Hakim se-Indonesia Akan Cuti Bersama, Wakil Ketua Dewan Pembina DPP KAI Beri Tanggapan
JAKARTA, iNews Depok.id - Wakil Ketua DPP Kongres Advokat Indonesia (KAI), Prof Henry Indraguna menyoroti perihal para hakim di seluruh Indonesia yang rencananya akan cuti bersama, pada 7-11 Oktober 2024. Mereka menuntut kenaikan gaji yang tidak mengalami perubahan selama 12 tahun terakhir (Peraturan Pemerintah No.94/2012).
Aksi mogok kerja massal atau cuti bersama para hakim untuk menuntut perbaikan kesejahteraan, harus mendapat perhatian serius Mahkamah Agung sebagai lembaga yang menaungi para pengadilan.
"Walaupun kenaikan gaji bukan satu-satunya faktor, namun bisa menjadi pendorong untuk mewujudkan peradilan yang bersih dan adil," ucap Henry Indraguna yang juga pemerhati hukum, Minggu (6/10/2024).
Gerakan cuti bersama ini dimotori oleh Solidaritas Hakim Indonesia. Aksi solidaritas ini mencatat sudah ada 1.748 hakim yang menyatakan siap ikut aksi cuti bersama. Saat ini, jumlah hakim di Indonesia sendiri mencapai 7.700 orang.
Rencananya, sebagian hakim juga akan melakukan aksi solidaritas di Jakarta. Para hakim yang tak punya jatah cuti diminta mengosongkan jadwal persidangan pada periode tersebut.
"Aksi para hakim mogok bersama ini merupakan hal wajar. Yang penting penyaluran aspirasi tersebut tak mengganggu pencari keadilan di pengadilan," kata Henry Indraguna.
Sejak 2019, para hakim melalui Ikatan Hakim Indonesia, sudah mendorong revisi Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim yang mengatur soal gaji hakim.
"Mereka para hakim sudah menempuh berbagai upaya resmi dan formal, agar pemerintah memberikan perhatian serius terhadap kesejahteraan para hakim, tapi belum ada perhatian serius," imbuh Henry.
Perlu diketahui, besaran gaji hakim saat ini dianggap tak layak karena tidak mempertimbangkan kondisi inflasi. Gaji hakim golongan III A atau golongan terendah hanya sekitar Rp 2,05 juta. Sedangkan hakim dengan masa kerja 32 tahun golongan IV E, atau golongan tertinggi, sebesar Rp 4,9 juta. Memang, di luar gaji pokok, mereka juga mendapat tunjangan senilai Rp 8,5-14 juta, bergantung pada kelas pengadilan tempat mereka bertugas.
"Kita mengharapkan hakim memiliki integritas lebih sulit terwujud, jika mereka masih bergelut untuk memenuhi kesejahteraannya," ujar Henry.
"Karena itu, peningkatan kesejahteraan hakim harus disertai perbaikan struktural secara kelembagaan, agar kualitas putusan pengadilan menjadi lebih baik," tambahnya.
Kenaikan gaji memang tak bisa berdiri sendiri. Para hakim pun harus menyadari bahwa tuntutan tersebut harus dibarengi peningkatan integritas dan kinerja. Pada gaji yang besar, ada tanggung jawab yang lebih besar.
Para hakim mengklaim mengalami sejumlah kesulitan mulai dari tempat tinggal hingga keuangan saat mendapat tugas di daerah. Pada waktu yang bersamaan, para hakim dituntut untuk menjaga independensi serta tidak tergoda dengan iming-iming oleh oknum yang sedang berperkara.
Menurut Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI 2023, jumlah hakim tingkat pertama di Indonesia sebanyak 6.069 orang dengan jumlah perkara 2.845.784. Artinya, beban penanganan perkara sangat besar untuk ditangani setiap hakim.
Mereka dituntut memutus perkara dengan bebas, merdeka, tidak memihak, dan adil.
Para hakim dituntut untuk menghindari apa yang disebut 'justice delayed is justice denied' atau penundaan dalam proses keadilan dapat menyebabkan ketidakadilan.
"Bagaimana caranya para hakim dapat mengetuk palu dengan adil, sementara kesejahteraan dirinya dan keluarganya masih sangat minim," papar Henry.
Negara wajib memberikan anggaran yang memadai bagi para hakim, agar kesejahteraan mereka tidak terabaikan. Pengabaian terhadap tanggung jawab negara (state responsibility) adalah bentuk pengabaian terhadap amanah konstitusi.