IST)
Selain itu, aktivis lingkungan dan kemanusiaan dari LBH Papua Pos Merauke, Philipus K Chambu, menekankan pentingnya penerapan prinsip Free and Prior Informed Consent (FPIC) dalam investasi yang menyentuh hak-hak masyarakat adat. Ia menyoroti bahwa masyarakat adat berhak untuk menentukan nasib wilayah mereka tanpa intervensi dari pihak mana pun. “Hak-hak masyarakat adat telah dijamin dalam Undang-Undang Dasar dan berbagai peraturan perundangan yang berlaku di Papua. Pemerintah wajib menghormati keputusan Marga Amotey dalam hal ini,” ungkapnya.
Penolakan ini menjadi sinyal tegas dari masyarakat adat Papua terhadap proyek-proyek yang berpotensi merusak tanah ulayat mereka. Dengan berbagai dukungan dari aktivis lingkungan dan hukum, Marga Amotey menegaskan hak atas tanah mereka dan menuntut pemerintah untuk menghormati keputusan yang telah diambil demi keberlanjutan lingkungan dan kehidupan masyarakat adat di Boven Digoel.